Minggu, 28 April 2019

BERDAKWAH KEPADA ALLAH



بسم الله الر حمان الر حيم

Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
ومن احسن قولا ممن دعا الى الله وعمل صلحا وقال انني من المسلمين
“wa man ahsanu qaulan mimman da’aa ilaa Allahi wa ‘amila shaalihan wa qaala innaniy mina almuslimiina”
Dan siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal shalih dan berkata, ‘Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri?’”  (Fushilat;  33), dan makna firman-Nya;
Katakanlah, ‘Inilah jalan Agamaku, aku mengajak kepada Allah dengan hujjah yang nyata, aku dan orang-orang yang mengikutiku, Mahasuci Allah, dan aku tidaklah termasuk orang-orang yang musyrik’.”  (Yusuf;  108)
Sama saja maknanya, “Aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak kepada Allah dengan hujjah yang nyata”, dengan menghentikan bacaan pada, “Aku menyeru kepada Allah”, kemudian dimulai lagi dengan, “Dengan hujjah yang nyata, aku dan orang-orang yang mengikutiku”.  Dua pendapat ini saling mengkait.  Allah memerintahkan agar Beliau (Rasulullah) mengabarkan, bahwa jalan Beliau adalah dakwah kepada Allah.  Siapa yang berdakwah kepada Allah, maka dia berada di atas jalan Rasul-Nya, berada di atas hujjah yang nyata dan dia termasuk para pengikut Beliau.  Sedangkan orang yang menyeru kepada selain itu, maka dia tidak berada di atas jalan Beliau, tidak berada di atas hujjah yang nyata, dan tidak pula  termasuk para pengikut Beliau.  Para pengikut Beliau ini merupakan penerus para Rasul di tengah-tengah ummatnya, dan semua manusia mengikuti mereka (para pengikut Rasulullah).  Allah telah memerintahkan kepada Rasul-Nya, agar menyampaikan apa yang diturunkan dari Rabb-nya, dan menjamin pemeliharaan-Nya dari tangan-tangan (jahil) manusia.  Mereka adalah para penyampai bagi Allah.  Bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diperintahkan untuk bertabligh meskipun Cuma 1 (satu) ayat, dan mengajak siapa pun yang mendengar satu hadits dari Beliau untuk menyampaikannya.
Menyampaikan Sunnah Beliau kepada ummat manusia lebih baik daripada melontarkan anak panah ke tengkuk musuh.  Sebab melontarkan anak panah ini dapat dilakukan oleh siapa pun.  Sementara menyampaikan As-Sunnah tidak bisa dilakukan kecuali oleh para pewaris Nabi dan Khalifahnya di tengah-tengah ummat.  Semoga Allah menjadikan kita termasuk para khalifah Beliau dengan Karunia dan Kemuliaan-Nya.
Para pewaris dan khalifah Rasul itu seperti yang dikatakan oleh Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu dalam pidatonya, yang disebutkan Ibnu Wadhdhah di dalam kitab Al-Hawadits wal Bida’.  Isi pidato itu sebagai berikut;
“Segala puji bagi Allah Yang telah menguji hamba-hamba-Nya dengan menjadikan masa kevakuman di setiap zaman antara para Rasul, dan menyisakan orang-orang yang berilmu.  Mereka ini menyeru siapa yang tersesat kepada petunjuk, yang bersabar menghadapi gangguan, yang membuat orang-orang buta bisa melihat berkat kitab Allah.  Betapa banyak korban Iblis yang dapat mereka hidupkan kembali.  Berapa banyak orang yang tersesat dapat mereka tuntun.  Mereka mengorbankan harta dan jiwa tanpa mengusik orang lain.  Betapa bagusnya tindakan mereka yang lebih mementingkan orang lain, dan betapa buruknya tindakan manusia yang justru mengabaikan mereka.  Begitulah yang mereka lakukan semenjak dahulu hingga sekarang.  Allah tidak akan melupakan mereka dan memang tidak sepatutnya Allah untuk lupa.  Kisah mereka pun dapat dijadikan tuntunan dan perkataan-perkataan mereka yang baik senantiasa disitir (dijadikan acuan).  Sesungguhnya kedudukan mereka sangat tinggi, meskipun mungkin tampak hina.
Abdullah bin Mas’ud berkata, “Sesungguhnya Allah memiliki seorang wali dalam setiap bid’ah yang muncul.  Dia mencairkan bid’ah itu serta menunjukkan tanda-tandanya.  Manfaatkanlah kedatangan kejadian ini dan bertakwalah kepada Allah.”
Tentang hal ini, cukup apa yang dikatakan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kepada Ali dan juga kepada Mu’adz, (artinya);
“Allah memberikan petunjuk kepada seseorang lewat dirimu, lebih baik bagimu daripada keledai yang paling bagus.”, dan
“Barangsiapa yang menghidupkan sebagian dari sunnahku, maka aku dan dia di Surga seperti dua jari ini.”  Seraya Beliau menggabungkan dua jarinya. Dan,
“Barangsiapa yang menyeru kepada petunjuk, lalu petunjuknya itu diikuti (manusia), maka dia mendapat pahala seperti pahala orang yang mengikutinya hingga Hari Kiamat.”
Jika seseorang yang beramal mengetahui karunia yang agung dan pahala yang besar dari ilmunya ini, maka dia akan menyadari bahwa itulah ANUGERAH Allah yang diberikan kepada siapa pun yang Dia kehendaki, dan Allah memiliki karunia yang amat besar.[1]

Catatan Penulis Blog;
Pada masa sekarang, kita jumpai beberapa kelompok manusia yang menamakan (mengklaim) diri sebagai Ahlussunnah wal Jama’ah, akan tetapi  "Alergi" terhadap Tahdzir (peringatan dari kesalahan).  Mereka menyangka telah memerangi bid’ah dengan baik, padahal bid’ah tersebut senantiasa berkembang pesat melampaui ilmu mereka (karena selama ini mereka tidak pernah mau merujuk kepada ‘ulama yang pantas menyandang predikat Mujaddid (pembaru) - yang memang ahli di bidangnya).  Sehingga, jadilah mereka seperti  “katak di bawah tempurung”, yang tidak pernah mampu melihat perkembangan keadaan, yang merasa bahwa langit itu hanya sebatas tempurung yang ada di atas kepalanya, merasa dirinya telah cukup, tidak mau lagi memperdalam (memperluas) ilmunya, atau sedikit bertanya kepada para ‘ulama yang mumpuni dan lebih mengetahui.
Jadi, jangan heran mendengar perkataan mereka, "Ahlussunnah, kok dibid'ahkan?"
Satu pertanyaan bagi mereka, "Kalau bukan dengan tahdzir, dengan apa dijaga kemurnian Risalah yang diturunkan Allah kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam?"
"Wallahul musta'an"  (Hanya Allah-lah tempat memohon pertolongan). 

oOo

(Disadur bebas dari kitab, “Tafsir Ibnu Qayyim, Tafsir Ayat-Ayat Pilihan”, Syaikh Muhammad Uwais An-Nadwy)
[1]  Jalaa’ Al-Afhaam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar