Selasa, 30 Maret 2021

APAKAH ROH ORANG YANG MASIH HIDUP DAPAT BERTEMU DENGAN ROH ORANG YANG TELAH MENINGGAL?

 

بسم الله الرحمان الرحيم

Jawabannya adalah, "Dapat, tetapi di dalam mimpi."  

Terlalu banyak bukti-bukti dan penguat yang mendukung kebenaran jawaban di atas, hanya Allah Subhanahu wa Ta'ala sajalah yang mengetahuinya.

Roh orang yang masih hidup dapat saling bertemu dengan roh orang yang telah meninggal, sebagaimana bertemunya roh orang-orang yang masih hidup.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman (yang artinya),

"Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya, dan (memegang) jiwa orang yang belum mati di waktu tidurnya.

Maka, Dia tahan jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya, dan Dia melepaskan jiwa yang lain hingga waktu yang ditentukan.

Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berpikir."  (Az-Zumar;  42)

Abu Abdullah bin Mandah menyebutkan dari Ibnu Abbas, dia berkata sehubungan dengan ayat ini, "Aku mendengar khabar, bahwa roh orang-orang yang masih hidup dengan roh orang yang telah meninggal dapat saling bertemu di kala tidur, lalu mereka saling bertanya.  Kemudian Allah menahan roh orang yang telah meninggal, dan mengembalikan roh orang-orang yang masih hidup ke jasad mereka."

Ibnu Abi Hatim menyebutkan di dalam tafsirnya, dari As-Saddy tentang firman Allah (artinya), "Orang yang belum mati di waktu tidurnya."  Bahwa Allah memegang roh di dalam tidurnya itu, lalu roh orang yang masih hidup itu bertemu dengan roh orang yang telah meninggal, lalu mereka saling mengingat dan saling mengenal.  Kemudian roh orang yang masih hidup kembali ke jasadnya di dunia hingga sampai ajalnya, dan roh orang yang telah meninggal ingin kembali ke jasadnya tetapi ditahan."

Allah menahan roh orang yang telah meninggal, dan tidak mengembalikan ke jasadnya - kecuali setelah datangnya Hari Kiamat.  Dan, roh orang yang sedang tidur ditahan - lalu dikembalikan lagi ke jasadnya hingga ajal yang telah ditentukan, lalu roh ini ditahan pula ketika telah meninggal dunia.

Allah Subhanahu wa Ta'ala mengabarkan, bahwa ada 2 (dua) bentuk penahanan, yaitu Penahanan Besar yang disebut penahanan roh karena telah meninggal, dan Penahanan Kecil ketika tidur.  Jadi, roh tersebut dapat dibedakan menjadi dua macam;

1.  Roh yang telah ditetapkan kematiannya, lalu ia ditahan di sisi Allah, yakni panahan karena kematian.

2.  Roh yang masih mempunyai sisa hidup hingga waktu yang telah ditentukan, yakni yang dikembalikan ke jasadnya hingga berakhirnya sisa waktu yang telah ditentukan itu.

Allah menjadikan penahanan dan pengembalian sebagai Dua Hukum bagi jiwa yang dipegang - seperti yang disebutkan dalam ayat tersebut.  Yang ini ditahan, dan yang itu dikembalikan.

Adanya pertemuan antara roh orang-orang yang masih hidup dengan roh orang-orang yang telah meninggal menunjukkan, bahwa orang yang masih hidup dapat melihat orang yang telah meninggal di waktu tidurnya (mimpi).  Sehingga, orang yang masih hidup dapat mencari informasi (khabar) dari orang yang telah meninggal.  Dan, orang yang telah meninggal bisa mengabarkan apa-apa yang tidak diketahui oleh orang yang masih hidup, sehingga khabar itupun menjadi sinkron.

Roh orang yang telah meninggal juga dapat mengabarkan apa yang telah lampau dan yang akan datang.  Bahkan, boleh jadi ia mengabarkan harta yang pernah dipendamnya di suatu tempat, yang tidak diketahui oleh siapapun selain dirinya.  Atau, boleh jadi ia mengabarkan tentang hutang yang belum dilunasinya, lalu ia menyebutkan bukti-bukti dan saksi-saksinya.

Yang lebih jauh dari gambaran itu semua adalah, bahwa roh orang yang telah meninggal bisa mengabarkan suatu amalan yang tidak pernah diketahui oleh siapapun.  Yang lebih menakjubkan lagi, ia bisa mengabarkan kepada orang yang masih hidup, "Engkau pernah bertemu dengan kami pada waktu ini dan itu," dan ternyata memang begitulah kenyataannya.

Boleh jadi roh itu mengabarkan beberapa urusan yang memberikan kepastian kepada orang yang masih hidup - karena memang tak seorangpun yang mengetahuinya.  Misalnya kisah Ash-Sha'b bin Jutsamah yang telah meninggal dunia, dan perkataannya kepada Auf bin Malik.  Begitu pula kisah Tsabit bin Qais bin Syammas, dan beberapa pengabaran yang disampaikannya kepada orang yang bermimpi bertemu dengannya, berkaitan dengan baju besinya dan hutang yang belum dilunasinya.

Hal yang serupa terjadi pada kisah Shadaqah bin Sulaiman Al-Ja'fary, pengabaran-pengabaran anaknya kepadanya - tentang apa yang dilakukannya setelah dia meninggal dunia.  Begitu pula kisah Syabib bin Syaibah dan perkataan ibunya setelah meninggal, "Semoga Allah memberikan balasan kebaikan kepadamu," karena ia telah mentalqini ibunya dengan kalimat, Laa Ilaha illallah ketika meninggalnya.  Begitu pula kisah Al-Fadl bin Al-Muwaffiq beserta anaknya, dan pengabaran-pengabaran bahwa dia mengetahui kedatangannya.

***

Sa'id bin Al-Musayyab berkata, "Abdullah bin Salam bertemu dengan Salman Al-Farisy.  Masing-masing berkata kepada yang lainnya, "Jika engkau meninggal lebih dulu daripada aku, maka temuilah aku - dan khabarkanlah kepadaku apa yang engkau dapatkan dari Rabb-mu.  Dan, jika aku yang lebih dulu mati daripada dirimu, maka aku akan menemuimu dan mengabarkan hal yang serupa kepadamu."

"Apakah orang yang telah meninggal dapat bertemu dengan orang yang masih hidup?"  tanya yang lain.

"Benar, roh mereka ada di Surga dan pergi menurut kehendaknya," jawabannya.

Sa'id menuturkan, "Maka, setelah si Fulan meninggal dunia, dia menemui temannya di dalam tidur, seraya berkata, 'Bertawakallah engkau, dan terimalah khabar gembira, karena aku tidak melihat suatu balasan seperti balasan karena tawakal.'"

***

Al-Abbas bin Abdul Muthallib berkata, "Aku benar-benar ingin bertemu dengan Umar di dalam mimpi.  Sebab, terakhir aku bertemu dengannya hampir setahun yang lalu.  Maka, ketika aku benar-benar bermimpi bertemu dengannya - dia sedang mengusap keringat di dahinya, dia berkata, 'Inilah waktu luangku.  Hampir saja tempat semayamku berguncang, kalau tidak karena aku bertemu dengan orang yang penuh belas kasih."

***

Ketika Syuraih bin Abid Ats-Tsamaly hampir mendekati ajal, Ghidhaif bin Al-Harits masuk ke dalam rumahnya dengan sikap yang amat serius, seraya berkata, "Wahai Abul Hajjah, jika engkau bisa menemui kami setelah engkau meninggal, maka lakukanlah."

Setelah Syuraih meninggal dunia sekian lama, barulah Ghudhaif bermimpi bertemu dengannya.  Ghudhaif bertanya, "Bukankah engkau benar-benar telah meninggal dunia?"

"Begitulah," jawab Syuraih.

"Bagaimana keadaanmu sekarang?"  tanya Ghudhaif.

"Rabb kami mengampuni dosa-dosa kami, dan tidak ada yang mendapat siksa kecuali Al-Ahradh," jawab Syuraih.

"Siapa yang dimaksud dengan Al-Ahradh itu?" tanya Ghudhaif.

"Orang-orang yang dituding dengan jari orang banyak karena sesuatu," jawab Syuraih.

(Boleh jadi, orang yang dituding tersebut mengajarkan sesuatu kepada manusia yang menyalahi tuntunan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, pen blog)

***

Abdullah bin Umar bin Abdul Aziz berkata, "Aku bermimpi bertemu dengan ayahku setelah beberapa lama beliau meninggal.  Seakan-akan dia sedang berada di sebuah taman.  Ayah menyodoriku beberapa buah - yang aku takwil sebagai anak.  Aku bertanya, 'Apa amalan yang paling utama menurut yang Ayah lihat?'

'Istighfar, wahai anakku,' jawabannya."

***

Maslamah bin Abdul Malik bermimpi bertemu dengan Umar bin Abdul Aziz setelah meninggalnya.  Dia bertanya, "Wahai Amirul Mukminin, aku bertanya-tanya bagaimana keadaanmu setelah meninggal dunia?"

"Wahai Maslamah, inilah waktuku yang luang.  Demi Allah, aku tidak memiliki waktu istirahat kecuali waktu ini saja," jawab Umar bin Abdul Aziz.

"Lalu, dimanakah engkau berada wahai Amirul Mukminin," tanya Maslamah.

"Aku bersama para Pemimpin pemberi petunjuk di Surga Adn," jawab Umar bin Abdul Aziz.

***

Shalih Al-Barad berkata, "Aku bermimpi bertemu Zararah bin Aufa setelah dia meninggal dunia.  Aku bertanya, "Semoga Allah merahmatimu.  Apa yang ditanyakan kepadamu, dan apa pula jawabanmu?"

Karena dia berpaling aku bertanya lagi, "Apa yang diperbuat Allah terhadap dirimu?"

Dia menjawab, "Aku dimuliakan karena kemurahan dan kemuliaan-Nya."

"Bagaimana keadaan Abul Ala' bin Yazid, saudaranya Mutharrif?" tanyaku.

Dia menjawab, "Dia berada di derajat yang tinggi."

"Apa amalan yang paling baik di sisi kalian?" tanyaku.

Dia menjawab, "Tawakkal, dan tidak berangan-angan yang muluk-muluk."

***

Malik bin Dinar berkata, "Aku bermimpi bertemu Muslim bin Yasar setelah dia meninggal dunia.  Aku mengucapkan salam kepadanya, tetapi dia tidak menyahutinya.  Aku bertanya, "Mengapa engkau tidak menjawab salamku?"

Dia menjawab, "Aku adalah orang yang telah meninggal.  Maka, bagaimana mungkin aku bisa menyahuti salammu?"

"Apa yang engkau temui setelah meninggal dunia?" tanyaku.

"Demi Allah, aku menemui guncangan dan gempa yang dahsyat."

"Lalu, apa setelah itu?" tanyaku.

Dia menjawab, "Mimpi yang kamu alami ini terjadi karena Allah yang Maha Pemurah.  Dia menerima kebaikan-kebaikan dari kami, dan mengampuni kesalahan-kesalahan kami, serta menjamin bagi kami kesudahannya."

Setelah itu Malik jatuh dan pingsan, dan beberapa hari kemudian dia jatuh sakit yang disusul dengan kematiannya.

***

Suhail saudaranya Hazm berkata, "Aku bermimpi bertemu Malik bin Dinar setelah dia meninggal dunia.  Aku bertanya kepadanya, "Wahai Abu Yahya, aku senantiasa berpikir, apa yang engkau bawa menghadap Allah?"

Dia menjawab, "Aku datang sambil membawa dosa yang banyak, lalu dosa-dosaku itu diampuni karena berbaik sangka kepada Allah."

***

Setelah Raja' bin Haiwah meninggal, isteri Abid bermimpi bertemu dengannya.  Maka, isteri bertanya kepadanya, "Wahai Abu Miqdam, kemanakah kalian menuju?"

Raja' menjawab, "Kepada kebaikan.  Tetapi setelah meninggalkan kalian kami terkejut, dan kami mengira Hari Kiamat telah tiba."

"Kalian terkejut karena apa?" tanya isteri Abid.

Dia menjawab, "Al-Jarrah dan rekan-rekannya masuk Surga sambil membawa beban mereka, sehingga mereka berjubel di pintu Surga."

***

Jamil bin Murrah berkata, "Mauriq Al-Ajly sudah kuanggap sebagai saudara sekaligus rekan.  Suatu hari aku bertanya kepadanya, "Siapapun di antara kita yang lebih dahulu meninggal, maka dia harus menemui yang lain, lalu mengabarkan apa yang dialaminya."

Ternyata Mauriq yang terlebih dahulu meninggal.  Tak lama setelah itu, isteriku bermimpi bertemu dengannya, seakan-akan dia menemui kami seperti yang dia lakukan semasa hidupnya.  Dia juga mengetuk pintu seperti yang biasa dia lakukan.  Isteriku berkata, "Aku bangkit untuk membukakan pintu baginya seperti yang biasa kulakukan jika ia datang, lalu aku berkata kepadanya, "Masuklah wahai Abul Mu'tamar, dan hampirilah pintu saudaramu."

Dia berkata, "Bagaimana aku bisa masuk sementara aku telah meninggal?  Aku datang hanya untuk mengabarkan kepada Jamil tentang apa yang diperbuat Allah terhadap diriku.  Beritahukanlah kepadanya, bahwa Allah menempatkan aku di dua kuburan."

***

Ketika Muhammad bin Sirin meninggal dunia, maka sebagian di antara rekannya ada yang merasakan kesedihan yang amat dalam.  Pada saat tidur dia bermimpi, dan melihat Muhammad bin Sirin dalam keadaan yang baik, seraya berkata, "Wahai saudaraku, aku telah melihatmu dalam keadaan yang membuatmu gembira.  Lalu, apa yang terjadi dengan Al-Hasan?"

Muhammad bin Sirin menjawab, "Dia diangkat 70 derajat di atasku."

"Mengapa demikian?  Padahal kami melihat engkau lebih utama dibandingkan dirinya?"

Dia menjawab, "Karena kesedihannya yang terus-menerus."

***

Ibnu Uyainah berkata, "Aku bermimpi bertemu dengan Sufyan Ats-Tsaury di dalam tidur.  Aku berkata, "Berilah aku nasihat."

Dia berkata, "Buatlah dirimu tidak dikenal oleh manusia."

***

Ammar bin Saif berkata, "Aku bermimpi bertemu Al-Hasan bin Shalih di dalam tidur, lalu kutanyakan kepadanya, "Sudah lama aku berharap dapat bertemu denganmu.  Maka, apa yang terjadi dengan dirimu, agar engkau dapat mengabarkannya kepada kami?"

Dia menjawab, "Terimalah khabar gembira, karena aku tidak melihat sedikitpun balasan yang lebih baik daripada berbaik sangka terhadap Allah."

***

Setelah Dhaigham, seorang ahli ibadah meninggal dunia, maka di antara rekannya ada yang bermimpi bertemu dengannya.  Dhaigham bertanya, "Apakah engkau mendoakan aku?"

Maka, rekannya menyebutkan alasan mereka mendoakannya.

Kemudian Dhaigham berkata, "Selagi engkau mendoakan aku, maka keuntungannya akan kembali kepada dirimu sendiri."

***

Setelah Rabi'ah meninggal, seorang rekannya bermimpi bertemu dengannya, dan dilihatnya dia sedang mengenakan pakaian dari sutera yang halus dan sutera yang tebal.  Sementara ketika matinya dia dikafani dengan kain jubah dan kain kerudung dari wool.  Rekannya bertanya, "Apa yang terjadi dengan kain jubah dan kain kerudung dari wool yang dulu digunakan sebagai kain kafanmu?"

Rabi'ah menjawab, "Demi Allah, Dia (Allah) melepaskannya dari badanku - lalu menggantinya dengan kain sutera yang engkau lihat ini.  Kain kafanku itu disingkirkan dan diikat, lalu dibawa ke 'Illiyyin - agar menjadi sempurna bagiku pada Hari Kiamat nanti."

Rekannya bertanya, "Untuk itukah engkau berbuat selama di dunia?"

Rabi'ah menjawab, "Yang demikian itu, karena aku melihat kemuliaan Allah yang diberikan kepada para wali-Nya."

"Apa yang terjadi dengan Abdah binti Kilab?"

Rabi'ah menjawab, "Tidak, sama sekali tidak.  Demi Allah, dia mengalahkan kami karena mendapatkan derajat yang tinggi."

"Mengapa demikian?  Padahal, menurut pandangan manusia engkau lebih banyak beribadah daripada dia?"

Rabi'ah menjawab, "Karena dia tidak peduli seperti apapun keadaannya di dunia - ketika memasuki waktu pagi dan sore hari."

"Apa yang terjadi dengan Abu Malik?" yang dimaksudkan adalah Dhaigham.

Rabi'ah menjawab, "Dia dikunjungi oleh Allah kapanpun yang dikehendaki-Nya."

"Apa yang terjadi dengan Bisyr bin Masur?"

Rabi'ah menjawab, "Bagus, benar-benar bagus.  Demi Allah, Dia (Allah) memberinya balasan yang lebih baik daripada apa yang dia diharapkan."

"Perintahkanlah kepadaku untuk mengerjakan sesuatu yang dapat mendekatkanku kepada Allah."

Rabi'ah berkata, "Hendaklah engkau banyak berdzikir kepada Allah, karena yang demikian itu akan lebih cepat mendatangkan kegembiraan di dalam kuburmu."

***

Setelah Abdul Aziz bin Sulaiman - seorang yang ahli ibadah meninggal dunia, di antara rekannya bermimpi bertemu dengannya dengan mengenakan pakaian berwarna hijau, dan di atas kepalanya terdapat mahkota dari mutiara.  Teman-temannya bertanya, "Bagaimana keadaanmu setelah meninggalkan kami?  Apa yang engkau rasakan setelah meninggal?  Bagaimana urusan yang engkau lihat di sana?"

Maka, dia menjawab, "Tentang kematian janganlah engkau tanyakan bagaimana kerasnya, kesusahan, dan kesedihannya.  Hanya saja, Rahmat Allah meliputi kami dari segala aib, dan kami tidak mendapatkan kecuali karunia-Nya."

***

Shalih bin Bisyr berkata, "Setelah Atha' As-Salmy meninggal dunia, aku bermimpi bertemu dengannya di dalam tidur.  Aku bertanya, "Wahai Abu Muhammad, bukankah engkau sekarang bersama orang-orang yang telah meninggal dunia?"

"Begitulah," jawabnya.

"Bagaimana keadaanmu setelah meninggal dunia?"

Dia menjawab, "Demi Allah, keadaan ku baik-baik.  Dan, kudapati Allah Maha Pengampun dan menerima syukur."

"Demi Allah, sewaktu hidup di dunia engkau lebih banyak ditimpa kesedihan."

Dia berkata sambil tersenyum, "Demi Allah, yang demikian itu justru membuatku dalam ketenteraman yang terus-menerus dan kekal."

"Di derajat manakah engkau saat ini?"

Dia menjawab, "Bersama orang-orang yang diberi nikmat oleh Allah, dari para Nabi, Shiddiqqin, Syuhada', dan Shalihin, dan mereka adalah teman yang sebaik-baiknya."

***

Setelah Ashim Al-Jahdary meninggal dunia, di antara keluarganya ada yang bermimpi bertemu dengannya.  Keluarganya itu bertanya, "Bukankah engkau benar-benar telah meninggal dunia?"

Ashim menjawab, "Begitulah."

"Di mana engkau sekarang?"

Dia menjawab, "Demi Allah, aku sekarang berada di taman-taman Surga bersama beberapa rekanku.  Kami berkumpul pada setiap malam Jum'at dan pagi harinya, menemui Bakar bin Abdullah Al-Mazny, untuk mendengar khabar tentang kalian."

"Apakah itu jasad kalian atau roh kalian?"

Dia menjawab, "Sama sekali tidak.  Jasad telah hancur.  Roh kamilah yang saling bertemu."

***

Murrah Al-Hamdzany memiliki kebiasaan lama kalau bersujud, sehingga tanah-tanah mengusamkan keningnya.  Setelah dia meninggal dunia, ada salah seorang dari keluarganya bermimpi bertemu dengannya, dan bekas sujudnya itu seperti bintang kejora.  Keluarganya bertanya, "Apakah bekas yang menempel di keningmu itu?"

Dia menjawab, "Bekas sujud karena pengaruh tanah itu diberi cahaya."

"Dimana martabatmu di Akhirat?"

Dia menjawab, "Di martabat yang baik, suatu tempat tinggal yang penghuninya tidak berpindah dan tidak mati."

***

Abu Ya'qub Al-Qary berkata, "Ketika tidur, aku bermimpi dengan seorang laki-laki yang kulitnya sawo matang dan tinggi perawakannya.  Banyak orang yang membuntuti di belakangnya.  Aku bertanya, "Siapakah orang itu?"

Orang-orang menjawab, "Dia adalah Uways Al-Qarny."

Maka, akupun juga mengikut di belakangnya.  Lalu, aku katakan kepadanya, "Berilah aku nasihat, semoga Allah merahmatimu."

Dia menampakkan wajah yang kurang suka kepadaku.  Tapi aku berkata lagi, "Aku adalah orang yang mengharapkan petunjuk.  Maka berilah aku petunjuk.  Semoga Allah merahmatimu."

Akhirnya dia menghadap ke arahku dan berkata, "Carilah Rahmat Allah dengan mencintai-Nya.  Waspadailah kemurkaan-Nya pada saat durhaka kepada-Nya.  Dan, janganlah engkau memupuskan harapanmu terhadap-Nya pada waktu itu."  Setelah itu ia berpaling dan pergi meninggalkan aku.

***

Ibnus Sammak berkata, "Aku bermimpi bertemu Mas'ar di dalam tidur, lalu kutanyakan padanya, "Apakah amalan yang paling utama menurutmu?"

Dia menjawab, "Majelis dzikir."

Al-Ajlah berkata, "Aku bermimpi bertemu Salamah bin Kuhail di dalam tidur, lalu kutanyakan padanya, "Apakah amal yang paling utama menurutmu?"

Dia menjawab, "Shalat malam."

***

Abu Bakar bin Abu Maryam berkata, "Aku bermimpi bertemu Wafa' bin Bisyr setelah dia meninggal dunia, kutanyakan padanya, "Apa yang engkau kerjakan, wahai Wafa'?"

Dia menjawab, "Aku selamat setelah melakukan segala upaya."

"Amal apa yang kalian dapati paling utama?" tanyaku.

Dia menjawab, "Menangis karena takut kepada Allah."

***

Al-Laits bin Sa'd menuturkan dari Musa bin Wardan, bahwa dia bermimpi bertemu Abdullah bin Abu Habibah setelah dia meninggal.  Abdullah bin Abu Habibah berkata, "Kebaikan-kebaikan dan keburukan-keburukanku diperlihatkan kepadaku.  Aku melihat dalam kebaikan-kebaikanku ada yang berupa biji delima - aku mengambilnya, lalu kumakan.  Aku melihat dalam keburukan-keburukanku ada yang berupa dua benang sutera dalam kopiahku."

***

Sunid bin Daud berkata, "Keponakanku Juhairitah bin Asma' memberitahu ku, dia berkata, "Dahulu ketika kita berada di Abadan, ada seorang pemuda penduduk Kufah dan seorang ahli ibadah yang mendatangi kami.  Dia meninggal pada siang hari yang sangat panas.  Aku berkata, "Kita berteduh dulu, dan setelah itu kita urus jenazahnya."  Pada saat itu aku tertidur, dan aku bermimpi seakan-akan aku berada di sebuah area kuburanDi area kuburan itu ada sebuah kubah dari mutiara yang bercahaya dan sangat indah.  Ketika aku sedang melihatnya, kubah itu terbelah dan dari bagian dalamnya muncul seorang gadis yang kecantikannya belum pernah aku saksikan sebelum itu.  Gadis itu menghampiriku seraya berkata, 'Demi Allah, janganlah engkau menahan pemuda itu dari hadapan kami hingga waktu Dzuhur.'

Seketika itu pula aku terbangun terperanjat, dan aku langsung mengurus jenazahnya, dan kugali liang kubur di tempat kubah yang kulihat dalam mimpiku, dan jasadnya dikuburkan di sana."

***

Abdul Malik bin Itab Al-Laitsy berkata, "Aku bermimpi bertemu Amir bin Qais di dalam tidur.  Aku bertanya kepadanya, "Apa yang diperbuat Allah terhadap dirimu?"

"Allah mengampuni dosaku," jawabnya.

"Dengan apa Dia mengampunimu?" tanyaku.

"Dengan shalat dan puasa," jawabnya.

"Apakah engkau melihat Manshur bin Zadan?"

Dia menjawab, "Sama sekali tidak.  Tetapi kami melihat Istananya dari kejauhan."

***

Yazid bin Nu'amah berkata, "Ada seorang gadis yang meninggal dunia karena wabah Pes yang berjangkit.  Ayahnya bermimpi bertemu dengannya, seraya bertanya, "Wahai puteriku, beritahukanlah kepadaku tentang Akhirat."

Gadis itu berkata, "Wahai Ayah, aku menghadapi urusan yang Agung, yang kita ketahui namun tidak pernah kita amalkan, sedang kalian beramal dan tidak mengetahui.  Demi Allah!  Satu kali Tasbih, atau dua kali, satu raka'at atau dua raka'at dalam lembaran amalku - lebih aku cintai daripada dunia dengan segala isinya."

***

Katsir bin Murrah berkata, "Aku bermimpi dalam tidurku seakan-akan masuk pada tingkatan yang tinggi dalam Surga.  Aku berkeliling di sana, dan akupun terkagum-kagum melihat keadaannya.  Tiba-tiba aku bertemu dengan sekumpulan wanita di pojok masjid.  Aku mengucapkan salam kepada mereka, lalu kutanyakan, "Dengan apa kalian sampai ke tingkatan ini?"

Mereka menjawab, "Dengan sujud dan takbir."

***

Muzahim, pembantu Umar bin Abdul Aziz menyebutkan dari Fathimah binti Abdul Malik, isteri Umar bin Abdul Aziz, dia berkata, "Suatu hari Umar bin Abdul Aziz terbangun dari tidurnya, lalu dia berkata, 'Aku baru saja bermimpi (sesuatu) yang sangat mengagumkan.'

'Mimpi apa itu?' tanya isteri Umar.

'Aku tidak akan menceritakannya kepadamu, kecuali setelah tiba waktu pagi,' kata Umar.

Ketika telah tiba waktu Subuh, dia bangun dan shalat, lalu kembali ke tempat duduknya.

Isteri Umar menuturkan, 'Kugunakan kesempatan itu untuk mendekatinya, lalu kukatakan, 'Beritahukanlah mimpimu semalam.'

Umar berkata, 'Aku bermimpi seakan-akan aku diangkat ke suatu tanah yang luas dan hijau, seakan-akan itu merupakan permadani yang hijau.  Di sana ada sebuah Istana yang berwarna putih - sepertinya terbuat dari perak.  Kemudian ada seseorang yang keluar dari dalam Istana itu sambil berseru dengan lantang, 'Mana Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthallib?  Mana Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam?'  Maka muncullah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu masuk ke dalam Istana itu.  Kemudian, ada orang lain yang keluar dari dalam Istana, lalu berseru dengan suara lantang, 'Mana Abu Bakar Ash-Shiddiq?  Mana Abu Qahafah?  Maka, Abu Bakar muncul lalu masuk ke dalam Istana.  Kemudian, ada orang lain lagi yang keluar dari dalam Istana dan berseru, 'Mana Umar bin Al-Khaththab?'  Maka muncullah Umar bin Al-Khaththab, lalu masuk ke dalam Istana.  Kemudian, ada orang lain yang keluar dari dalam Istana, dan berseru, 'Mana Utsman bin Affan?'  Maka, Utsman bin Affan muncul lalu masuk ke dalam Istana itu.  Kemudian, ada orang lain lagi yang keluar dari dalam Istana dan berseru, 'Mana Ali bin Abu Thalib?'  Maka, dia muncul lalu masuk ke dalam Istana.  Kemudian ada orang lain lagi yang keluar dari dalam Istana dan berseru, 'Mana Umar bin Abdul Aziz?'  Lalu Umar berkata, 'Maka aku bangkit, hingga aku masuk ke dalam Istana.  Aku mendekat ke arah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dan orang-orang yang disebutkan tadi ada di sekeliling Beliau.  Aku bertanya-tanya di dalam hati, 'Di sebelah mana aku harus duduk?  Maka, aku putuskan untuk duduk di sebelah Umar bin Al-Khaththab.  Ketika aku sedang memeriksa, ternyata Abu Bakar berada di sebelah kanan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dan di sebelah Abu Bakar ada satu orang lagi.  Aku bertanya, 'Siapakah orang yang berada di antara Abu Bakar dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam itu?'  Ada yang menjawab, 'Dia adalah Isa bin Maryam.'  Tiba-tiba ada yang berbisik kepadaku, namun antara diriku dan dirinya ada pembatas berupa cahaya, 'Wahai Umar bin Abdul Aziz, pegangilah apa yang ada pada dirimu selama ini, dan teguhkanlah hatimu padanya.'  Kemudian, seakan-akan dia mengizinkan aku untuk keluar.  Maka, akupun keluar dari Istana itu.  Aku menoleh ke belakang, ternyata Utsman bin Affan juga ikut keluar dari Istana seraya berkata, 'Segala puji bagi Allah Yang telah menolongku.'  Kulihat Ali bin Abu Thalib juga keluar dari Istana seraya berkata, 'Segala puji bagi Allah Yang telah mengampuni aku.'

***

Sa'id bin Abu Urubah menuturkan dari Umar bin Abdul Aziz, dia berkata, "Aku bermimpi bertemu dengan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, sementara Abu Bakar dan Umar duduk di sisi Beliau.  Aku mengucapkan salam - lalu ikut duduk.  Ketika aku sedang duduk itu muncul Ali dan Mu'awiyah, lalu keduanya dimasukkan ke dalam satu rumah yang pintunya tetap terbuka, sehingga aku dapat melihat.  Tak seberapa lama berselang Ali keluar dari rumah seraya berkata, 'Aku telah diberi keputusan oleh Rabbul Ka'bah.'  Tak berapa lama kemudian Mu'awiyah juga keluar dari rumah itu seraya berkata, 'Aku telah diampuni Rabbul Ka'bah.'"

***

Hammad bin Abu Hasyim berkata, "Ada seorang laki-laki menemui Umar bin Abdul Aziz seraya berkata, 'Aku bermimpi bertemu dengan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam di dalam tidur, sementara Abu Bakar ada di sisi kanan Beliau, dan Umar di sisi kiri Beliau.  Lalu, datang dua orang yang saling bertengkar, sementara engkau berada di hadapan kedua orang itu sambil duduk.  Lalu, dikatakan kepadamu, 'Wahai Umar, jika engkau beramal maka beramallah seperti kedua orang ini,'  yang dimaksudkan nya adalah Abu Bakar dan Umar.

Umar bin Abdul Aziz meminta orang tersebut untuk bersumpah atas Nama Allah, dan bertanya, 'Apakah engkau benar-benar bermimpi seperti itu?'

Maka orang itupun bersumpah, dan setelah itu Umar bin Abdul Aziz menangis."

***

Abdurrahman bin Ghunm berkata, "Aku bermimpi bertemu Mu'adz bin Jabal tiga hari setelah dia meninggal.  Dia naik di atas punggung kuda yang amat bagus.  Sementara, di belakangnya ada beberapa orang yang kulitnya putih - mengenakan pakaian yang berwarna hijau, dan mereka juga menaiki kuda-kuda yang bagus.  Mu'adz yang berada di depan berkata, 'Alangkah baiknya sekiranya kaumku mengetahui, apa yang menyebabkan Rabb-ku memberikan ampunan kepadaku, dan menjadikan aku termasuk orang-orang yang dimuliakan.'  Kemudian dia menoleh ke arah kiri dan kanan seraya berkata, 'Wahai Ibnu Rawahah, wahai Ibnu Mazh'un, segala puji bagi Allah Yang telah memenuhi janji-Nya kepada kami, dan telah memberikan kepada kami tempat ini, sedang kami diperkenankan menempati tempat di dalam Surga - dimana saja yang kami kehendaki.  Maka, Surga itulah sebaik-baik balasan bagi orang yang beramal.'  Kemudian Mu'adz menyalami aku sambil mengucapkan salam."

***

Qubaishah bin Uqbah berkata, "Aku bermimpi bertemu Sufyan Ats-Tsaury di dalam tidur setelah dia meninggal dunia.  Aku bertanya kepadanya, 'Apa yang diperbuat Allah terhadapmu?'

Dia menjawab, 'Aku melihat dengan mata-kepalaku sendiri Rabb-ku, dan Dia berfirman kepadaku, 'Selamat datang, Aku Ridha kepadamu wahai Abu Sa'id.  Engkau biasa mendirikan shalat jika malam telah merangkak, dengan kata-kata yang sedih dan hati yang pasrah.  Maka, silahkan pilih Istana mana yang Engkau inginkan.  Dan, kunjungilah Aku (Allah) - karena Aku tidak jauh darimu.'"

***

Sufyan bin Uyaibah berkata, "Aku bermimpi bertemu dengan Sufyan Ats-Tsaury setelah dia meninggal dunia, seakan-akan dia berterbangan di Surga - dari satu pohon kurma ke pohon lainnya, dan dari satu pohon ke pohon kurma, seraya berkata, 'Untuk kemenangan seperti inilah hendaknya berusaha orang-orang yang suka bekerja.'

Ada yang bertanya kepadanya, 'Dengan apa engkau dimasukkan ke dalam Surga?'

Dia menjawab, 'Dengan menghindarkan diri dari keduniaan.'

'Apa yang terjadi dengan Ali bin Ashim?'

Dia menjawab, 'Aku tidak melihatnya melainkan seperti bintang.'"

***

Syu'bah bin Al-Hajjaj, dan Mas'ar bin Al-Kaddam, adalah dua orang penghapal Al-Qur'an dan dua orang yang mulia.  Abu Ahmad Al-Buraidy berkata, "Aku bermimpi bertemu dengan keduanya setelah keduanya meninggal dunia.  Lalu, aku bertanya kepada Syu'bah, 'Wahai Abu Bustham, apa yang diperbuat Allah terhadap dirimu?'

Dia menjawab, 'Semoga Allah melimpahkan Taufik kepada dirimu.  Ingatlah apa yang aku katakan ini.  Bahwa, Ilah-ku menempatkan aku di taman yang memiliki 1000 (seribu) pintu yang terbuat dari perak dan mutiara.  Dia berfirman kepadaku, 'Wahai Syu'bah, orang yang haus mengumpulkan ilmu dan memperbanyaknya.  Engkau mendapatkan nikmat sehingga dapat berdekatan dengan-Ku.  Aku ridha kepadamu dan kepada seorang hamba yang suka bangun malam, dialah Mas'ar.  Aku memberi kesempatan kepada Mas'ar untuk mengunjungi Aku, dan akan Kubukakan Wajahku Yang Mulia, agar dia dapat menandang-Nya.  Inilah yang Kuperbuat terhadap orang-orang yang banyak beribadah, dan tidak berbuat kemungkaran.'"

***

Ahmad bin Muhammad Al-Labady berkata, "Aku bermimpi bertemu Ahmad bin Hambal dalam tidur.  Lalu, kutanyakan kepadanya, 'Wahai Abu Abdullah, apa yang diperbuat Allah terhadap dirimu?'

Dia menjawab, 'Dia mengampuni dosa-dosaku.  Kemudian Allah berfirman, 'Hai Ahmad, apakah engkau menganggap-Ku akan menjatuhkan hukuman 60 x cambukan?'

Aku menjawab, 'Benar, wahai Rabb-ku.'

Lalu Dia berfirman, 'Inilah Wajah-Ku, Aku telah membuka-Nya bagimu.  Maka, pandanglah.'"

***

Abu Bakar Ahmad bin Muhammad bin Al-Hajjaj berkata, "Aku diberitahu seorang laki-laki dari penduduk Thursus.  Dia berkata, 'Aku berdo'a kepada Allah agar aku bermimpi bertemu dengan orang-orang yang telah dikubur, sehingga aku bisa bertanya kepada mereka tentang Ahmad bin Hambal, apa yang diperbuat Allah terhadap dirinya?  Maka, 20 (duapuluh) tahun kemudian aku bermimpi dalam tidurku, seakan-akan para ahli kubur berdiri di atas kuburan mereka, lalu mereka berkata kepadaku, 'Hai, engkau berdo'a kepada Allah agar engkau dapat bermimpi bertemu dengan kami, lalu engkau akan bertanya kepada kami tentang seseorang - yang semenjak dia meninggalkan kalian telah ditempatkan para Malaikat di bawah sebatang pohon yang bagus.'

Abu Muhammad Abdul-haqq berkata, 'Perkataan para ahli kubur ini hanya ingin menggambarkan ketinggian derajat Ahmad bin Hambal, dan keagungan kedudukannya, sehingga merekapun tidak sanggup menggambarkannya secara tepat, dan bagaimana keadaannya.  Yang pasti, seperti itulah yang dimaksudkan."

***

Abu Ja'far As-Saqa', rekan dari Bisyr bin Al-Harits berkata, "Aku bermimpi bertemu dengan Bisyr Al-Hafy dan Ma'ruf Al-Kurkhy, seakan-akan keduanya mendatangiku.  Aku bertanya, 'Dari mana?'

Keduanya menjawab, 'Dari Surga Firdaus.  Kami baru saja mengunjungi orang yang pernah diajak berbicara oleh Allah, yaitu Musa.'

***

Ashim Al-Jarzy berkata, "Dalam tidurku aku bermimpi seakan-akan bertemu dengan Bisyr bin Al-Harits.  Maka, aku bertanya kepadanya, 'Dari mana engkau, wahai Abu Nashr?'

Dia menjawab, 'Dari 'Illiyyin.'

'Apa yang terjadi dengan Ahmad bin Hambal?'

'Barusan aku meninggalkannya bersama Abdul Wahhab Al-Warraq di hadapan Allah.  Keduanya sedang makan dan minum,' jawabnya.

'Lalu, bagaimana dengan dirimu?'

Dia menjawab, 'Allah mengetahui aku kurang suka makanan.  Maka Dia memperkenankan diriku untuk memandang-Nya saja.'

***

Abu Ja'far As-Saqa' berkata, "Aku bermimpi bertemu dengan Bisyr bin Al-Harits setelah dia meninggal.  Aku bertanya kepadanya, 'Wahai Abu Nashr, apa yang diperbuat Allah terhadap dirimu?'

Dia menjawab, 'Allah menyayangiku dan merahmatiku.  Dia juga berfirman kepadaku, 'Wahai Bisyr, sekiranya engkau bersujud kepada-Ku di atas bara api, maka engkau belumlah memenuhi rasa syukur atas apa-apa yang Aku masukkan ke dalam hati para hamba-Ku.'  Lalu, Allah memperkenankan diriku untuk memasuki separuh Surga.  Maka, aku segera masuk ke sana - dari arah manapun yang aku kehendaki.  Dan, Dia berjanji untuk mengampuni dosa orang-orang yang mengiringi jenazahku.'

Aku bertanya, 'Bagaimana keadaan Abu Nashr At-Tammar?'

Dia menjawab, 'Dia berada di atas semua manusia karena kesabarannya menerima cobaan dan kemiskinannya.'

Abdul-haqq berkata, 'Boleh jadi yang dimaksudkan separuh Surga itu adalah separuh kenikmatan-kenikmatan yang terdapat di dalamnya, karena memang kenikmatan di dalam Surga itu ada dua paruh, separuh merupakan kenikmatan rohani, dan separuh yang lain merupakan kenikmatan fisik.  Pada awal mulanya mereka mereguk kenikmatan rohani.  Jika roh telah dikembalikan ke jasad - maka kenikmatan rohani itu ditambah dengan kenikmatan fisik.'

Sedangkan yang lainnya berkata, 'Kenikmatan-kenikmatan Surga itu berkaitan dengan Ilmu dan Amal.  Bagian yang diterima Bisyr adalah karena amal, dan lebih baik daripada bagiannya karena ilmu.  Tetapi, Allah-lah Yang lebih mengetahuinya.'"

***

Seseorang yang shalih berkata, "Aku bermimpi bertemu dengan Abu Bakar Asy-Syibly, yang sedang duduk di sebuah majelis di musim semi pada suatu tempat yang biasa dia duduki.  Dia menemuiku dengan pakaian yang amat bagus.  Maka, aku bangkit untuk menyambut kedatangannya, dan kuucapkan salam kepadanya.  Kemudian, aku duduk di hadapannya.  Aku bertanya, 'Siapakah di antara teman-temanmu yang tempatnya paling dekat denganmu?'

Dia menjawab, 'Orang yang paling banyak berdzikir kepada Allah, yang paling banyak memenuhi hak Allah, dan yang paling cepat mencari keridhaan-Nya.'

***

Abu Abdurrahman As-Sahily berkata, "Aku bermimpi bertemu Maisarah bin Sulaim setelah dia meninggal dunia.  Aku berkata kepadanya, 'Sudah sekian lama engkau tiada '

Dia menimpali, 'Perjalanan yang teramat panjang.'

'Lalu, bagaimana keadaanmu?' tanyaku.

Dia menjawab, 'Allah memberikan keringanan kepadaku, karena dulu aku suka memberi fatwa yang meringankan.'

'Apa yang bisa engkau perintahkan kepadaku?'

Dia berkata, 'Mengikuti atsar, dan bersahabat dengan orang-orang yang baik, tentu keduanya bisa menyelamatkan dari Neraka, dan mendekatkan diri kepada Allah.'"

***

Abu Ja'far Adh-Dharir berkata, "Aku bermimpi bertemu dengan Isa bin Zadan setelah dia meninggal dunia.  Aku bertanya kepadanya, 'Apa yang diperbuat Allah terhadap dirimu?'

Dia menjawab, 'Aku melihat Bidadari-bidadari yang cantik jelita membawa nampan-nampan minuman, bernyanyi sambil berjalan, dan baju-baju mereka tergerai.'"

***

Di antara rekan Ibnu Juraij berkata, "Aku bermimpi seakan-akan aku mendatangi kuburan yang ada di Makkah ini.  Aku melihat di setiap kuburan ada tendanya.  Di atas salah satu kuburan terdapat tenda, rumah dari bulu, dan pohon Bidara.  Aku masuk ke dalam tenda itu sambil mengucapkan salam.  Ternyata di dalamnya ada Muslim bin Khalid Az-Zanjy, akupun mengucapkan salam kepadanya.  Aku bertanya, 'Wahai Abu Khalid, mengapa di atas kuburan-kuburan itu terdapat tenda, sementara di atas kuburanmu terdapat tenda, rumah dari bulu dan Bidara?'

Dia menjawab, "Sebab aku dahulu banyak berpuasa.'

'Lalu, dimana kuburan Ibnu Juraij dan dimana posisinya?  Dulu aku suka duduk-duduk dengannya, dan saat ini aku ingin mengucapkan salam kepadanya.'

Dia menjawab, 'Dimana kuburan Ibnu Juraij?  Dia diangkat ke 'Illiyyin,' katanya sembari memutar-mutar jari telunjuknya.'"

***

Hammad bin Salamah bermimpi bertemu dengan rekannya yang telah meninggal.  Hammad bertanya kepadanya, "Apa yang diperbuat Allah terhadap dirimu?"

Rekannya menjawab, "Allah berfirman kepadaku, 'Sudah cukup lama penderitaanmu di dunia, dan kini Aku panjangkan ketenangan dan kenikmatanmu.'"

***

Ini merupakan permasalahan yang sangat panjang dan luas untuk disampaikan pada kesempatan ini.

Jika engkau masih sulit untuk mempercayainya disebabkan itu hanya sekedar mimpi, yang mungkin tidak terjaga dari kekeliruan dan kesalahan, maka cermatilah baik-baik penuturan seseorang yang bermimpi bertemu dengan temannya, atau kerabatnya, atau siapapun (yang telah meninggal dunia), lalu orang yang telah meninggal itu mengabarkan sesuatu yang tidak diketahui oleh siapapun, kecuali orang yang bermimpi tersebut.

Atau, dia (yang telah meninggal) memberitahukan harta yang disimpannya ketika masih hidup, atau memberitahukan sesuatu yang akan terjadi, lalu apa yang diberitahukan itu benar-benar terjadi seperti yang dikatakannya.  Atau, dia memberitahukan ihwal (kejadian, masalah, peristiwa, dll) tentang kematiannya dan kematian keluarganya, ternyata persis seperti yang dikhabarkannya.

Atau, dia mengabarkan sebuah tanah yang subur, atau tanah yang tandus, atau tentang musuh, musibah, penyakit, atau suatu tujuan, yang kenyataannya persis seperti yang dikhabarkannya.  Yang demikian itu banyak terjadi, hanya Allah-lah Yang dapat menghitung jumlahnya.  Hal ini dapat terjadi pada siapapun, dan kami (Al-Imam Ibnu Qayyim) melihat yang demikian itu sebagai suatu keajaiban.

Mimpi itu sendiri ada 3 (tiga) macam;

1. Mimpi yang datangnya dari Allah.

2. Mimpi yang datangnya dari Syaithan.

3. Mimpi yang datangnya dari bisikan sanubari.

Mimpi yang benar itu ada beberapa macam, gambarannya seperti yang disebutkan dalam contoh berikut;

* Semacam Ilham, yang disusupkan Allah ke dalam hati hamba.  Hal ini berupa bisikan Allah terhadap hamba-Nya ketika tidur.  Seperti yang dikatakan Ubadah bin Ash-Shamid, dan yang lainnya.

* Mimpi yang disusupkan oleh Malaikat, yang memang telah ditugaskan untuk itu.

* Roh orang yang masih hidup bertemu dengan roh orang yang telah meninggal dunia, baik dari keluarga, kerabat, rekan, atau siapapun dia.

* Roh yang naik ke hadapan Allah (di langit), lalu Allah berfirman kepadanya.

* Roh yang (telah) masuk ke dalam Surga, dan melihat segala sesuatu yang terdapat di sana.

* Dan lain sebagainya.

Bertemunya roh orang yang masih hidup dengan roh orang yang telah meninggal dunia termasuk jenis mimpi yang benar, seperti yang dialami banyak manusia, dan termasuk hal yang dapat dirasakan (langsung).  Memang hal ini termasuk masalah yang masih rancu di kalangan (sebagian) manusia, akan tetapi bukan berarti perkara ini bisa ditolak semuanya, atau diterima semuanya.  Jiwa manusia bebas untuk memandang berdasarkan ilmu dan pengetahuannya.  Akan tetapi, jika jiwa itu benar-benar bebas, ia tidak pula mampu melihat Ilmu Allah yang disampaikan kepada para Rasul-Nya secara terperinci, tentang Rasul-Rasul dan umat-umat terdahulu, tentang Hari Kiamat, perintah, larangan, Asma' dan Sifat, dan lain sebagainya yang hanya dapat diketahui lewat Wahyu.  Namun, kebebasan jiwa itu seharusnya bisa membantu tercapainya pengetahuan tentang semua itu, yang relatif bisa didapatkan dengan cara yang mudah - tanpa harus membawa jiwa kepada aktivitas fisik.

Bila ada yang berkata, bahwa ini termasuk ilmu yang disampaikan kepada jiwa secara spontanitas, tanpa ada sebab musababnya.  Ini merupakan pendapat orang-orang yang terbiasa mengingkari sebab, dan hukum yang lebih kuat.  Mereka termasuk orang-orang yang menentang syari'at, akal, dan fitrah manusia yang sehat.

Abu Abdullah bin Mandah menyebutkan di dalam kitab, An-Nafsu wa Ar-Ruh, dari hadits Muhammad bin Humaid, kami diberitahu Abdurrahman bin Maghra', dari Salim bin Abdullah, dari ayahnya, dia berkata;

"Umar bin Al-Khaththab bertemu dengan Ali bin Abu Thalib, lalu Umar berkata kepadanya, 'Wahai Abul Hasan, boleh jadi engkau tahu dan kami tidak (mengetahui), atau kami yang mengetahui - engkau tidak.

Tiga hal akan aku tanyakan kepadamu, siapa tahu engkau mengetahui sebagian di antaranya.'

'Apa itu?' tanya Ali bin Abu Thalib.

Umar menjawab, 'Seseorang mencintai orang lain.  Padahal, orang yang mencintai itu tidak melihat suatu kebaikan pun pada diri orang yang dicintainya.  Seseorang membenci orang lain, padahal orang yang membenci tersebut tidak melihat satupun keburukan dari orang yang dibencinya.'

Ali berkata, 'Benar.  Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda;  'Sesungguhnya roh-roh itu seperti pasukan yang dimobilisasi, yang bertemu di tempat terbuka, dan merekapun (memiliki) rasa bosan.

Selagi roh-roh itu saling mengenal, maka ia akan bersatu.  Dan, selagi roh-roh itu saling mengingkari, maka ia akan berselisih.'

Umar berkata, 'Itu satu.'  Lalu ia melanjutkan perkataannya, 'Seseorang menyampaikan hadits, padahal dia lupa, justru pada saat lupa itulah dia menyebutkan hadits tersebut.'

Ali berkata, 'Benar.  Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda;  'Tidaklah ada di dalam hati-hati itu, melainkan ada satu hati yang terhalang mendung - seperti mendung yang menghalangi rembulan ketika rembulan itu bersinar.  Jika rembulan itu terhalangi oleh mendung, maka keadaan menjadi gelap.  Jika mendung itu menghilang, maka keadaan menjadi terang.  Ketika hati itu hendak memberitahukan (sesuatu), lalu terhalangi oleh mendung, maka ia akan lupa.  Jika mendung itu tersingkir, maka ia menjadi ingat kembali.'

Umar berkata, 'Itu yang kedua.'  Lalu ia melanjutkan perkataannya, 'Seseorang bermimpi.  Di antara mimpinya itu ada yang benar, dan ada pula yang dusta.'

Ali berkata, 'Benar.  Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda;  'Tidaklah seseorang tidur dengan lelap, melainkan rohnya dibawa (naik) ke 'Arsy.  Yang tidak bangun ketika tiba di 'Arsy, maka itulah mimpi yang benar.  Sedangkan yang terbangun sebelum sampai di 'Arsy itulah mimpi yang dusta.'

Umar berkata, 'Itulah tiga perkara yang selama ini aku cari jawabannya.  Segala puji bagi Allah, sehingga aku mengetahuinya sebelum aku mati.'

***

Baqiyyah bin Khalid berkata, "Kami diberitahu Shafwan bin Amr, dari Sulaim bin Amir Al-Hadhramy, dia berkata, 'Umar bin Al-Khaththab berkata, 'Aku heran terhadap mimpi seseorang, sehingga dia melihat sesuatu yang tidak pernah terlintas di dalam pikirannya, sehingga dia seperti memegang tangan dan melihat sesuatu, padahal itu tidak terjadi.'

Ali bin Abu Thalib menimpali, 'Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya Allah telah berfirman (artinya);

'Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya, dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya.  Maka, Dia tahan jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya, dan Dia lepaskan jiwa yang lain hingga waktu yang ditentukan.'

Ali berkata lagi, 'Roh-roh itu dibawa naik ketika tidur, dan apa-apa yang dilihatnya di langit, maka itu adalah kebenaran.  Ketika roh itu dikembalikan ke jasadnya, maka Syaithan menyeretnya ke udara dan mendustakannya.  Maka, mimpi yang dilihatnya saat itu adalah bathil.'"

Sulaim bin Amir berkata, "Maka, Umar bin Al-Khaththab menjadi kagum terhadap perkataan Ali itu."

***

Ath-Thabrany menyebutkan dari hadits Ali bin Thalhah, bahwa Abdullah bin Abbas berkata kepada Umar bin Al-Khaththab, "Wahai Amirul Mukminin, ada beberapa permasalahan yang ingin kutanyakan kepadamu."

"Bertanyalah semaumu," kata Umar.

"Wahai Amirul Mukminin, karena apa seseorang itu ingat?  Dan, karena apa (pula) seseorang itu lalai (lupa)."

"Karena apa mimpi itu (dikatakan) benar?  Dan, karena apa (pula) mimpi itu dikatakan dusta?"

Umar menjawab, "Sesungguhnya di atas hati itu terdapat awan, layaknya awan yang menutupi rembulan.  Jika awan ini menutupi hati, maka hati anak Adam menjadi lalai (lupa).  Jika awan itu hilang, maka hati menjadi ingat dan tidak lalai.

Lalu, karena apa mimpi itu menjadi benar dan dusta?  Sesungguhnya Allah telah berfirman (artinya);

'Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya, dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati diwaktu tidurnya.'  Siapa yang roh atau jiwanya masuk ke Kerajaan Langit, maka itu adalah mimpi yang benar, dan selagi ia tidak masuk ke kerajaan langit, maka itu adalah (mimpi) yang dusta."

***

Ibnu Luhai'ah meriwayatkan dari Ibnu Utsman bin Nu'aim Ar-Ru'ainy, dari Abu Utsman Al-Ashbahy, dari Abud Darda', dia berkata, "Jika seseorang tidur, maka rohnya dibawa naik sampai ke 'Arsy.  Jika roh itu suci, maka ia diperkenankan sujud di sana, dan jika roh itu kotor, maka ia tidak diperkenankan sujud di sana."

***

Boleh jadi ada dua roh yang serasi, dan hubungan keduanya sangat erat, sehingga yang satu dapat merasakan apa yang dirasakan oleh rekannya, sementara orang lain tidak merasakannya, karena tidak dekatnya hubungan.

Biasanya hal ini disertai berbagai kejadian yang aneh.

Maksudnya, roh orang-orang yang masih hidup dapat saling bertemu, sebagaimana roh orang yang masih hidup bertemu dengan roh orang yang telah meninggal.  Di antara orang Salaf ada yang berkata, "Sesungguhnya roh-roh itu saling bertemu di angkasa, saling mengenal atau saling mengingat.  Malaikat mimpi mendatangi roh-roh itu, dan menampakkan gambaran yang baik atau gambaran yang buruk.  Allah telah mengutus seorang Malaikat untuk menyampaikan mimpi yang benar, memberitahukan, atau mengilhamkan pengetahuan setiap jiwa, nama dan keadaannya - yang berkaitan dengan Agama, dunia, dan tabi'atnya, sehingga tidak ada yang tersamar (kabur) sedikitpun, dan tidak ada pula yang meleset.  Malaikat tersebut membawa Ilmu Ghaib Allah dari Ummul Kitab (Kitab Induk) sesuai dengan kebaikan dan keburukan orang itu, dalam hal Agama dan dunianya.  Dia diberi perumpamaan dan gambaran bentuk yang sesuai dengan kebiasaannya.  Terkadang dia diberi khabar gembira dengan suatu kebaikan yang pernah dikerjakannya, terkadang dia diberi peringatan dari kedurhakaan yang dilakukannya.  Terkadang dia diberi peringatan terhadap sesuatu yang tidak disenanginya, dan diberikan sebab-sebab yang bisa menghindarkan diri darinya, dan hikmah, atau kemaslahatan lain yang dijadikan Allah dalam mimpi - sebagai limpahan nikmat dan rahmat dari-Nya, kebaikan dan kemurahan-Nya.

Allah menjadikan salah satu di antara caranya adalah lewat pertemuan beberapa roh, yang kemudian saling mengingatkan.  Berapa banyak orang yang bertaubat, menjadi baik, dan Zuhud di dunia hanya karena mimpi yang dialaminya sewaktu tidur.  Berapa banyak orang yang mendapatkan harta terpendam lewat mimpi."

Di dalam kitab Al-Mujalasah karangan Abu Bakar Ahmad bin Marwan Al-Maliky, disebutkan dari Ibnu Qutaibah, dari Abu Hatim, dari Al-Ashma'y, dari Al-Mu'tamar bin Sulaiman, dari seseorang yang memberitahukan kepadanya, dia berkata;  "Suatu kali, kami bertiga mengadakan perjalanan jauh.  Ketika salah seorang di antara kami tidur, kami menyaksikan dari hidungnya keluar sesuatu seperti sebuah lampu, lalu lampu tersebut masuk ke dalam sebuah gua - tak jauh dari tempat kami, kemudian keluar lagi masuk ke dalam hidung teman kami.  Lalu, teman kami itu terbangun sambil mengusap-usap mukanya.  Dia berkata, 'Aku baru saja bermimpi yang sangat aneh.  Aku melihat di dalam gua itu begini dan begitu.'  Maka, kamipun masuk ke dalam gua itu, dan kami dapati di dalamnya ada sisa-sisa harta terpendam, entah sudah berapa lama."

***

Abdul Muthallib juga pernah bermimpi supaya datang ke Zam-zam.  Ketika datang ke sana dia mendapatkan harta terpendam.

***

Inilah Umair bin Wahb yang bermimpi seakan-akan ada orang yang berkata kepadanya, "Bangunlah, dan datanglah ke tempat ini dan itu dari sebuah rumah, lalu galilah, niscaya engkau akan mendapatkan harta peninggalan ayahmu."

Karena memang ayahnya pernah menimbun harta yang melimpah, dan dia keburu meninggal - tidak sempat meninggalkan wasiat tentang harta tersebut.  Maka, Umair langsung bangkit dari tidurnya - dan menggali rumah seperti yang ditunjukkan dalam mimpinya.  Ternyata di sana terdapat 10.000 Dirham, serta biji emas yang banyak.  Dengan uang itu ia bisa melunasi hutang-hutangnya, dan keadaan keluarganya pun menjadi mapan.  Hal itu terjadi setelah dia masuk Islam.  Ketika keadaan telah berubah, puterinya yang paling kecil berkata kepadanya, "Wahai Ayah, Rabb kita Yang mencintai kita dengan Agama-Nya, lebih baik daripada Hubal dan 'Uzza.  Kalau tidak karena ayah masuk Islam tentu harta benda ini tidak akan ditunjukkan, dan selama-lamanya ayah akan menyembah Hubal."

Ali bin Abu Thalib Al-Qairawany berkata, "Apa yang terjadi pada diri Umair ini, ditemukannya harta yang melimpah lewat mimpi, merupakan kejadian yang amat mengagumkan bagi kami.  Pada zaman kami, hal seperti ini pernah juga dialami Abu Muhammad Abdullah Al-Bughanisyi - seorang laki-laki yang shalih dan terkenal, karena seringnya bermimpi bertemu dengan roh orang-orang yang telah meninggal, dan juga bertanya kepada mereka tentang hal-hal ghaib.  Apa yang dialaminya itu diceritakan kepada keluarga dan kerabatnya, sehingga lambat-laut dia menjadi terkenal.

Suatu kali ada seseorang yang menemuinya, lalu mengadu bahwa seorang sahabat karibnya meninggal tanpa meninggalkan pesan apapun.  Padahal rekannya itu memiliki harta yang banyak, tetapi tidak diketahui dimana tempatnya.  Padahal harta tersebut bisa dimanfaatkan untuk kebaikan.

Maka, pada malam itu Abu Muhammad berdo'a kepada Allah, sehingga dia bermimpi bertemu dengan orang yang telah disebutkan ciri-cirinya.  Ketika dia menanyakan urusan di atas, maka orang tersebut memberitahukannya."

Berikut ini termasuk peristiwa yang jarang terjadi.

Ada seorang wanita tua yang shalihah meninggal dunia.  Sementara, dia hanya menitipkan tujuh Dinar kepada seorang wanita teman dekatnya.  Wanita yang dititipi itu datang kepada Abu Muhammad, dan mengadukan apa yang menimpa dirinya.  Wanita itu memberitahukan namanya dan nama wanita yang telah meninggal dunia.

Keesokan harinya wanita itu datang lagi menemui Abu Muhammad, dan Abu Muhammad berkata, "Fulanah berkata kepadamu, 'Hendaklah engkau kembali ke rumahku, hitunglah bilangan atap rumahnya sebanyak tujuh kayu, tentu di sana engkau akan mendapatkan uang Dinar pada kayu yang ke tujuh, yang tersimpan di dalam sobekan kain wool.'  Maka, wanita itu melakukan apa yang diperintahkan kepadanya, dan dia mendapatkan apa yang dikatakan rekannya yang telah meninggal dunia itu.

Kisah yang seperti masalah ini terlalu banyak untuk disebutkan.  Begitu pula tentang penggunaan sesuatu sebagai obat untuk mengobati penyakit menurut petunjuk mimpi yang dilihat ketika tidur.

Aku (Ibnu Qayyim) diberitahu tidak hanya oleh satu orang saja yang sebenarnya tidak pro kepada Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.  Bahwa, dia bermimpi bertemu dengan Syaikhul Islam setelah dia meninggal dunia.  Di dalam mimpinya dia bertanya tentang beberapa masalah Fara'idh (pembagian harta warisan) yang dianggapnya rumit, dan juga masalah-masalah yang lain, yang kemudian dijawab dengan benar oleh Syaikhul Islam.

Secara keseluruhan, dapat dikatakan bahwa masalah ini bukanlah termasuk sesuatu yang diingkari, kecuali oleh orang-orang yang bodoh dan tidak mengerti masalah roh, hukum-hukum, dan keadaannya.

oOo

Diringkas dan disadur dari kitab ROH, Ibnu Qayyim Al-Jauziyah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar