Sabtu, 16 Oktober 2021

INGIN

 


بسم الله الرحمان الرحيم

INGIN*


Adalah dia

Yang sering melupakan batas

Padahal batas adalah kesaksian

Yang menikam setiap jejak


Andai saja aku jadi dia

Akan kupotong leher dunia dan kuinjak ubun-ubunnya

Bukankah hidup hanya udara

Tak seindah Nirwana 


Bila resah menerpa

Ingin tak tahu harus berbuat apa

Tak bijak bila sodorkan fana

Karena jiwa tak membutuhkannya


Ceritera cinta hanya ada di pustaka**

Dalam tumpukan kata-kata

Kelak kan terbuka juntrungannya

Terletak di rak keberapa


oOo

(Kepada orang-orang yang pernah terjatuh)

Keinginan manusia inilah yang kerap menjadi sumber malapetaka.  Tidak setiap keinginan manusia harus diwujudkan.  Semua keinginan itu harus dilandasi ilmu Agama yang shahih,  agar tidak membinasakan pelakunya.  Sedangkan ilmu Agama tidak membutuhkan keinginan manusia sedikitpun.

Jika keinginan terhadap sesuatu ini tidak muncul, maka mereka tidak akan butuh padanya, dan tidak pula perlu diwujudkan, sehingga tidak membutuhkan pertanggungjawaban di Pengadilan Allah Subhanahu wa Ta'ala kelak.

Betapa sering kita lihat kejadian nyata, manusia yang berupaya mewujudkan keinginan yang tidak dilandasi ilmu syar'i, ternyata setelah keinginan itu terwujud justru membuat pelakunya jadi terhina dalam pandangan masyarakat maupun Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Ketika Iblis membangkitkan keinginan Bapak moyang manusia Adam 'alaihissalam dan Hawa agar hidup kekal di Surga, atau berubah menjadi Malaikat (makna yang termaktub pada QS. Al-A'raaf;  20) - pada saat itulah Beliau 'alaihissalam dan Hawa (isterinya) terjatuh pada kesalahan, melanggar larangan Allah 'Azza wa Jalla, yang mengakibatkan mereka diusir dari Surga.  Itulah bukti, bahwa setiap keinginan manusia itu harus dilandasi ilmu (Agama), agar kehidupannya selamat di dunia maupun Akhirat.  Akan tetapi Ilmu tidak membutuhkan keinginan manusia sedikitpun.

**  Cinta itu bukan untuk diceriterakan, tetapi ia lebih menuntut pembuktian, perjuangan, pengabdian dan pengorbanan yang sifatnya tersembunyi di dalam hati.  Di sanalah ditetapkan seberapa tinggi maqam (derajatnya).

(Baca pula puisi, NAIF)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar