Selasa, 23 April 2019

PERUMPAMAAN ORANG-ORANG MUSYRIK



بسم الله الر حمان الر حيم

Janganlah sekali-kali seorang muslim menyangka, bahwa perbuatan syirik itu melulu dilakukan oleh orang-orang Non-Muslim – sehingga merasa aman dari perbuatan tersebut.  Umat Islam pun, baik secara eksplisit maupun implisit dapat terjatuh pada perbuatan syirik bila tidak memahami bentuk-bentuk (macam) kesyirikan, dan tidak pula berupaya mewaspadainya.

Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala (artinya),
“Maka jauhilah oleh kalian berhala-berhala yang najis itu, dan jauhilah perkataan-perkataan dusta dengan ikhlas kepada Allah, tidak mempersekutukan sesuatu pun dengan-Nya.  Barangsiapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka seolah-olah dia jatuh dari langit - lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan oleh angin ke tempat yang jauh.  
(QS. Al-Hajj;  30-31)
Perhatikan perumpamaan ini dan kesesuaiannya dengan keadaan orang-orang yang berbuat syirik terhadap Allah, dan kebergantungannya kepada selain Allah.  Ada dua hal yang diperbolehkan bagimu dalam perumpamaan ini;
1.    Engkau menjadikannya sebagai perumpamaan tersusun, sehingga orang-orang yang mempersekutukan Allah dan menyembah selain-Nya, diserupakan dengan orang yang menyeret dirinya ke dalam kebinasaan yang tidak diharapkan keselamatannya.  Dia digambarkan sebagai orang yang jatuh dari langit lalu disambar seekor burung di angkasa yang mencengkeram dengan cakar-cakarnya, atau dia ditiup oleh angin yang kencang hingga terdampar di suatu tempat yang amat jauh.
Atas dasar ini, janganlah engkau melihat kepada individu dari orang-orang yang diserupakan, dan siapa yang diserupakan dengannya, tetapi hendaklah mengambil hikmah sebanyak-banyaknya dari perumpamaan yang dibuat oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala.
2.    Ini termasuk penyerupaan yang dipisahkan, sehingga setiap individu yang diserupakan dihadapkan kepada apa yang diserupakan dengannya.
Atas dasar ini, Iman dan Tauhid diserupakan dengan langit karena ketinggian, keluasan, serta kemuliaannya, karena langit merupakan tempat naik dan turunnya.  Iman turun dari langit ke bumi, dan naik dari bumi ke langit.  Sementara orang-orang yang meninggalkan Iman dan Tauhid diserupakan dengan orang yang jatuh dari langit ke tingkatan yang paling rendah, karena kesia-siaan dan penderitaan yang bertumpuk-tumpuk.  Burung yang menyambar bagian-bagian tubuhnya dan mencabik-cabiknya diumpamakan dengan syaithan-syaithan  yang diutus oleh Allah untuk membujuk, membisiki, dan menyeretnya ke arah kebinasaan.  Setiap syaithan mempunyai bagian dari Agama dan hatinya, sebagaimana setiap burung mempunyai bagian dari daging dan anggota tubuhnya.  Angin yang mencampakkannya ke tempat yang jauh merupakan perumpamaan hawa nafsunya yang menggiring ke tempat yang paling rendah dan paling jauh dari langit.
Perumpamaan lain dari makna firman-Nya,
“Hai manusia, telah dibuat perumpamaan, maka dengarkanlah oleh kalian perumpamaan itu.  Sesungguhnya segala yang kalian seru selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalat pun, meskipun mereka bersatu untuk menciptakannya.  Dan, jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tiadalah mereka mampu merebutnya kembali dari lalat itu.  Amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah (pula) yang disembah.  Mereka tidak mengenal Allah dengan sebenar-benarnya.  Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa.”  (Al-Hajj;  73-74)
Sudah semestinya bagi setiap hamba untuk membuat hatinya benar-benar dapat menyimak perumpamaan ini, memahami dan memperhatikannya.  Karena perumpamaan ini dapat memutus materi syirik dari hatinya.
Sebab tingkatan terendah dari sesuatu yang disembah, ialah memiliki kemampuan mengadakan sesuatu yang bermanfaat bagi penyembahnya, dan mengenyahkan  hal yang bermudharat baginya.  Sementara sesembahan-sesembahan yang dipuja-puja oleh orang-orang musyrik selain Allah itu tidak mampu menciptakan seekor lalat pun, bahkan selembar pun dari sayapnya, meskipun semua sesembahan itu berkumpul dan bersepakat untuk menciptakannya.  Lalu bagaimana dia akan menciptakan ciptaan yang lebih besar dari itu.  Bahkan mereka tidak mampu menghadapi lalat itu, sekiranya lalat itu merampas  sesuatu dari tangan mereka, dan mereka tidak pula mampu melindungi sesuatu yang dirampas tersebut.
Mereka tidak mampu menciptakan lalat, yang termasuk makhluk Allah yang paling lemah, dan tidak pula sanggup mengalahkannya, serta tidak dapat mengambil kembali apa yang dirampas lalat tersebut.  Sudah barang tentu tidak ada yang lebih lemah daripada sesembahan semacam ini.  Lalu bagaimana mungkin orang yang masih waras akalnya menyembah sesembahan yang lain, disamping menyembah Allah?
Ini merupakan perumpamaan yang paling mengena dari berbagai perumpamaan yang diturunkan Allah tentang kebathilan syirik, dan pembodohan para pelakunya serta keburukan akal mereka.  Kesaksian bahwa syaithanlah yang mempermainkan mereka, lebih buruk dari gambaran anak kecil yang mempermain-mainkan bola yang ada dikedua tangannya.  Di antara sebagian kelaziman sesembahan yang memang layak untuk disembah tentunya mampu memenuhi keinginan orang yang menyembahnya, memiliki pengetahuan yang meliputi segala sesuatu, ,tidak membutuhkan makhluk, segala kebutuhan makhluk disampaikan kepada-Nya, kemampuan untuk menyingkirkan segala kesusahan, memenuhi doa, dan lain sebagainya.  Tetapi mereka malah menujukan penyembahan kepada gambar dan berhala, yang sama sekali tidak memiliki kekuasaan terhadap makhluk yang paling lemah, paling kecil dan paling hina.
Yang lebih menunjukkan kelemahan dan ketidak-layakan sebagai sesembahan mereka, bahwa sekiranya makhluk yang lemah, hina, dan kecil itu merampas sesuatu dari mereka, lalu mereka bersepakat untuk melindunginya, ternyata mereka juga tidak mampu melakukannya.
Kemudian Allah menyamakan kelemahan dan ketidak-mampuan antara yang disembah dengan para penyembahnya, dengan makna firman-Nya, “Amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah pula yang disembah.”  Sudahlah yang disembah itu lemah, dan bergantung pula kepada yang lemah, menjadi kelemahan yang berlipat ganda.
Ada yang berpendapat, ini merupakan persamaan  antara yang merampas (lalat) dan sesuatu yang dirampas (dari manusia).  Ini merupakan persamaan antara sesembahan mereka dengan lalat dalam kelemahan dan ketidak-mampuannya.
Atas dasar ini dapat dikatakan, bahwa kata  ath-thalib di sini adalah sesembahan yang bathil, sedangkan al-mathluub adalah apa yang disambar oleh lalat itu.
Ada pula yang berpendapat, ath-thaalib di sini adalah lalat, dan al-mathluub adalah sesembahan.  Apa yang diambil lalat dicari kembali.
Pendapat yang benar, lafazh ini mencakup keseluruhan, yang menggambarkan kelemahan penyembah, apa yang disembah, dan yang merampas (lalat).  Siapa yang menjadikan sesuatu sebagai sesembahan di samping Dzat Yang Mahakuat lagi Maha Perkasa, berarti dia tidak memahami sama sekali kekuasaan Allah yang sebenarnya, tidak mengetahuinya dengan sebenar-benar pengetahuan, tidak mengetahui keAgungan-Nya dengan sebenar-benar keAgungan.

oOo
(Disadur dari kitab, “Tafsir Ibnu Qayyim, Tafsir Ayat-Ayat Pilihan”, Syaikh Muhammad Uwais An-Nadwy)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar