بسم الله الر حمان الر حيم
Firman
Allah Subhanahu wa Ta’ala,
ان في ذلك لايات للمتوسمين
“Inna
fii dzaalika la ayaatin lil-mutawassimiina”
“Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Kami) bagi
orang-orang yang memperhatikan tanda-tanda.”
(QS. Al-Hijr;
75)
Allah memuji firasat dan orang-orang yang
memiliki firasat di beberapa tempat di dalam kitab-Nya. Ayat di atas adalah salah satu di antaranya.
المتوسمون /
"Al-Mutawassimuun", adalah orang-orang
yang memiliki firasat, yang dapat menarik kesimpulan dengan tanda-tanda atau
tengara-tengara.
Jika dikatakan توسمت فيك كذا/ “Tawassamtu fiika kadzaa” artinya, aku
mempunyai firasat tentang sesuatu hal pada dirinya. Seakan-akan dia dapat memutuskan sesuatu dari
tengara-tengara yang ada.
Allah Subhanahu
wa Ta’ala berfirman (artinya),
“Dan
kalau Kami menghendaki, niscaya Kami tunjukkan mereka kepadamu sehingga kamu
benar-benar dapat mengenali mereka dengan tanda-tandanya.”
(QS. Muhammad;
30), dan
“Orang
yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari
meminta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat
sifat-sifatnya.”
(QS. Al-Baqarah; 273)
Dalam
riwayat At-Tirmidzi disebutkan secara marfu’, sebuah hadits;
“Takutlah
kalian terhadap firasat orang mukmin, karena dia melihat dengan cahaya Allah.”
Kemudian
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca ayat (artinya),
“Sesungguhnya
pada yang demikian benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Kami) bagi
orang-orang yang memperhatikan tanda-tanda.”
(QS. Al-Hijr;
75)
Menurut Mujahid
seperti yang dinyatakan Ibnu Qayyim di dalam kitab Madaarij As-Saalikiin,
kata المتوسمين / “Al-Mutawassimiin”
artinya, orang-orang yang memiliki firasat.
Menurut Ibnu
Abbas, artinya orang-orang yang menetapkan. Menurut Muqatil, artinya orang-orang
yang berpikir.
Pendapat-pendapat
ini tidak ada yang saling bertentangan.
Sebab orang-orang yang memandang ialah, ketika dia memandang pengaruh
tempat tinggal para pendusta, keadaan dan akibat yang mereka alami, sehingga
hal ini dapat membangkitkan firasat, pelajaran dan pemikiran. Allah berfirman tentang orang-orang Munafik
(artinya),
“Dan
kalau Kami menghendaki, niscaya Kami tunjukkan mereka kepadamu sehingga kamu
benar-benar dapat mengenal mereka dengan tanda-tandanya. Dan, kamu benar-benar akan mengenal mereka
dari kiasan-kiasan perkataan mereka.”
(QS. Muhammad; 30)
Yang pertama merupakan firasat pandangan mata,
sedangkan yang kedua adalah firasat telinga dan pendengaran.
Kami (Ibnu
Qayyim) mendengar Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah
berkata, “Pengetahuan tentang mereka dengan pandangan dikaitkan dengan
kehendak dan tidak mengaitkan pengenalan mereka dengan kiasan kata-kata mereka yang
berdasarkan syarat. Tetapi Allah
menyampaikan suatu khabar yang menguatkannya dengan suatu sumpah. Maka makna firman-Nya, ‘Dan kamu
benar-benar akan mengenali mereka dari kiasan-kiasan perkataan mereka.’ Ini merupakan pemaparan perkataan yang
langsung ke inti (pokok) permasalahan.”
Kiasan perkataan
ada yang benar dan ada yang salah. Kiasan
perkataan yang benar ada dua macam,
Pertama;
Kepandaian atau kecerdasan. Yang termasuk makna ini adalah sabda Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam kepada dua pihak yang saling berselisih, “Boleh jadi
sebagian di antara kalian lebih pandai menyampaikan hujjahnya dari
sebagian yang lain.”
Kedua; Sindiran dan isyarat. Hal ini mirip dengan isyarat lewat
tulisan. Yang termasuk dalam pengertian
ini adalah, apa yang dinyatakan dalam sya’ir,
Perkataan
yang melantun indah memikat
Menyihir
para pendengar dengan suatu bentuk
Terkadang
didendangkan dan penalaran yang tepat
Sebaik-baik
perkataan ialah yang sarat isyarat
Ketiga
(yang tidak benar); Adalah kerusakan logika dalam i’raab. Jelasnya adalah merubah perkataan dari
sisi yang sebenarnya, entah kepada kesalahan atau kepada makna yang tidak
jelas, yang tidak terkait dengan lafazh.
Maksudnya, Allah bersumpah untuk menguatkan
pengetahuan-Nya tentang orang-orang munafik dari kiasan-kiasan perkataan
mereka. Pengetahuan orang yang berbicara
secara langsung dan apa yang terpendam dalam perkataannya, lebih dekat daripada
pengetahuannya sekedar melalui tanda-tanda.
Pembuktian
perkataan tentang tujuan yang diinginkan orang yang mengatakannya dan apa yang dipendamnya - lebih
riil dari pembuktian dengan tanda-tanda yang terlihat.
Jadi firasat ini berkaitan dengan dua hal; Pendengaran dan Penglihatan.
Di dalam
riwayat At-Tirmidzy disebutkan dari hadits Abu Sa’id radhiyallahu ‘anhu,
dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau bersabda (artinya),
“Takutlah
kalian terhadap firasat orang mukmin, karena dia melihat dengan cahaya Allah.”
Kemudian
Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam membaca ayat (artinya),
“sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Kami) bagi
orang-orang yang memperhatikan tanda-tanda.”
(QS. Al-Hijr;
75)[1]
Catatan
Penulis blog;
Dimasa
sekarang (Abad ke-21, Milenium ke-3, Tahun 2019) ini, kemampuan seorang mukmin
muwahid (mukmin yang bertauhid) melihat dan mengamati tanda-tanda orang Munafik seharusnya lebih mudah lagi, karena disamping "dominasi" (jumlah mereka yang signifikan memadati dunia), juga "keberanian" mereka secara terang-terangan mengingkari dan mengejek sunnah-sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai kebudayaan bangsa Arab.
“Wallahul musta'an” (Hanya Allah sajalah tempat memohon pertolongan).
oOo
(Disadur
dari kitab, “Tafsir Ibnu Qayyim, Tafsir Ayat-Ayat Pilihan”, Syaikh Muhammad
Uwais An-Nadwy)
[1] Madaarij As-Saalikiin, 2/266.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar