بسم الله الرحمن الرحيم
Berkata Al-Imam Fudhail bin Iyadh rahimahullah;
"Tidak ada di dunia ini sesuatu yang lebih berat (untuk dihindari) daripada meninggalkan Syahwat."*
(Hilyatul Auliya, 8/98)
---
* Al-Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah mendefinisikan;
"Nafsu syahwat, adalah kecenderungan tabiat kepada sesuatu yang dirasa cocok. Kecenderungan ini merupakan suatu bentuk ciptaan (Allah) di dalam diri manusia sebagai urgensi kelangsungan hidupnya."
---
Oleh karena itu, agar kelangsungan hidup insan manusia selamat di dunia dan Akhirat dari segala fitnah (keburukan) dan diberkahi Allah Subhanahu wa Ta'ala, sesuatu yang dirasa cocok menurut akal pikiran dan perasaan manusia itu harus diselaraskan dengan bimbingan Syari'at Dzat Yang menciptakan manusia (Allah Subhanahu wa Ta'ala), yakni Al-Qur'an dan As-Sunnah. Jangan tertipu dengan propaganda Iblis dan Syaithan (dari golongan Jin dan manusia) yang selalu berupaya menjauhkan manusia dari Al-Qur'an dan As-Sunnah Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam, menganggap bahwa hukum keduanya hanya berlaku untuk orang-orang zaman dulu. Seperti ungkapan para petinggi salah satu Ormas Islam terbesar di negeri ini, bahwa manusia zaman sekarang memiliki permasalahan hidup yang berbeda dan lebih kompleks dibandingkan orang-orang zaman dulu, sehingga diperlukan landasan hukum yang baru pula, selain Al-Qur'an dan As-Sunnah. Na'udzubillahi min dzalika.
Allah 'Azza wa Jalla berfirman (artinya);
"Sesungguhnya nafsu itu senantiasa mendorong kepada keburukan-keburukan."
(QS. Yusuf; 53)
Jadi, Jangan dibalik, Al-Qur'an dan As-Sunnah yang disesuaikan (diselaraskan) dengan akal dan perasaan manusia, betapapun majunya zaman. Jangan tertipu dengan gelombang lautan manusia yang ingin meninggalkan (lari dari) keduanya. Karena tujuan Allah Subhanahu wa Ta'ala menciptakan Panca indera, akal dan perasaan manusia adalah untuk memahami segala Perintah dan Larangan-Nya yang termaktub dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah dengan benar dan lurus, serta menerapkannya dalam kehidupan. Bukan untuk menghakimi Keduanya berdasarkan syahwat manusia. Allah 'Azza wa Jalla pasti lebih mengetahui apa yang terbaik bagi manusia, siapapun manusianya, dimanapun mereka berada dan di zaman apa mereka hidup.
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala menegaskan;
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ ۗ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا
"Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguh dia telah sesat, (dengan) kesesatan yang nyata."
(QS. Al-Ahzab; 36)
Dalil di atas berlaku umum mencakup seluruh permasalahan (perkara) hidup manusia, baik urusan dunia maupun Akhirat mereka, karena keduanya saling berkaitan, sebagaimana keterkaitan dan keterikatan hubungan antara sebab dengan akibat (konsekuensi) yang tidak dapat diceraikan.
Sehingga, apabila Allah dan Rasul-Nya telah memutuskan suatu perkara, maka tidak seorangpun diperkenankan menentangnya, dan tidak boleh ada pilihan lain, atau pendapat lain, atau ucapan lain selain dari apa yang telah ditetapkan itu, jika memang mereka betul-betul beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.
(Baca artikel, CELAAN TERHADAP NAFSU, dan PERGESERAN), (pen blog).
oOo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar