Minggu, 14 April 2019

PERUMPAMAAN KEBENARAN DAN KEBATHILAN


بسم الله الر حمان الر حيم

Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala (artinya),
“Allah telah menurunkan air (hujan) Dari langit, maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya, maka arus itu membawa buih yang mengambang.  Dan, dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasan atau alat-alat – ada (pula) buihnya seperti buih arus itu.  Demikianlah Allah membuat perumpamaan (bagi) kebenaran dan kebathilan.”  (Ar-Ra’ad;  17)

Allah menyerupakan wahyu yang diturunkan-Nya untuk menghidupkan hati, pendengaran, dan penglihatan - dengan air yang diturunkan-Nya untuk menghidupkan tanah hingga menumbuhkan tanaman.  Allah menyerupakan hati dengan lembah.  Ada hati yang besar, dapat memuat ilmu yang banyak pula, seperti lembah yang luas, dapat memuat air yang banyak.  Ada pula hati yang kecil - seperti lembah yang sempit dan kecil, yang memuat air menurut ukurannya.  Hati itu memuat ilmu dan petunjuk menurut ukurannya.
Ketika air bercampur dengan tanah dan melewatinya, tentu akan muncul arus dan buih.  Begitu pula petunjuk dan ilmu, tatkala bercampur dengan hati, maka di dalamnya juga akan bergolak syahwat dan syubhat (kebathilan yang dibungkus dengan pakaian kebenaran), yang harus disingkirkan.  Hal ini seperti obat yang mendatangkan efek yang keras ketika baru diminum, yang dirasakan orang yang meminumnya, tetapi manfaatnya sangat besar.  Hati bergolak (menolak) syahwat dan syubhat untuk mengenyahkannya dan karena ia (fitrah hati yang sehat, pen.) tidak mau bersekutu (bercampur) dengannya.  Begitulah Allah membuat perumpamaan tentang kebenaran dan kebathilan.
Kemudian Allah menyebutkan perumpamaan yang berunsur api, “Dan dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasan atau alat-alat, ada (pula) buihnya seperti buih arus itu”.  Yang dimaksud buih di sini adalah kotoran atau kerak yang dihilangkan ketika melebur emas, perak, logam, atau besi.  Api yang membakarnya akan mengeluarkan kotoran itu dan memisahkannya dari substansi yang bermanfaat.  Kotoran itu dihilangkan dan dibuang secara sia-sia.  Begitu pula syahwat dan syubhat yang tersingkirkan oleh ilmu dan petunjuk dari hati orang-orang yang beriman (mukmin).  Hal itu seperti aliran air dan api yang menghilangkan buih dan kotoran.  Air yang jernih tergenang di tengah-tengah lembah, yang dapat dimanfaatkan manusia untuk minum, mengairi sawah, ladang, dan memberi minum hewan ternak.  Begitu pula iman yang tulus dan murni yang berada di tengah-tengah hati dan akar (dasarnya), yang dapat bermanfaat bagi pemiliknya dan orang lain.  Siapa yang belum memahami dua perumpamaan ini, dan tidak mencermatinya, serta tidak mengetahui apa yang dimaksudkan Allah Subahanahu wa Ta’ala dari dua perumpamaan tersebut, maka dia tidaklah termasuk orang yang berhak atas dua perumpamaan ini.  Hanya Allah-lah yang dapat memberi Taufik.[1]
Makna firman Allah, “Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit, maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya, maka arus itu membawa buih yang mengambang”, ini merupakan perumpamaan yang kedua.  Allah menyerupakan wahyu yang diturunkan-Nya bagi kehidupan hati – dengan air yang diturunkan-Nya dari langit.  Sementara hati yang mengemban wahyu itu seperti lembah yang dialiri air.  Hati yang besar akan memuat ilmu yang besar (banyak), seperti lembah yang membentang luas, yang mampu menampung air yang banyak.  Hati yang kecil seperti lembah yang sempit, yang hanya memuat ilmu yang sedikit.  Hati itu mengemban ilmu menurut ukurannya – sebagaimana lembah yang mampu menampung air menurut ukurannya.
Air yang mengalir di lembah juga membawa buih, dan apa pun yang terseret di dalam aliran itu, yang memungkinkannya dapat mengalir.  Maka di atas air itu ada buih yang bergulung-gulung dan mengambang di permukaannya.  Tetapi di bawah buih itu ada air yang mendatangkan kehidupan bagi bumi.  Lembah akan menyingkirkan buih-buih itu ke pinggir, hingga hilang sama sekali.  Kemudian yang tersisa hanyalah air, yang dengannya Allah menghidupkan negeri, manusia, pepohonan, dan binatang.  Buih itu hilang secara sia-sia, tersingkir sendiri ke bagian pinggir lembah.  Begitu pula ilmu dan iman yang diturunkan Allah ke dalam hati manusia – lalu hati itu pun menampungnya. 
Akibat pencampuran hati dengan ilmu dan iman itu, muncul pula buih-buih syahwat serta syubhat yang bathil, mengambang di permukaannya, sedangkan ilmu, iman, dan petunjuk tetap berada di dasar hati.  Lama-kelamaan buih itu akan hilang dengan sendirinya – sedikit demi sedikit, sampai hilang sama sekali.  Maka yang tersisa adalah ilmu yang bermanfaat dan iman yang tulus di dalam hati itu.  Manusia datang kepadanya untuk meminum dan mengambil manfaat.[2]

oOo

(Disadur dari kitab, “Tafsir Ibnu Qayyim, Tafsir Ayat-Ayat Pilihan”, Syaikh Muihammad Uwais An-Nadwy)

[1]  A’laamul – Muwaqqi’iin, 2/181-182.
[2]  Miftaah Daar As-Sa’aadah, 1/162.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar