Selasa, 16 April 2019

PUJIAN ALLAH TERHADAP ORANG YANG DAPAT MEMPERHATIKAN TANDA-TANDA



بسم الله الر حمان الر حيم


Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
ان في ذلك لايات للمتوسمين
“Inna fii dzaalika la ayaatin lil-mutawassimiina”
“Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Kami) bagi orang-orang yang memperhatikan tanda-tanda.”  
(QS. Al-Hijr;  75)
Allah memuji firasat dan orang-orang yang memiliki firasat di beberapa tempat di dalam kitab-Nya.  Ayat di atas adalah salah satu di antaranya.
المتوسمون  /  "Al-Mutawassimuun", adalah orang-orang yang memiliki firasat, yang dapat menarik kesimpulan dengan tanda-tanda atau tengara-tengara.  
Jika dikatakan   توسمت فيك كذا/  “Tawassamtu fiika kadzaa” artinya, aku mempunyai firasat tentang sesuatu hal pada dirinya.  Seakan-akan dia dapat memutuskan sesuatu dari tengara-tengara yang ada.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (artinya),
“Dan kalau Kami menghendaki, niscaya Kami tunjukkan mereka kepadamu sehingga kamu benar-benar dapat mengenali mereka dengan tanda-tandanya.”  
(QS. Muhammad;  30), dan
“Orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari meminta-minta.  Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya.”  
(QS. Al-Baqarah;  273)
Dalam riwayat At-Tirmidzi disebutkan secara marfu’, sebuah hadits;
“Takutlah kalian terhadap firasat orang mukmin, karena dia melihat dengan cahaya Allah.”
Kemudian Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca ayat (artinya),
“Sesungguhnya pada yang demikian benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Kami) bagi orang-orang yang memperhatikan tanda-tanda.”  
(QS. Al-Hijr;  75)
Menurut Mujahid seperti yang dinyatakan Ibnu Qayyim di dalam kitab Madaarij As-Saalikiin, kata  المتوسمين  /  “Al-Mutawassimiin” artinya, orang-orang yang memiliki firasat.  Menurut Ibnu Abbas, artinya orang-orang yang menetapkan.  Menurut Muqatil, artinya orang-orang yang berpikir.
Pendapat-pendapat ini tidak ada yang saling bertentangan.  Sebab orang-orang yang memandang ialah, ketika dia memandang pengaruh tempat tinggal para pendusta, keadaan dan akibat yang mereka alami, sehingga hal ini dapat membangkitkan firasat, pelajaran dan pemikiran.  Allah berfirman tentang orang-orang Munafik (artinya),
“Dan kalau Kami menghendaki, niscaya Kami tunjukkan mereka kepadamu sehingga kamu benar-benar dapat mengenal mereka dengan tanda-tandanya.  Dan, kamu benar-benar akan mengenal mereka dari kiasan-kiasan perkataan mereka.”  
(QS. Muhammad;  30)
Yang pertama merupakan firasat pandangan mata, sedangkan yang kedua adalah firasat telinga dan pendengaran.
Kami (Ibnu Qayyim) mendengar Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Pengetahuan tentang mereka dengan pandangan dikaitkan dengan kehendak dan tidak mengaitkan pengenalan mereka dengan kiasan kata-kata mereka yang berdasarkan syarat.  Tetapi Allah menyampaikan suatu khabar yang menguatkannya dengan suatu sumpah.  Maka makna firman-Nya, ‘Dan kamu benar-benar akan mengenali mereka dari kiasan-kiasan perkataan mereka.’  Ini merupakan pemaparan perkataan yang langsung ke inti (pokok) permasalahan.”
Kiasan perkataan ada yang benar dan ada yang salah.  Kiasan perkataan yang benar ada dua macam, 
Pertama;  Kepandaian atau kecerdasan.  Yang termasuk makna ini adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada dua pihak yang saling berselisih, “Boleh jadi sebagian di antara kalian lebih pandai menyampaikan hujjahnya dari sebagian yang lain.”
Kedua;  Sindiran dan isyarat.  Hal ini mirip dengan isyarat lewat tulisan.  Yang termasuk dalam pengertian ini adalah, apa yang dinyatakan dalam sya’ir,
Perkataan yang melantun indah memikat
Menyihir para pendengar dengan suatu bentuk
Terkadang didendangkan dan penalaran yang tepat
Sebaik-baik perkataan ialah yang sarat isyarat
Ketiga (yang tidak benar);  Adalah kerusakan logika dalam i’raab.  Jelasnya adalah merubah perkataan dari sisi yang sebenarnya, entah kepada kesalahan atau kepada makna yang tidak jelas, yang tidak terkait dengan lafazh.
Maksudnya, Allah bersumpah untuk menguatkan pengetahuan-Nya tentang orang-orang munafik dari kiasan-kiasan perkataan mereka.  Pengetahuan orang yang berbicara secara langsung dan apa yang terpendam dalam perkataannya, lebih dekat daripada pengetahuannya sekedar melalui tanda-tanda.  Pembuktian perkataan tentang tujuan yang diinginkan orang yang mengatakannya dan apa yang dipendamnya - lebih riil dari pembuktian dengan tanda-tanda yang terlihat.  Jadi firasat ini berkaitan dengan dua hal;  Pendengaran dan Penglihatan.
Di dalam riwayat At-Tirmidzy disebutkan dari hadits Abu Sa’id radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau bersabda (artinya),
“Takutlah kalian terhadap firasat orang mukmin, karena dia melihat dengan cahaya Allah.”
Kemudian Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam membaca ayat (artinya),
“sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Kami) bagi orang-orang yang memperhatikan tanda-tanda.”  
(QS. Al-Hijr;  75)[1]

Catatan Penulis blog;
Dimasa sekarang (Abad ke-21, Milenium ke-3, Tahun 2019) ini, kemampuan seorang mukmin muwahid (mukmin yang bertauhid) melihat dan mengamati tanda-tanda orang Munafik seharusnya lebih mudah lagi, karena disamping "dominasi" (jumlah mereka yang signifikan memadati dunia), juga "keberanian" mereka secara terang-terangan mengingkari dan mengejek sunnah-sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai kebudayaan bangsa Arab.
“Wallahul musta'an” (Hanya Allah sajalah tempat memohon pertolongan).

oOo

(Disadur dari kitab, “Tafsir Ibnu Qayyim, Tafsir Ayat-Ayat Pilihan”, Syaikh Muhammad Uwais An-Nadwy)
[1]  Madaarij As-Saalikiin, 2/266.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar