بسم الله الر حمان الر حيم
Firman
Allah Subhanahu wa Ta’ala,
الم تر كيف ضرب الله مثلا كلمة طيبة كشجرة
طيبة اصلها ثابت وفرعها في السماء توءتي اكلها كل حين باذن ربها ويضرب الله
الامثال للناس لعلهم يتذكرون
“Alam tarakaifa dharaba Allahu matsalan kalimatan
thayyibatan kasyajaratin thayyibatin ashluhaa tsaabitun wafar’uhaa fii assamaa’i tuktii ukulahaa kullaa hiinin
biidznirabbihaa wayadhribu Allahu al amtsaala linnasi la’allahum
yatadzakkaruuna”
“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah
membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya
teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, pohon itu memberikan buahnya pada
setiap musim dengan izin Rabb-nya. Allah
membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.” (Ibrahim;
24-25)
Allah mengumpamakan kalimat thayyibah
atau kalimat yang baik dengan pohon yang baik.
Sebab kalimat yang baik menghasilkan amal shalih, sementara pohon yang
baik menghasilkan buah yang bermanfaat.
Ini sudah jelas menurut pendapat jumhur mufasirin (mayoritas ahli
tafsir). Mereka berkata, “Kalimat
yang baik adalah syahadat bahwa tiada Ilah selain Allah. Kalimat ini menghasilkan seluruh amal shalih,
yang zhahir mapun bathin. Setiap amal
shalih yang diridhai Allah merupakan buah dari kalimat ini.”
Dalam
penafsiran Ali bin Abu Thalhah, dari Ibnu Abbas, dia berkata, “Kalimat
yang baik ialah syahadat bahwa tiada Ilah selain Allah. Pohon yang baik di sini ialah orang
mukmin. Akar yang teguh adalah perkataan ‘Laa ilaaha
illallah’ di dalam hati orang mukmin.
Cabangnya menjulang ke langit, artinya amal orang mukmin dibawa naik ke atas langit.”
Menurut Rabi’
bin Anas, kalimat yang baik merupakan perumpamaan iman. Sebab iman itu adalah pohon yang baik. Akarnya teguh yang tidak mudah dicabut adalah
ikhlas di dalam hati. Cabangnya
menjulang ke langit artinya ketakutan kepada Allah. Penyerupaan yang didasarkan kepada pendapat
ini lebih benar, dan lebih riil serta lebih baik. Sebab Allah menyerupakan pohon Tauhid di
dalam hati dengan pohon yang baik, yang akarnya teguh, yang cabangnya menjulang
ke langit karena ketinggiannya, yang buahnya tidak pernah habis, kapan pun.
Jika engkau
memperhatikan penyerupaan ini, tentu akan melihatnya mirip dengan pohon Tauhid
yang teguh dan mantap di dalam hati, yang cabang-cabangnya, berupa amal-amal
shalih, menjulang ke langit. Pohon ini
setiap saat membuahkan amal-amal shalih, tergantung pada keteguhannya di dalam
hati, kecintaan hati kepadanya, keikhlasan di dalamnya, ma’rifat terhadap
hakikatnya, pemenuhan hak-haknya dan perhatiannya. Selagi kalimat yang baik ini tertanam kuat di
dalam hatinya beserta hakikatnya, selagi hatinya memiliki sifat-sifat itu,
dicelup dengan celupan Allah, yang merupakan celupan yang paling baik,
mengetahui hakikat Ilahiyah, yang dikokohkannya bagi Allah dan dipersaksikan
lisannya serta dibenarkan anggota tubuhnya, yang dibebaskan dari segala
sesembahan selain Allah, maka tidak diragukan lagi, bahwa kalimat yang
berasal dari hati dan lisan itu akan senantiasa menghasilkan buahnya, berupa
amal shalih yang dibawa naik kepada Allah setiap saat. Kalimat yang baik inilah yang dapat
mengangkat amal shalih kepada Allah.
Kalimat
yang baik ini juga menghasilkan sekian banyak kalimat yang baik pula, yang
mendampingi amal shalih, lalu amal shalih itu membawa kalimat yang baik, naik
ke atas, sebagaimana makna firman-Nya,
“Kepada-Nya-lah
naik perkataan-perkataan yang baik, dan amal yang shalih dinaikkan-Nya.” (Fathir;
10)
Allah mengabarkan, bahwa amal shalih mengangkat
kalimat yang baik. Dia juga mengabarkan,
bahwa kalimat yang baik akan menghasilkan amal shalih bagi orang yang
mengucapkannya, setiap waktu.
Maksudnya, jika kalimat Tauhid dipersaksikan
orang mukmin, dia mengerti makna dan hakikatnya dari sisi penafian dan
penetapannya,
(Baca artikel, DUA RUKUN SYAHADAT)
memiliki sifat-sifat menurut keharusannya, konsisten melaksanakan
kesaksian itu dengan hati, lisan dan anggota tubuhnya, maka kalimat yang baik
inilah yang akan mengangkat amal dari orang yang mempersaksikannya.
Akarnya yang mantap dan tertanam kuat di dalam hati, cabang-cabangnya
menembus ke langit dan menghasilkan buah setiap saat.
Menurut
sebagian orang salaf, pohon yang baik di sini adalah pohon kurma. Hal ini dikuatkan dengan hadits Ibnu Umar di
dalam Ash-Shahih.
Dia antara mereka ada pula yang berkata,
maksudnya adalah orang mukmin itu sendiri, seperti dikatakan Muhammad bin
Sa’d, “Aku diberitahu ayahku, aku diberitahu pamanku, aku diberitahu
ayahku, dari ayahnya, dari Ibnu Abbas, tentang ayat, ‘Tidakkah kamu
perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti
pohon yang baik,’ makna pohon yang baik di sini ialah orang
mukmin. Makna akar yang teguh
tertanam ke dalam tanah dan cabang yang menjulang ke langit ialah, keberadaan
orang mukmin yang beramal dan berkata-kata di dunia, sehingga amal dan
perkataannya sampai ke langit, sementara dia tetap berada di bumi.
Menurut Athiyah Al-Aufa tentang ayat
ini, bahwa ayat ini merupakan perumpamaan orang mukmin, yang darinya senantiasa
keluar perkataan yang baik dan amal shalih, yang naik kepada Allah.
Menurut Ar-Rabi’ bin Anas, akarnya yang
teguh dan cabangnya menjulang ke langit adalah perumpamaan orang mukmin yang
ikhlas karena Allah dan yang menyembah-Nya semata tanpa menyekutukan-Nya. Akarnya teguh, artinya akar amalannya teguh
di bumi. Cabangnya menjulang ke
langit artinya amalnya disebut-sebut di langit.
Tidak ada perbedaan di antara dua pendapat
ini. Yang dimaksudkan dengan perumpamaan di sini adalah orang mukmin. Pohon korma adalah yang diserupakan dengan
orang mukmin, dan orang mukmin adalah yang diserupakan dengan pohon korma. Jika pohon kurma merupakan pohon yang baik,
maka orang mukmin yang diserupakan dengan pohon kurma lebih layak dikatakan
sebagai sesuatu yang baik.
Di antara
orang salaf juga ada yang mengatakan bahwa itu adalah pohon di
Surga. Berarti pohon kurma merupakan
pohon yang terbaik di Surga.
Di dalam
perumpamaan ini terkandung rahasia, ilmu dan ma’rifat yang selaras dengannya
yang ditetapkan ilmu Allah dan hikmah-Nya, karena Dia-lah yang menyatakannya.
Di antara rahasia ini, bahwa sebagaimana
layaknya, pohon tentu memiliki pangkal, cabang, ranting, daun dan buah. Begitu pula pohon Iman dan Islam, agar ada
kesesuaian antara perumpamaan dan apa yang diumpamakan; Pangkalnya adalah ilmu dan
ma’rifat serta keyakinan. Cabangnya
adalah keikhlasan. Rantingnya adalah
amal. Buahnya adalah apa-apa yang dihasilkan
amal-amal shalih, berupa pengaruh-pengaruh dan sifat yang terpuji, akhlak yang
suci, petunjuk dan ciri-ciri yang baik.
Pembuktian tertanamnya pohon ini di dalam hati bisa dilakukan dengan
hal-hal tersebut.
Jika ilmu itu benar, sesuai dengan data-data
yang dengannya Allah menurunkan kitab-Nya, jika keyakinan itu benar (sesuai
dengan apa yang dikhabarkan-Nya) dan yang dikhabarkan para Rasul-Nya, jika
keikhlasan ada di dalam hatinya, jika amal-amalnya sesuai dengan perintah,
semua ciri-ciri selaras dengan dasar-dasar ini, maka dapat diketahui bahwa akar
pohon iman yang ada di dalam hatinya itu teguh, dan cabangnya menjulang di
langit.
Jika yang terjadi kebalikannya, maka dapat
diketahui bahwa yang tegak di dalam hati
adalah pohon yang buruk, yang terlalu mudah tercabut dari permukaan tanah
dan tidak menetap sedikit pun.
Rahasia lain, pohon tidak dapat bertahan hidup
kecuali bila ada elemen yang mengairi dan menumbuhkannya. Jika tidak ada air yang mensuplainya, maka
ia terlalu cepat kering. Begitulah pohon
Islam di dalam hati. Jika orangnya
tidak menangani (mengurus) pengairannya setiap saat dengan ilmu yang
bermanfaat dan amal shalih, tidak biasa mengingat daripada berpikir
dan tidak biasa berpikir daripada mengingat, maka hatinya akan terlalu
cepat mengering lalu mati.
Dalam Musnad Al-Imam Ahmad dari
hadits Abu Hurairah, dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda (artinya),
“Sesungguhnya iman itu (dapat) menjadi usang di dalam
hati sebagaimana kain yang menjadi usang.
Maka perbaruilah iman kalian.”
Secara umum
dapat dikatakan, bahwa jika tanaman tidak diurus secara terus menerus oleh pemiliknya,
maka ia terlalu cepat untuk rusak.
Dari sini engkau dapat mengetahui besarnya
kebutuhan hamba kepada apa yang diperintahkan Allah kepadanya, berupa ibadah
yang dilaksanakan pada waktu yang berbeda-beda.
Di antara
keagungan rahmat-Nya dan kecukupan nikmat dan kebaikan-Nya kepada hamba, bahwa
perintah-perintah ini diwajibkan dan dijadikan sebagai elemen untuk mengairi
tanaman Tauhid yang ditanam di dalam hati mereka.
Rahasia lain, seperti yang biasa terjadi, di
sekitar tanaman dan pepohonan yang bermanfaat tentu ada tanaman dan
rumput-rumput liar yang tidak termasuk jenisnya. Jika pemilik tanaman itu mengurus tanamannya
dan membersihkan dari tanaman-tanaman liar yang lain, tentu tanaman itu akan
tumbuh sempurna dan menjadi besar, sehingga akan menghasilkan buah yang paling
baik. Jika dia membiarkan tanam-tanaman
liar hidup disekitarnya, maka dengan cepat akan mengalahkan tanaman yang
sesungguhnya, sehingga hasilnya pun buruk dan tidak memuaskan, tergantung seberapa
banyak tanaman liar itu mempengaruhinya.
Siapa
yang tidak memiliki pengetahuan tentang cara mengurusnya, tentu dia akan
kehilangan keuntungan yang besar, sementara dia tidak menyadarinya.
Usaha
orang mukmin senantiasa terfokus pada dua hal;
Mengairi pohon ini dan membersihkan lingkungan di sekitarnya. Dengan mengairi, pohon itu akan tumbuh terus
dan dapat dijaga keberlangsungannya, dan dengan membersihkan sekitarnya, pohon
itu tumbuh secara sempurna. Hanya
Allah-lah yang layak dimintai pertolongan dan penyandaran.
Inilah sebagian rahasia dan hikmah yang
terkandung di dalam perumpamaan yang agung ini.
Boleh jadi apa yang kami uraikan ini tak ubahnya setetes air di lautan,
karena jangkauan pikiran kita yang serba terbatas, karena hati kita yang salah,
karena ilmu kita yang sedikit dan amalan kita yang harus dimintakan taubat dan
ampunan. Jika hati kita suci, pikiran
kita jernih, amal kita ikhlas, hasrat kita terfokus untuk menerima dari Allah
dan Rasul-Nya, tentu kita akan menyaksikan berbagai makna dari kalam Allah,
rahasia dan hikmah-Nya, yang semua ilmu dan ma’rifat makhluk menjadi lebur di
sisi-Nya.
Dengan begitu engkau dapat mengetahui kadar
ilmu para Sahabat dan ma’rifat mereka.
Perbedaan ilmu mereka dengan generasi setelah mereka – seperti perbedaan
di antara keduanya dalam kelebihannya.
Sesungguhnya Allah lebih mengetahui dimana Dia meletakkan karunia-Nya
dan mengkhususkan siapa pun yang dikehendaki dengan rahmat-Nya.
Kemudian
Allah menyebutkan perumpamaan kalimat yang buruk, yang diserupakan dengan pohon
yang buruk, yang mudah tercabut dari tanah dan tidak menetap di atasnya.
Ia tidak memiliki pangkal yang kokoh, tidak pula cabang-cabang yang
tinggi dan buah yang bagus. Ia tidak
memiliki akar, pangkal dan pohon yang berdiri kokoh, tidak memilki akar yang
tertanam kokoh di dalam tanah, di bagian bawah tidak membesar dan bagian
atasnya tidak bercabang-cabang dan menjulang, tidak tinggi dan terkalahkan oleh
yang lainnya.
Jika orang yang berpikir memperhatikan perkataan
manusia saat mereka berpidato atau menulis tentu dia akan mendapatkan gambaran
itu. Kerugian yang paling besar ialah
bergaul dengan orang yang lebih banyak omongannya dan ikut bergabung
bersamanya, lalu meninggalkan perkataan yang baik dan bermanfaat, yaitu kitab
Allah.
Menurut Adh-Dhahhak, Allah membuat perumpamaan orang kafir seperti
pohon yang buruk yang mudah tercabut dari tanah dan tidak dapat menetap. Pohon itu tidak memiliki akar dan cabang,
tidak pula buah dan manfaat apa pun.
Begitu pula kebaikan yang dikerjakan orang kafir atau yang dikatakannya,
yang di dalamnya tidak ada barokah dan manfaat apa pun.
Menurut Ibnu Abbas, kalimat yang buruk
ialah syirik, yang diumpamakan seperti pohon yang buruk, yaitu diri orang
kafir. Pohon itu mudah tercabut dari
tanah dan ia tidak dapat menetap di atasnya.
Syirik tidak mempunyai akar yang dapat dijadikan sebagai pegangan dan
tidak pula bukti penguat. Allah tidak
menerima suatu amalan yang disertai syirik, tidak menerima amalan orang
musyrik, dan amal itu tidak bisa naik kepada Allah. Syirik tidak mempunyai akar yang kokoh di bumi
dan tidak pula memiliki cabang di langit.
Dia tidak mempunyai amal shalih di langit dan tidak pula di bumi.
Menurut Rabi’ bin Anas, pohon yang buruk
merupakan perumpamaan orang kafir, yang perbuatan dan perkataannya tidak
memiliki akar dan cabang, yang perkataan dan perbuatannya tidak kokoh di bumi
dan tidak bisa naik ke langit.
Menurut Sa’id, dari Qatadah
tentang makna ayat ini, dia berkata, “Ada seseorang yang bertemu orang lain
yang termasuk ulama, seraya bertanya, ‘Apa pendapat engkau tentang kalimat yang
buruk? Ulama itu menjawab, ‘Aku tidak
mengetahui tempat tumbuh yang kuat di bumi dan tidak pula tangga untuk naik ke
langit, kecuali tengkuk pelakunya diserahkan, hingga ia akan dijatuhi hukuman
di Hari Kiamat.’”
Kemudian Allah mengabarkan karunia dan
keadilan-Nya terhadap dua golongan ini, yaitu orang-orang yang memiliki
perkataan yang baik, dan orang-orang yang memiliki perkataan yang buruk. Allah mengabarkan bahwa Dia memberikan pahala
kepada orang-orang yang beriman karena iman mereka, berupa ucapan yang teguh,
yang sangat dia butuhkan di dunia dan di akhirat. Sementara Allah menyesatkan orang-orang yang
zhalim, yaitu orang-orang musyrik.
Mereka tidak mendapatkan ucapan yang teguh itu, sehingga mereka tersesat
sebab kezhaliman mereka. Sedangkan
orang-orang mukmin menjadi teguh karena karunia Allah dan karena iman mereka[1]
Firman Allah,
يثبت الله الذ ين امنو بالقول الثابت فى الحيوةالدنيا
وفى الاءخرة
“Yutsabbitu
Allahu alladziina aamanu bilqauli atstsaabiti fii al-hayaati ad-dunyaa
wa fii al-aakhirati”
“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang
beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan dunia dan Akhirat.” (Ibrahim;
27)
Di dasar ayat ini terkandung simpanan yang
agung. Siapa yang diberi taufik
sehingga dia mengetahuinya, mengeluarkan simpanan ini dan membelanjakannya,
maka dia mendapatkan keuntungan yang banyak, dan siapa yang tidak diberi taufik
itu, maka dia akan kehilangan keberuntungan yang banyak. Pasalnya, setiap saat manusia memerlukan peneguhan dari Allah. Jika tidak, maka langit dan bumi imannya akan
lenyap dari tempatnya. Allah telah berfirman kepada
hamba-Nya yang paling mulia dan juga Rasul-Nya, Muhammad shallallahu ‘alaihi
wa sallam (artinya),
“Dan, kalau Kami tidak memperkuat (hati)mu,
niscaya kamu hampir-hampir condong sedikit kepada mereka.” (Al-Isra’;
74), dan
“(Ingatlah) ketika Rabb-mu mewahyukan kepada
para Malaikat, ‘Sesungguhnya Aku bersama kalian, maka teguhkanlah
(pendirian) orang-orang yang telah beriman.” (Al-Anfaal;
12)
Di dalam Ash-Shahihain disebutkan dari
hadits Al-Bajaly, dia berkata, ketika Beliau memohon untuk meneguhkan
mereka. Maka Allah berfirman (artinya),
“Dan semua kisah dari Rasul-Rasul Kami
ceritakan kepadamu, adalah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu.” (Hud;
120)
Seluruh makhluk terdiri dari 2 (dua) golongan;
*
Orang-orang yang dianugerahi keteguhan hati, dan
* Orang-orang yang
diterlantarkan tanpa keteguhan hati.
Peneguhan ini bermula dari ucapan yang teguh
dan melaksanakan apa yang diperintahkan kepada hamba. Dengan dua hal inilah Allah meneguhkan
hamba-Nya. Siapa pun yang
perkataannya lebih teguh dan perbuatannya lebih baik, maka dialah yang lebih
banyak mendapatkan keteguhan dari Allah.
Makna
firman-Nya,
“Dan, sesungguhnya kalau mereka melaksanakan
pelajaran yang diberikan kepada mereka, tentulah hal yang demikian itu lebih
baik bagi mereka dan lebih menguatkan (iman mereka).” (An-Nisa’;
66)
Orang yang
hatinya paling kuat dan paling teguh, adalah orang yang paling teguh
perkataannya. Perkataan yang teguh
adalah perkataan yang benar dan jujur, kebalikan dari perkataan yang bathil dan
dusta.
Perkataan ada dua macam;
* Yang teguh lagi memiliki hakikat, dan
*
Yang bathil tidak memiliki hakikat.
Perkataan
yang paling teguh ialah kaliamat Tauhid dan segala konsekuensinya. Ini merupakan peneguhan yang paling besar
yang diberikan Allah kepada hamba di dunia dan di Akhirat. Karena itu engkau melihat orang-orang yang
jujur adalah orang yang paling teguh, konsisten dan paling berani. Sementara para pendusta adalah orang yang
paling dibenci manusia, paling hina dan paling sedikit keteguhan hatinya. Para ahli firasat tentu dapat mengetahui kejujuran orang yang jujur,
keteguhan hati, keberanian dan kharismanya.
Mereka juga mengetahui kedustaan para pendusta dengan ciri-cirinya
merupakan kebalikan dari yang di atas. Tetapi orang yang bashirahnya lemah,
tentu tidak dapat mengetahuinya.
Sebagian dari para ahli firasat ini pernah
ditanya tentang perkataan yang didengarnya dari orang yang mengucapkannya. Maka dia menjawab, “Demi Allah aku tidak bisa
memahami sedikit pun dari perkataannya.
Hanya saja aku melihat kebersihan dalam ucapannya tidak seperti yang
dikatakan orang yang berpura-pura.”
Tidak ada karunia yang lebih baik bagi hamba
selain dari karunia perkataan yang teguh.
Orang-orang yang mendapatkan perkataan yang teguh akan mendapatkan
buahnya pada saat mereka sangat membutuhkan, yaitu ketika mereka telah terbujur
kaku di dalam kubur dan pada Hari Kiamat.
Disebutkan
di dalam Shahih Muslim dari hadits Al-Barra’ bin Azib, dari Nabi Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam, “Sesungguhnya ayat ini turun berkenaan dengan adzab kubur.”[2]
oOo
(Disadur dari kitab, “Tafsir Ibnu Qayyim,
Tafsir Ayat-Ayat Pilihan”, Syaikh Muhammad Uwais An-Nadwy)
[1] A’laaam
al Muwaqqi’iin, 1/205-211
[2] Ibid,
1/211-212
Tidak ada komentar:
Posting Komentar