Sabtu, 02 November 2024

MANUSIA PALING CERDAS MENURUT ISLAM


بسم الله الرحمن الرحيم 

Manusia paling cerdas menurut pandangan Islam (Allah) adalah dua orang Khalilullah (Kekasih Allah yang teristimewa dan khusus), yaitu; Nabi dan Rasul Ibrahim 'alaihissalam yang dikenal sebagai bapaknya para Nabi dan Rasul, serta Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam yang dikenal sebagai penutup para Nabi dan Rasul, pembawa syariat paling sempurna yang pernah diutus Allah Subhanahu wa Ta'ala.  Meskipun Beliau buta huruf (tidak bisa membaca dan menulis) tetapi Cahaya Kenabian yang ditanamkan Allah 'Azza wa Jalla ke dalam dada Beliau menjadikannya manusia Super cerdas.  Sebab, tidak mungkin (mustahil) Dia Subhanahu sebagai Pencipta manusia mencintai dan mengambil Khalilullah dari kalangan orang-orang bodoh (dungu).  

Keduanya merupakan bagian dari 5 (lima) orang Rasul-rasul Ulul Azmi (yang paling utama) di samping Nuh 'alaihissalam, Musa 'alaihissalam dan 'Isa 'alaihissalam.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengabarkan dalam sabda Beliau,
ان الله اتخذني خليل كما اتخذ إبراهيم خليلا
"Inna Allaha at-takhadzaniy khaliylan kamaa at-takhadza Ibrahiyma khaliylan"
"Sesungguhnya Allah telah menjadikan aku sebagai Khalil - sebagaimana Dia telah menjadikan Ibrahim sebagai Khalil."  

(HR. Muslim), 


Cerdas Versi KBBI;

cerdas/cer·das/ a 1 sempurna perkembangan akal budinya (untuk berpikir, mengerti, dan sebagainya); tajam pikiransekolah bertujuan mendidik anak agar menjadi orang yang -- lagi baik budi; 2 sempurna pertumbuhan tubuhnya (sehat, kuat): biarpun kecil badannya, tidak kurang -- nya;

--cermat pertandingan adu ketajaman berpikir dan ketangkasan menjawab (pertanyaan, soal matematika, dan sebagainya) secara cepat dan tepat;
(KBBI)

---

Ada beberapa klasifikasi yang dirancang manusia untuk mengukur tingkat kemampuan (ketajaman) berpikir seseorang, melalui sejumlah metode yang dijadikan dasar penentu sebuah kesimpulan berdasarkan angka (jumlah), seperti;  IQ (intelektual Quotient), EQ (Emosional Quotient), SQ (Spiritual Quotient), PQ (Physical Quotient) dan lain sebagainya.

Keempat istilah ini mengacu pada beberapa kapasitas kecerdasan manusia terkait sejumlah perangkat (elemen) dari sudut pandang psikologi.

Mengutip Berita Terkini, Penulis Kumparan, 24 November 2023;

"1. IQ (Intelligence Quotient)

IQ adalah singkatan dari Intelligence Quotient. Elemen ini mengukur kecerdasan intelektual seseorang yang berkaitan dengan ketrampilan pemecahan masalah, berpikir logis, analisis, hingga kemampuan belajar.

IQ umumnya diukur melalui berbagai tes standar untuk mengetahui tingkat kemampuan verbal dan nonverbal. Jenis kecerdasan ini mampu mengindikasikan sejauh mana seseorang mampu memroses informasi dan menyelesaikan masalah-masalahnya yang membutuhkan kecerdasan kognitif.

2. EQ (Emotional Quotient)

Kecerdasan ini mengacu pada kecerdasan emosional atau kapasitas untuk mengelola, memahami, dan menggunakan emosi dengan efektif.I.nformasi penting disajikan secara kronol

Tidak hanya itu, EQ yang dimiliki seseorang juga dapat menggambarkan kesadaran emosional, empati terhadap orang lain, kemampuan mengatur emosi pribadi, dan keterampilan dalam berkomunikasi secara emosional. Orang yang memiliki EQ tinggi umumnya lebih mudah beradaptasi dalam hubungan sosial.

3. SQ (Spiritual Quotient)

SQ adalah akronim dari Spiritual Quotient. Jenis kecerdasan ini mencerminkan kepandaian spiritual atau rohaniah dalam diri seseorang. Kecerdasan ini turut melibatkan pemahaman nilai-nilai, tujuan hidup yang mendalam.
Kecerdasan spiritual membantu seseorang menjalani hidup dengan tujuan yang lebih besar, memahami keterkaitan dengan sesama manusia, dan mencari makna di luar aspek materi.

4. PQ (Physical Quotient)

PQ atau Physical Quotient mengacu pada kecerdasan atau kemampuan fisik seseorang. Contohnya, seperti kebugaran, kesehatan fisik, koordinasi gerak, dan kesadaran terhadap menjaga kesehatan tubuh. Merawat tubuh dengan baik dan mengetahui apa yang dibutuhkan tubuh juga termasuk bagian dalam PQ."
Selesai kutipan.

Menurut pandangan dan keyakinan penulis, Spiritual Quotient inilah puncak kecerdasan yang sesungguhnya, yang diinginkan Allah Subhanahu wa Ta'ala, karena ia mampu melampaui semua perangkat yang disusun oleh akal dan perasaan manusia berdasarkan kepentingan mereka. Ia (SQ) mengambil "perangkat kecerdasan" dari Dzat yang Menciptakan seluruh makhluk, termasuk manusia, melampaui dunia (materi) dengan seluruh isinya (termasuk Galaksi Bima Sakti) dimana bumi kita berada, yang layaknya hanya sebutir debu di Jagat Raya ini, meskipun ditunjang berbagai kemajuan sains dan teknologi manusia.

Kecerdasan jenis ini mengarah pada pengenalan terhadap Sang Pencipta manusia, Agama-Nya, Rasul yang diutus-Nya, serta pertemuan dengan-Nya kelak, dengan Surga atau Neraka yang tidak sedikitpun terlintas, terbetik dan terbayang dalam hati dan pikiran manusia tentang keberadaannya.

(Baca puisi, SEBUTIR DEBU YANG HILANG)

Dari sisi sains, beberapa tanda yang tampak dari kacamata manusia adalah kecerdasan IQ (Intelektual Quotient) dan EQ (Emosional Quotient).

Banyak ilmuwan supercerdas di dunia ini yang telah menyumbangkan kontribusi besar dalam ilmu pengetahuan dan teknologi.  Terlepas dari segala manfaat yang dapat dipetik kebanyakan manusia dari zaman ke zaman.  Tanpa dilandasi Iman dan keyakinan yang benar (lurus) nilai mereka menjadi nihil di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala bahkan minus, karena semua yang mereka pelajari, teliti, rumuskan dan kembangkan menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi banyak manusia itu hakikatnya berasal dari Allah Subhanahu wa Ta'ala semata, tidak ada yang murni dari diri mereka.  Buktinya adalah, mereka tidak mendapat apresiasi dari-Nya (Surga), melainkan diberi ganjaran Neraka.  Tanda-tanda itu dapat kita amati dari akhir hayat (hidup) mereka yang tragis.  Sebut saja beberapa nama besar seperti;  Marie Curie, Nicola Tesla, Van Gogh, Ludwig Van Beethoven, Siddharta Gautama, Arthur Scopenhauer, Adolf Hitler - yang bunuh diri dengan tembakan, dan lain sebagainya.  Semua adalah bukti yang menunjukkan, bahwa kehidupan dunia ini tidak cukup dihadapi dengan kecerdasan akal pikiran dan ketajaman perasaan manusia semata tanpa bimbingan Agama yang benar yang dibawa para Nabi dan Rasul utusan-Nya.  Bahkan, sepakat orang-orang beriman dan bertaqwa sepanjang masa, bahwa orang-orang yang tenggelam dengan kehidupan dunia, melupakan tujuan penciptaan dirinya (Akhirat) adalah manusia-manusia bodoh (dungu) dan tertipu, bagaimanapun cerdasnya menurut pandangan manusia.

(Baca syair, SEANDAINYA, dan artikel PUJIAN ALLAH TERHADAP ORANG YANG DAPAT MEMPERHATIKAN TANDA-TANDA)

Dari kacamata Ilmu Aqidah Islam, kontribusi besar yang telah mereka sumbangkan kepada seluruh penduduk bumi itu tidaklah sebanding dengan satu saja dari nikmat Allah Subhanahu wa Ta'ala yang telah mereka nikmati (pakai) seumur hidup.  Sebutlah satu saja nikmat Allah, seperti otak atau hati manusia misalnya dengan segala fungsinya, mata, telinga dan lain sebagainya yang tidak akan terbayar dengan berapapun banyak dan tingginya amal ibadah dan sumbangsih ilmu pengetahuan manusia.  Keyakinan ini disepakati oleh seluruh Nabi dan Rasul (124.000 orang), para 'ulama serta orang-orang beriman dan bertaqwa dengan sebenar-benar iman dan taqwa sepanjang masa.

Berkata Rasul Ulul Azmi (yang paling utama) ke-3; Musa عليه السلام,

قال موسى : يا رب، كيف لي أن أشكرك وأصغر نعمة وضعتها عندي من نعمك لا يجازي بها عملي كله؟ فأتاه الوحي : أن يا موسى. الآن

شكرتني.

أخرجه ابن ابي الدنيا قي 'الشكر (6) واحمد في 'الزهد' (349)

"Ya Rabbi, bagaimana aku bisa bersyukur kepada-Mu sementara nikmat yang paling kecil dari semua nikmat yang Engkau berikan kepadaku tidak terbalas, meskipun dengan seluruh amal ibadahku?"

Lalu datang wahyu kepada Beliau,

"Wahai Musa, sekarang engkau telah bersyukur kepada-Ku."

📚  Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Ad-Dunya dalam 'Asy-Syukr' (6), dan Imam Ahmad dalam 'Az-Zuhud' (349).

Berkata Asy-Syaikh Hafizh bin Ahmad Al-Hakami rahimahullah

فإنّ العبد لو عمّر عمر الدنيا وهو يصوم النهار ويقوم الليل ويجتنب المعاصي كلّها لم يقابل كل عمله عشر معشار أصغر نعم الله عليه الظاهرة والباطنة، فكيف تكون ثمنا لدخول الجنة (ربّ اغفر وارحم وأنت خير الرّاحمين)

"Seandainya seorang hamba diberi usia sepanjang umur dunia, lantas ia gunakan seluruhnya untuk berpuasa di siang hari dan shalat pada malam hari, kemudian ia meninggalkan seluruh maksiat; semua itu tidak akan menyamai 1/100 nikmat yang zahir (tampak) dan batin (tidak tampak) terkecil yang Allah berikan.  Lalu, bagaimana mungkin amalan itu jadi jaminan masuk ke dalam Surga?!"

(📚  A'laamus Sunnah Al-Mansyurah, hlm. 86)

Lalu, apa yang bisa dibangga-banggakan manusia dengan seluruh ilmu pengetahuan, teknologi dan amal ibadah mereka?

(Baca artikel, JANGAN GR JADI MANUSIA)

---

Kenyataan yang banyak kita lihat dan temui, bahwa orang yang benar-benar cerdas seringkali tidak merasa puas dengan pendidikan formal semata, meskipun mereka mampu menyelesaikannya.  Sehingga, sekolah (formal) semata tidaklah mencukupi orang-orang genius.

Jadi, untuk menjadi orang-orang Super genius, sebenarnya Anda tidak perlu menyelesaikan pendidikan formal hingga grade tertinggi.  Cukup menggunakan hati (fitrah) dan akal sehat anda melampaui seluruh ilmu pengetahuan dunia dan menitik beratkannya (focus) pada Ilmu dan Pengetahuan tentang Akhirat yang diusung oleh para Nabi dan Rasul yang diutus-Nya.  Jangan khawatir dengan rezeki Anda di dunia ini, karena itu telah tertulis di Kitab Induk - Lauh Mahfudz di atas langit ke-7 - 50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi yang tidak akan berubah selama-lamanya, satu paket dengan umur Anda.  Berusaha saja semampunya dengan cara-cara yang halal.

Dalam sebuah atsar Ilahy disebutkan,
“Wahai anak Adam, Aku menciptakanmu untuk Diri-Ku, dan Aku ciptakan segala sesuatu untukmu.  Demi hak-Ku atas dirimu, maka janganlah engkau menyibukkan diri dengan apa-apa yang Kuciptakan untukmu, dan mengabaikan tujuan penciptaan dirimu.”

Jangan habiskan umur Anda hanya demi "sebutir debu" yang belum jelas manfaatnya bagi kehidupan pribadi (baca; amanah Allah terhadap diri / semua hal yang Allah perintahkan untuk dijaga), lupa terhadap tujuan penciptaan manusia.  Kalau itu yang Anda lakoni berarti Anda telah masuk perangkap (jebakan) Iblis bangkotan yang pernah menggelincirkan Bapak moyang manusia, Adam 'alaihissalam.  Karena dalam Ilmu Aqidah Islam, keselamatan diri pribadi dari Neraka Allah 'Azza wa Jalla harus lebih diutamakan daripada upaya Anda untuk menyelamatkan seluruh penduduk bumi ini.  Apalagi kesempatan hidup manusia dipermukaan bumi ini hanya sesaat, serasa sehari atau setengah hari saja berapapun panjang usia mereka.  Karena pergantian siang dan malam sangat cepat dalam melipat masa dan mengurangi umur. Hal ini akan diakui oleh seluruh umat manusia nanti di negeri Akhirat.

Disebutkan di dalam Al-Qur'an;

 "Allah bertanya, 'Berapa tahunkah lamanya kamu tinggal di bumi?' Mereka menjawab: Kami tinggal (di bumi) sehari atau setengah hari, maka tanyakanlah kepada orang-orang yang menghitung.  Allah berfirman: Kamu tidaklah tinggal di bumi melainkan sebentar saja, kalau kamu sungguh-sungguh mengetahui."  

(QS. Al-Mukminuun:  112-115)

(Baca artikel, PERBEDAAN ADAM DENGAN IBLIS)

Tidak perlu menjelma jadi Elon Musk Warga Negara USA itu, cukup menjadi mas Elon versi Indonesia, karena itu lebih bernilai dan lebih mulia di sisi-Nya tentunya bila Anda beriman dan bertaqwa dan menyambut positif seruan Rasul-Nya, sehingga terbukalah peluang Anda untuk meraih Surga-Nya.

(Baca puisi, ANOMALI)

Orang yang memiliki kecerdasan tinggi cenderung berpikir melompat jauh ke depan, melampaui mayoritas pikiran kebanyakan manusia yang hanya berkutat di sekitar dunia dengan seabreg-abreg polemiknya.  Berbeda dengan orang-orang bodoh yang cenderung Telmi (Telat mikir), sehingga mereka baru sadar ketika fitnah (keburukan) itu telah menimpa mereka, ketika telah tiba di ujung kehidupan (Sakaratul maut).  Hal yang diantisipasi (dipersiapkan) orang-orang jenius sejak jauh-jauh hari.  Dari sisi ini umat Islam boleh bangga, karena mereka dibekali informasi yang lengkap, sempurna dan terperinci tentang kehidupan Akhirat oleh Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam.

Orang yang betul-betul cerdas cenderung tidak membuang-buang waktu dan tenaga.  Waktu (kesempatan hidup di dunia) dan tenaga mereka digunakan untuk kemanfaatan yang lebih luas dan banyak, menjangkau manfaat yang bisa dipetik oleh mayoritas penduduk dunia dengan manfaat paling optimal (terbaik).  Jadi, orientasi hidupnya juga telah bergeser dari keumuman manusia yang hanya fokus pada kehidupan dunia, kehidupan pribadi serta orang-orang terdekat mereka.  Paling jauhnya menguasai dunia dengan seluruh isinya.

Semua itu disebabkan pola pikir dan pertimbangan mereka yang kompleks, terkait dan terikat dengan banyak variabel yang dirangkai dan diarahkan pada kehidupan masa depan (Akhirat).

Selain memiliki kemauan yang keras, orang-orang genius itu juga memiliki sifat sulit diatur dan dikendalikan orang lain terutama yang memiliki prinsip ilmu dan pengetahuan yang berseberangan dengannya.

Mereka begitu kokoh dan kekeh memegang prinsip yang telah mereka yakini dan keberhasilan (kesenangan dan ketenteraman / ketenangan hati) yang telah mereka rasakan di dunia ini yang tidak cukup diwakili dengan kata-kata.

Orang cerdas lebih memikirkan bagaimana menemukan solusi berbagai persoalan pelik yang dihadapi kebanyakan manusia, menawarkan manfaat terbaik bagi mereka, sehingga melahirkan jenis kreativitas yang tidak dimiliki oleh manusia lain.  Pertanyaan krusialnya adalah, "Adakah persoalan yang lebih pelik daripada menyelamatkan diri dari Neraka Jahannam?"  Sekilas mungkin Anda menganggap enteng perkara ini, tapi sebagai ilustrasi;  Bayangkan diri Anda telah berbuat suatu kesalahan di muka bumi ini yang menyebabkan Anda harus dihukum, dilemparkan ke dalam kawah gunung berapi yang sedang bergejolak dan panas membara seorang diri.  Tidak seorang manusiapun mampu menolong Anda.  Nah, api Neraka Jahannam kelak 70 (tujuh puluh) kali lebih dahsyat dan lebih mencekam dari itu!

Orang cerdas menurut Islam umumnya mampu bersikap tenang dan mampu mengendalikan diri serta emosi (nafsunya), dan tidak larut (hanyut) dengan persoalan materi dunia yang mereka anggap ringan.  Sebagaimana penilaian Rabb mereka terhadap dunia yang tidak lebih berharga daripada selembar sayap nyamuk.  Penilaian orang-orang beriman dan bertaqwa pun tidak akan jauh dari itu.

Biasanya, orang dengan tingkat IQ dan EQ tinggi cenderung lebih tenang dan memiliki pikiran yang terencana dan matang (tidak gegabah / sembrono) dalam menghadapi sesuatu.  Mereka cenderung memikirkan segala sesuatu dengan seksama dan teliti, menimbang berbagai persoalan dengan timbangan kebaikan dan keburukan yang diyakininya berasal dari Dzat Yang menciptakan manusia.

Itulah sebabnya, jarang ada orang genius yang memiliki emosi atau kemarahan yang meledak-ledak tak terkendali.  Meskipun mereka dihadapkan pada persoalan yang berat dan ruwet.  Hal ini menunjukkan bahwa orang cerdas cenderung diam dan tenang dibandingkan orang bodoh yang cenderung banyak omon (berisik), kasak-kusuk, grasa-grusu, dan cari perhatian manusia lain.

Satu hal lagi, orang dengan intelegensi tinggi biasanya tidak mudah dipengaruhi dan terpengaruh, mereka cenderung menggunakan akal sehat,  kecerdasannya dengan bimbingan dalil Cahaya Nubuwah yang bisa dipertanggungjawabkan di dunia maupun Akhirat kelak.  Serta kecenderungannya terhadap sesuatu yang bersifat permanen (kekal), bukan segala sesuatu yang bersifat fana.

Orang dengan intelegensi tinggi mampu mengarahkan dirinya berjalan menuju prinsip hidup yang ia yakini dan telah terbukti kebenarannya (tidak sekedar ikut-ikutan, musim-musiman, dan membeo), minimal atas penelitian dan pencarian serta pertimbangan yang digelutinya sendiri. 

Orang-orang yang sangat cerdas biasanya tidak begitu peduli dengan penampilan dan kesejahteraan dirinya.  Berbeda dengan orang-orang bodoh yang sibuk dengan tujuan yang fana, penampilan dan flexing, melupakan hakikat penciptaan dirinya serta kesudahan (akhir) dari segala sesuatu.

Mungkin karena imajinasi dan pikirannya yang sering melanglang buana ke masa depan (Akhirat), ruwet (rumit) dengan berbagai rumus dan aksioma (pernyataan yang dapat diterima sebagai kebenaran tanpa perlu pembuktian.  Juga sebagai landasan awal untuk membangun argumen selanjutnya) hidup dan kehidupan manusia itulah.  Sehingga mereka cenderung tidak memiliki teman yang banyak, bahkan terkesan sulit menempatkan diri di khalayak ramai, tenggelam dalam pikiran dan penghayatannya sendiri.

(Baca artikel, ENAM ORBIT (LINTASAN) HATI MANUSIA)

Dalam dunia sains, Albert Einstein sendiri mengakui melalui ucapannya, "Ini bukan karena saya terlalu pintar, tetapi karena saya sedikit bertahan lama dalam kerumitan."

Dalam sudut pandang Islam, orang yang betul-betul cerdas tidak hanya memikirkan urusan dunia, tetapi juga urusan Akhirat, karena kematian dan kepunahan bumi ini bukanlah akhir dari perjalanan hidup manusia.  Ia merupakan gerbang untuk masuk ke alam berikutnya (Alam Barzakh dan Alam Akhirat).  Bahkan, persiapan untuk memasuki kedua alam tersebut harus lebih banyak karena waktu dan jaraknya yang unlimitedDan, harus diakui bahwa memikirkan dan menyidik persoalan Alam Barzakh dan Alam Akhirat itu jauh lebih rumit dan berat daripada segala persoalan duniawi.  Karena informasinya hanya bisa diperoleh dari manusia istimewa yang diutus-Nya (para Nabi dan Rasul) untuk dikhabarkan kepada seluruh manusia, tidak bisa diperoleh melalui penelitian (research).

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,

وَهُوَ الَّذِيْ يَبْدَؤُا الْخَلْقَ ثُمَّ يُعِيْدُه وَهُوَ اَهْوَنُ عَلَيْهِۗ

“Dan Dialah Yang memulai penciptaan, kemudian mengulanginya kembali, dan itu lebih mudah bagi-Nya.” 

(QS. Ar-Rum; 27)

Dalil di atas disamping memastikan adanya kehidupan setelah kematian.  Juga merupakan hujjah Allah Subhanahu wa Ta'ala, bahwa pengulangan penciptaan manusia setelah kepunahannya jauh lebih mudah daripada penciptaan mereka pertama kali khususnya bagi orang-orang yang masih ragu.  Mungkin karena "blueprint"nya telah ada (tercipta), tinggal mengulangi saja.

Dan, penciptaan tujuh lapis langit dengan seluruh isinya, Surga dan Neraka, itupun jauh lebih sulit dan rumit daripada sekedar penciptaan seluruh umat manusia dari awal hingga akhir.  

Penutup tulisan ini adalah sabda junjungan umat Islam, Rasulullah Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam (maknanya);

"Manusia yang paling cerdas itu adalah yang paling banyak mengingat kematian dan paling baik persiapannya."

Jadi, bukan orang yang larut (hanyut) dengan berbagai persoalan dunia (baca; Debu) sementara Al-Maut setiap saat mengintainya dari tempat (jalan) yang tidak dia ketahui.

(Baca artikel, SURGA, dan NERAKA JAHANNAM)

Laa haula walaa quwwata illa billah.

oOo

(Pen blog, dari berbagai sumber)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar