Kamis, 07 November 2024

PUNCAK PENJAJAHAN

 

بسم الله الرحمن الرحيم 

Hampir seluruh aspek kehidupan manusia bisa dijajah oleh para penjajah dari kalangan manusia maupun Jin (Iblis).  Seperti penjajahan fisik (perbudakan), tanah-air, ekonomi, politik, hukum, keamanan, AI (Artificial Intelligence), Pendidikan (Intelektualitas), Sosial budaya dan lain sebagainya.
Puncak dari semua penjajahan itu adalah penjajahan jiwa, karena sasarannya adalah memasung kemerdekaan jiwa manusia.  Menghalangi manusia untuk mengenal kebenaran yang datang dari Penciptanya (Allah Subhanahu wa Ta'ala), menghancurkan fitrah kemanusiaan yang dibawa sejak lahir (Islam), menurunkan harkat dan martabat manusia hingga ke level hewani, bahkan lebih rendah lagi.


Segala bentuk penjajahan di dunia ini harus dilawan dengan perjuangan (Jihad) melawan para penjajah secara lahir maupun batin, dengan jiwa dan raga.

Penjajahan jiwa menghalangi jiwa manusia untuk menghambakan diri (menyembah) Allah Subhanahu wa Ta'ala semata (Tauhidullah).  Menyeru manusia untuk menghambakan diri kepada dunia dengan segala pernak-pernik dan bunga rampainya, seperti harta (uang), tahta dan wanita (sex).  Lama kelamaan akan menyeret jiwa manusia itu ke lembah kesyirikan (Syirik Akbar, Syirik Asghar, maupun Syirik Khafi) sebagai dosa yang tidak terampuni.  Menghalangi manusia untuk mengenal syariat yang dibawa Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam dari Allah Subhanahu wa Ta'ala, dengan cara mengaburkan (menyamarkan) kebenaran tersebut, menyembunyikan, atau mencampur adukkannya dengan kebathilan (salah satu taktik Iblis menyesatkan manusia).

Puncak penjajahan jiwa (fitrah manusia) ini bertujuan merendahkan hukum-hukum (perintah dan larangan) Allah Subhanahu wa Ta'ala menempatkannya di bawah segala perintah dan larangan makhluk, sehingga tidak ada lagi pengagungan dan rasa cinta terhadap Agama Allah (Islam) dan syari'atnya (Al-Qur'an dan As-Sunnah), karena telah berganti dengan pengagungan dan kecintaan pada selainnya.

Iblis laknatullah bersumpah di dalam Al-Qur'an (artinya);
“Karena Engkau telah menghukumku tersesat, aku benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian akan mendatangi mereka dari depan dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan dari mereka bersyukur (taat).”
(QS. Al-A’raf: 17).

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman (artinya);
“Sesungguhnya Syaithan itu musuh bagimu, maka jadikanlah ia sebagai musuh.”
(QS. Al-Faathir : 6), dan 

“Sesungguhnya nafsu itu senantiasa memerintahkan pada kejahatan”
(QS. Yusuf : 53).
Nafsu di sini adalah nafsu lawwamah yaitu jiwa yang selalu goncang (buruk), yang jika tidak diarahkan akan membenamkan manusia itu pada segala bentuk keburukan (maksiat).  Nafsu dan syahwat ini hanya bisa diatasi dengan mempelajari ilmu (agama) guna memperkuat rohnya.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda (artinya);
“Zuhudlah terhadap dunia, niscaya engkau akan dicintai Allah dan bersikap zuhudlah terhadap apa yang dimilki manusia, niscaya engkau akan dicintai manusia.”
(HR. Ibnu Majah. Imam An-Nawawi menghasankannya).

Firman-Nya (artinya),

“Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar.  Dan, mereka meyakini ayat-ayat Kami.”  
(QS. As-Sajdah;  24)

Berarti, orang-orang yang terjajah jiwanya oleh hawa nafsu akan ragu (tidak yakin) terhadap kebenaran dan keadilan syariat Islam, dan tidak sabar menghadapi ujian Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Allah mengabarkan, bahwa kepemimpinan dalam agama hanya bisa diraih dengan kesabaran dan keyakinan.  Sabar menolak syahwat dan kehendak yang rusak, sedangkan keyakinan akan menolak keragu-raguan dan syubhat (kebathilan yang berkedok / dibungkus kemasan menarik sehingga menyerupai kebenaran) dengan ilmu pengetahuan agama yang shahih.

---

BENTUK-BENTUK PENJAJAHAN JIWA

1. Dijajah oleh Hawa Nafsu Sendiri,
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (artinya),
“Sesungguhnya nafsu itu senantiasa memerintahkan pada kejahatan”
(QS. Yusuf : 53).
Bentuk penjajahan ini ada empat tataran;

a. Dihalang-halangi oleh Manusia lain untuk Mengetahui Petunjuk dan Agama yang Benar (Lurus); 
Bila manusia telah terhalang dari petunjuk dan Agama yang benar (lurus), maka tidak ada keberuntungan dan kebahagiaan lagi baginya di dunia maupun Akhirat, karena aqidahnya telah menyimpang.  Penghalangan ini bisa dengan bentuk mengalihkan perhatian manusia kepada hal lain diluar pendidikan (pelajaran) Agama seperti Medsos yang minim manfaat, menghabiskan waktu (umur) mereka ke sana (screen time yang berlebihan).
Penjajahan bentuk ini mengakibatkan berkurangnya perhatian kaum muslimin untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dengan benar (lurus).  Yang penting Islam.  Salah memahami aqidah Islam yang benar, sehingga memecah pemahaman umat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa menjadi 73 golongan, sebagian besarnya (72 golongan / terjajah) adalah sempalan Islam (sesat aqidahnya) yang diancam Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dengan Neraka.  Hanya satu golongan saja yang selamat, yang tetap setia mengikuti Manhaj (metode beragama) para Sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam serta dua generasi terbaik setelahnya (Tabi'in dan Tabi'ut Tabi'in).   Hal ini wajib diketahui dan dipahami oleh setiap muslim bila ingin selamat dari Neraka Allah 'Azza wa Jalla.  Jangan merasa puas dengan sekedar label Islam.  Utamanya para pendakwah (da'i) yang terlibat langsung menyebarkan pemahaman (Manhaj) mereka ke tengah masyarakat secara regional maupun global.

b. Beramal tanpa dasar ilmu.  
Dijajah oleh kebodohan atau taqlid buta terhadap ajaran nenek moyang tanpa menimbangnya dengan Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahih.  Jadi, modal semangat semata tanpa dasar ilmu syariat yang shahih dari Al-Qur'an maupun As-Sunnah tidaklah cukup (baca; sangat tidak memadai).

(Baca artikel, JAUHILAH DUA TIPE MANUSIA)

c. Terhalang oleh Manusia untuk Memperdalaman Ilmu Agama karena kebutuhan terhadap materi dunia. Mengamalkan dan mengajarkannya kepada orang yang belum mengetahui.   
Dia termasuk orang-orang yang terjajah karena terhalang menuntut ilmu, mengamalkan dan menyebarkannya pada orang yang belum mengetahui. Keadaan ini bisa terjadi karena dilarang atasan atau peraturan Perusahaan / Instansi tempatnya bekerja, atau sebab-sebab lain yang menghambat tersebarnya syiar Islam.  Jadi, kebutuhan terhadap materi dunia menghalanginya menuntut ilmu agama.
Sehingga keberadaan ilmu agama ('ulama) tidak berhasil menyentuhnya.  Kebodohan dari ilmu pengetahuan Agama tidak akan menyelamatkan seseorang dari Neraka, karena Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak menerima udzur semacam ini.

Kebodohan akan menjadi hujjah yang menjatuhkan dirinya kelak di Yaumal Qiyamah.

d. Tidak Sabar Menghadapi kesulitan dakwah kepada Allah dan gangguan manusia.

Artinya, orang ini tidak sanggup menundukkan emosi (kejiwaannya) untuk duduk di majelis ilmu ('ulama), tidak membaca kitab-kitab para 'ulama.  Atau mungkin tersibukkan oleh berbagai aktivitas duniawi, sehingga waktu dan perhatiannya tercurah ke sana.

Jika empat tingkat keterjajahan ini bisa diatasi dengan baik, maka dia dapat dimasukkan ke dalam golongan Rabbaniyyin.  Para Salaf telah sepakat, bahwa orang yang berilmu tidak berhak disebut Rabbaniy hingga ia mengetahui kebenaran dan mengamalkannya, dan mengetahui kebathilan serta mencegahnyaMaka, jika dia tidak mengamalkan kebenaran yang telah diketahuinya serta tidak mencegah kebathilan, maka ilmu tersebut akan menjadi hujjah yang menjatuhkan dirinya kelak di hadapan Allah Subhanahu wa Ta'ala.  Dan Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak akan menambah ilmu yang telah diketahuinya, sehingga hatinya akan dipenuhi oleh sifat-sifat kemunafikan (menolak sebagian kebenaran yang datang dari Al-Qur'an maupun As-Sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam).  Na'udzubillahi.

2. Dijajah (Tertawan) oleh Syaithan.  Terdiri dari dua tingkatan;

a. Syaithan berhasil menyusupkan syirik, khurafat (tahayul), bid'ah (penyimpangan dalam Aqidah dan, atau Amal), syubhat (kebathilan yang berkedok / menyerupai kebenaran), keraguan terhadap hukum-hukum Islam (Al-Qur'an dan As-Sunnah) yang akan menodai iman.  Seperti mencampur adukkan antara kebenaran dengan kebathilan, atau mengaburkan nilai-nilai kebenaran tersebut.

(Baca artikel, MANUSIA YANG BERADA DALAM GELAP GULITA)

b. Syaithan Membujuk Manusia Melakukan Keinginan-keinginan yang Rusak dan Syahwat.

3. Terjajah (Tertawan) oleh Orang-orang Kafir.

Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menegaskan di dalam Al-Qur'an, bahwa orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan pernah Ridha terhadap umat Islam, hingga mereka mengikuti ajaran agama Yahudi dan Nasrani sejengkal demi sejengkal, dan sehasta demi sehasta - hingga bila mereka masuk ke lubang dhab (binatang sejenis kadal yang terdapat di gurun pasir) umat Islam tetap akan membuntutinya.

4.  Terjajah (Tertawan) oleh Orang-orang Munafik.

Orang munafik adalah orang yang menampakkan dirinya sebagai seorang muslim, tapi menyembunyikan ganjalan (Junnah) di dalam hatinya terhadap hukum-hukum syariat Islam.  Karakter munafiqun ini di akhir zaman dianggap sebagai hal yang biasa, mungkin karena jumlah mereka yang mendominasi komunitas muslim di setiap negeri dan kedangkalan kemampuan rata-rata muslimin mendeteksi penyimpangan aqidah mereka.  Sehingga cara beragama mereka yang salah dijadikan sebagai standar acuan.

Kedua bentuk keterjajahan (oleh Orang Kafir dan Munafik) ini terjadi dalam empat keadaan;

·         * Tidak Mampu Mengingkarinya dengan hati.

·         * Tidak Mampu Mengingkarinya dengan lisan.

·         * Tidak Mampu Memeranginya dengan harta, dan

·         * Tidak Mampu Memerangi dengan jiwa, alias takut mati karena terlalu cinta pada dunia (Hubbuddunya wakaraahiyatul maut).

Jihad memerangi orang-orang kafir lebih khusus menggunakan tangan (di Medan perang), sedangkan menghadapi orang-orang munafik lebih khusus menggunakan lisan dan ilmu Agama yang shahih (benar).

Sedangkan bentuk keterjajahan lainnya adalah;  Dari para pelaku kezhaliman, ahli bid’ah, dan para pelaku kemungkaran ada 3 (tiga) keadaan;

·         a. Enggan  Menggunakan kekuasaan (otoritas) yang dimiliki untuk mengubah (menghentikan) kemungkaran.

·         b. Enggan menggunakan lisan untuk menasihati para pelaku kemungkaran.

·         c. Tidak ada pengingkaran (kecemburuan) dalam hati terhadap kemungkaran yang terjadi dan hukum Allah Subhanahu wa Ta'ala yang disia-siakan.  Inilah selemah-lemahnya iman.

Itulah 13 (tigabelas) bentuk keterjajahan jiwa manusia yang merupakan kebalikan dari 13 tingkatan Jihad yang wajib diperangi dan diperjuangkan oleh orang-orang beriman sesuai kapasitas masing-masing di mana pun mereka berada, sehingga dunia ini terbebas dari segala bentuk penjajahan.  

Dijelaskan oleh Al-Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah dalam kitab Tafsir Ayat-ayat Pilihan.

Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallaahu ' alaihi wa sallam bersabda;

"Barangsiapa mati, sedang ia tidak pernah berjihad dan tidak mempunyai keinginan untuk berjihad, ia mati dalam satu cabang kemunafikan” 

(Muttafaq ‘alaih).

Laa haula walaa quwwata illa billah.
(Baca artikel, TINGKATAN-TINGKATAN JIHAD)

(Pen blog, dari berbagai sumber).

oOo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar