Senin, 15 April 2019

PERUMPAMAAN KALIMAT THAYYIBAH



بسم الله الر حمان الر حيم

Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
الم تر كيف ضرب الله مثلا كلمة طيبة كشجرة طيبة اصلها ثابت وفرعها في السماء توءتي اكلها كل حين باذن ربها ويضرب الله الامثال للناس لعلهم يتذكرون
“Alam tarakaifa dharaba Allahu matsalan kalimatan thayyibatan kasyajaratin thayyibatin ashluhaa tsaabitun wafar’uhaa fii assamaa’i  tuktii ukulahaa kullaa hiinin biidznirabbihaa wayadhribu Allahu al amtsaala linnasi la’allahum yatadzakkaruuna”
“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan izin Rabb-nya.  Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.”  (Ibrahim;  24-25)
Allah mengumpamakan kalimat thayyibah atau kalimat yang baik dengan pohon yang baik.  Sebab kalimat yang baik menghasilkan amal shalih, sementara pohon yang baik menghasilkan buah yang bermanfaat.  Ini sudah jelas menurut pendapat jumhur mufasirin (mayoritas ahli tafsir).  Mereka berkata,Kalimat yang baik adalah syahadat bahwa tiada Ilah selain Allah.  Kalimat ini menghasilkan seluruh amal shalih, yang zhahir mapun bathin.  Setiap amal shalih yang diridhai Allah merupakan buah dari kalimat ini.”
Dalam penafsiran Ali bin Abu Thalhah, dari Ibnu Abbas, dia berkata, “Kalimat yang baik ialah syahadat bahwa tiada Ilah selain Allah.  Pohon yang baik di sini ialah orang mukmin.  Akar yang  teguh adalah perkataan ‘Laa ilaaha illallah’ di dalam hati orang mukmin.  Cabangnya menjulang ke langit, artinya amal orang mukmin dibawa naik ke  atas langit.”
Menurut Rabi’ bin Anas, kalimat yang baik merupakan perumpamaan iman.  Sebab iman itu adalah pohon yang baik.  Akarnya teguh yang tidak mudah dicabut adalah ikhlas di dalam hati.  Cabangnya menjulang ke langit artinya ketakutan kepada Allah.  Penyerupaan yang didasarkan kepada pendapat ini lebih benar, dan lebih riil serta lebih baik.  Sebab Allah menyerupakan pohon Tauhid di dalam hati dengan pohon yang baik, yang akarnya teguh, yang cabangnya menjulang ke langit karena ketinggiannya, yang buahnya tidak pernah habis, kapan pun.
Jika engkau memperhatikan penyerupaan ini, tentu akan melihatnya mirip dengan pohon Tauhid yang teguh dan mantap di dalam hati, yang cabang-cabangnya, berupa amal-amal shalih, menjulang ke langit.  Pohon ini setiap saat membuahkan amal-amal shalih, tergantung pada keteguhannya di dalam hati, kecintaan hati kepadanya, keikhlasan di dalamnya, ma’rifat terhadap hakikatnya, pemenuhan hak-haknya dan perhatiannya.  Selagi kalimat yang baik ini tertanam kuat di dalam hatinya beserta hakikatnya, selagi hatinya memiliki sifat-sifat itu, dicelup dengan celupan Allah, yang merupakan celupan yang paling baik, mengetahui hakikat Ilahiyah, yang dikokohkannya bagi Allah dan dipersaksikan lisannya serta dibenarkan anggota tubuhnya, yang dibebaskan dari segala sesembahan selain Allah, maka tidak diragukan lagi, bahwa kalimat yang berasal dari hati dan lisan itu akan senantiasa menghasilkan buahnya, berupa amal shalih yang dibawa naik kepada Allah setiap saat.  Kalimat yang baik inilah yang dapat mengangkat amal shalih kepada Allah.
Kalimat yang baik ini juga menghasilkan sekian banyak kalimat yang baik pula, yang mendampingi amal shalih, lalu amal shalih itu membawa kalimat yang baik, naik ke atas, sebagaimana makna firman-Nya,
“Kepada-Nya-lah naik perkataan-perkataan yang baik, dan amal yang shalih dinaikkan-Nya.”  (Fathir;  10)
Allah mengabarkan, bahwa amal shalih mengangkat kalimat yang baik.  Dia juga mengabarkan, bahwa kalimat yang baik akan menghasilkan amal shalih bagi orang yang mengucapkannya, setiap waktu.
Maksudnya, jika kalimat Tauhid dipersaksikan orang mukmin, dia mengerti makna dan hakikatnya dari sisi penafian dan penetapannya,
(Baca artikel, DUA RUKUN SYAHADAT)
 memiliki sifat-sifat menurut keharusannya, konsisten melaksanakan kesaksian itu dengan hati, lisan dan anggota tubuhnya, maka kalimat yang baik inilah yang akan mengangkat amal dari orang yang mempersaksikannya.  Akarnya yang mantap dan tertanam kuat di dalam hati, cabang-cabangnya menembus ke langit dan menghasilkan buah setiap saat.
Menurut sebagian orang salaf, pohon yang baik di sini adalah pohon kurma.  Hal ini dikuatkan dengan hadits Ibnu Umar di dalam Ash-Shahih.
Dia antara mereka ada pula yang berkata, maksudnya adalah orang mukmin itu sendiri, seperti dikatakan Muhammad bin Sa’d, “Aku diberitahu ayahku, aku diberitahu pamanku, aku diberitahu ayahku, dari ayahnya, dari Ibnu Abbas, tentang ayat, ‘Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik,’ makna pohon yang baik di sini ialah orang mukmin.  Makna akar yang teguh tertanam ke dalam tanah dan cabang yang menjulang ke langit ialah, keberadaan orang mukmin yang beramal dan berkata-kata di dunia, sehingga amal dan perkataannya sampai ke langit, sementara dia tetap berada di bumi.
Menurut Athiyah Al-Aufa tentang ayat ini, bahwa ayat ini merupakan perumpamaan orang mukmin, yang darinya senantiasa keluar perkataan yang baik dan amal shalih, yang naik kepada Allah.
Menurut Ar-Rabi’ bin Anas, akarnya yang teguh dan cabangnya menjulang ke langit adalah perumpamaan orang mukmin yang ikhlas karena Allah dan yang menyembah-Nya semata tanpa menyekutukan-Nya.  Akarnya teguh, artinya akar amalannya teguh di bumi.  Cabangnya menjulang ke langit artinya amalnya disebut-sebut di langit.
Tidak ada perbedaan di antara dua pendapat ini.  Yang dimaksudkan dengan perumpamaan di sini adalah orang mukmin.  Pohon korma adalah yang diserupakan dengan orang mukmin, dan orang mukmin adalah yang diserupakan dengan pohon korma.  Jika pohon kurma merupakan pohon yang baik, maka orang mukmin yang diserupakan dengan pohon kurma lebih layak dikatakan sebagai sesuatu yang baik.
Di antara orang salaf juga ada yang mengatakan bahwa itu adalah pohon di Surga.  Berarti pohon kurma merupakan pohon yang terbaik di Surga.
Di dalam perumpamaan ini terkandung rahasia, ilmu dan ma’rifat yang selaras dengannya yang ditetapkan ilmu Allah dan hikmah-Nya, karena Dia-lah yang menyatakannya.
Di antara rahasia ini, bahwa sebagaimana layaknya, pohon tentu memiliki pangkal, cabang, ranting, daun dan buah.  Begitu pula pohon Iman dan Islam, agar ada kesesuaian antara perumpamaan dan apa yang diumpamakan;  Pangkalnya adalah ilmu dan ma’rifat serta keyakinan.  Cabangnya adalah keikhlasan.  Rantingnya adalah amal.  Buahnya adalah apa-apa yang dihasilkan amal-amal shalih, berupa pengaruh-pengaruh dan sifat yang terpuji, akhlak yang suci, petunjuk dan ciri-ciri yang baik.  Pembuktian tertanamnya pohon ini di dalam hati bisa dilakukan dengan hal-hal tersebut.
Jika ilmu itu benar, sesuai dengan data-data yang dengannya Allah menurunkan kitab-Nya, jika keyakinan itu benar (sesuai dengan apa yang dikhabarkan-Nya) dan yang dikhabarkan para Rasul-Nya, jika keikhlasan ada di dalam hatinya, jika amal-amalnya sesuai dengan perintah, semua ciri-ciri selaras dengan dasar-dasar ini, maka dapat diketahui bahwa akar pohon iman yang ada di dalam hatinya itu teguh, dan cabangnya menjulang di langit.
Jika yang terjadi kebalikannya, maka dapat diketahui bahwa yang tegak di dalam hati  adalah pohon yang buruk, yang terlalu mudah tercabut dari permukaan tanah dan tidak menetap sedikit pun.
Rahasia lain, pohon tidak dapat bertahan hidup kecuali bila ada elemen yang mengairi dan menumbuhkannya.  Jika tidak ada air yang mensuplainya, maka ia terlalu cepat kering.  Begitulah pohon Islam di dalam hati.  Jika orangnya tidak menangani (mengurus) pengairannya setiap saat dengan ilmu yang bermanfaat dan amal shalih, tidak biasa mengingat daripada berpikir dan tidak biasa berpikir daripada mengingat, maka hatinya akan terlalu cepat mengering lalu mati.
Dalam Musnad Al-Imam Ahmad dari hadits Abu Hurairah, dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (artinya),
“Sesungguhnya iman itu (dapat) menjadi usang di dalam hati sebagaimana kain yang menjadi usang.  Maka perbaruilah iman kalian.”
Secara umum dapat dikatakan, bahwa jika tanaman tidak diurus secara terus menerus oleh pemiliknya, maka ia terlalu cepat untuk rusak.
Dari sini engkau dapat mengetahui besarnya kebutuhan hamba kepada apa yang diperintahkan Allah kepadanya, berupa ibadah yang dilaksanakan pada waktu yang berbeda-beda.  Di antara keagungan rahmat-Nya dan kecukupan nikmat dan kebaikan-Nya kepada hamba, bahwa perintah-perintah ini diwajibkan dan dijadikan sebagai elemen untuk mengairi tanaman Tauhid yang ditanam di dalam hati mereka.
Rahasia lain, seperti yang biasa terjadi, di sekitar tanaman dan pepohonan yang bermanfaat tentu ada tanaman dan rumput-rumput liar yang tidak termasuk jenisnya.  Jika pemilik tanaman itu mengurus tanamannya dan membersihkan dari tanaman-tanaman liar yang lain, tentu tanaman itu akan tumbuh sempurna dan menjadi besar, sehingga akan menghasilkan buah yang paling baik.  Jika dia membiarkan tanam-tanaman liar hidup disekitarnya, maka dengan cepat akan mengalahkan tanaman yang sesungguhnya, sehingga hasilnya pun buruk dan tidak memuaskan, tergantung seberapa banyak tanaman liar itu mempengaruhinya.
Siapa yang tidak memiliki pengetahuan tentang cara mengurusnya, tentu dia akan kehilangan keuntungan yang besar, sementara dia tidak menyadarinya.
Usaha orang mukmin senantiasa terfokus pada dua hal;  Mengairi pohon ini dan membersihkan lingkungan di sekitarnya.  Dengan mengairi, pohon itu akan tumbuh terus dan dapat dijaga keberlangsungannya, dan dengan membersihkan sekitarnya, pohon itu tumbuh secara sempurna.  Hanya Allah-lah yang layak dimintai pertolongan dan penyandaran.
Inilah sebagian rahasia dan hikmah yang terkandung di dalam perumpamaan yang agung ini.  Boleh jadi apa yang kami uraikan ini tak ubahnya setetes air di lautan, karena jangkauan pikiran kita yang serba terbatas, karena hati kita yang salah, karena ilmu kita yang sedikit dan amalan kita yang harus dimintakan taubat dan ampunan.  Jika hati kita suci, pikiran kita jernih, amal kita ikhlas, hasrat kita terfokus untuk menerima dari Allah dan Rasul-Nya, tentu kita akan menyaksikan berbagai makna dari kalam Allah, rahasia dan hikmah-Nya, yang semua ilmu dan ma’rifat makhluk menjadi lebur di sisi-Nya.
Dengan begitu engkau dapat mengetahui kadar ilmu para Sahabat dan ma’rifat mereka.  Perbedaan ilmu mereka dengan generasi setelah mereka – seperti perbedaan di antara keduanya dalam kelebihannya.  Sesungguhnya Allah lebih mengetahui dimana Dia meletakkan karunia-Nya dan mengkhususkan siapa pun yang dikehendaki dengan rahmat-Nya.
Kemudian Allah menyebutkan perumpamaan kalimat yang buruk, yang diserupakan dengan pohon yang buruk, yang mudah tercabut dari tanah dan tidak menetap di atasnya.  Ia tidak memiliki pangkal yang kokoh, tidak pula cabang-cabang yang tinggi dan buah yang bagus.  Ia tidak memiliki akar, pangkal dan pohon yang berdiri kokoh, tidak memilki akar yang tertanam kokoh di dalam tanah, di bagian bawah tidak membesar dan bagian atasnya tidak bercabang-cabang dan menjulang, tidak tinggi dan terkalahkan oleh yang lainnya.
Jika orang yang berpikir memperhatikan perkataan manusia saat mereka berpidato atau menulis tentu dia akan mendapatkan gambaran itu.  Kerugian yang paling besar ialah bergaul dengan orang yang lebih banyak omongannya dan ikut bergabung bersamanya, lalu meninggalkan perkataan yang baik dan bermanfaat, yaitu kitab Allah.
Menurut Adh-Dhahhak,  Allah membuat perumpamaan orang kafir seperti pohon yang buruk yang mudah tercabut dari tanah dan tidak dapat menetap.  Pohon itu tidak memiliki akar dan cabang, tidak pula buah dan manfaat apa pun.  Begitu pula kebaikan yang dikerjakan orang kafir atau yang dikatakannya, yang di dalamnya tidak ada barokah dan manfaat apa pun.
Menurut Ibnu Abbas, kalimat yang buruk ialah syirik, yang diumpamakan seperti pohon yang buruk, yaitu diri orang kafir.  Pohon itu mudah tercabut dari tanah dan ia tidak dapat menetap di atasnya.  Syirik tidak mempunyai akar yang dapat dijadikan sebagai pegangan dan tidak pula bukti penguat.  Allah tidak menerima suatu amalan yang disertai syirik, tidak menerima amalan orang musyrik, dan amal itu tidak bisa naik kepada Allah.  Syirik tidak mempunyai akar yang kokoh di bumi dan tidak pula memiliki cabang di langit.  Dia tidak mempunyai amal shalih di langit dan tidak pula di bumi.
Menurut Rabi’ bin Anas, pohon yang buruk merupakan perumpamaan orang kafir, yang perbuatan dan perkataannya tidak memiliki akar dan cabang, yang perkataan dan perbuatannya tidak kokoh di bumi dan tidak bisa naik ke langit.
Menurut Sa’id, dari Qatadah tentang makna ayat ini, dia berkata, “Ada seseorang yang bertemu orang lain yang termasuk ulama, seraya bertanya, ‘Apa pendapat engkau tentang kalimat yang buruk?  Ulama itu menjawab, ‘Aku tidak mengetahui tempat tumbuh yang kuat di bumi dan tidak pula tangga untuk naik ke langit, kecuali tengkuk pelakunya diserahkan, hingga ia akan dijatuhi hukuman di Hari Kiamat.’”
Kemudian Allah mengabarkan karunia dan keadilan-Nya terhadap dua golongan ini, yaitu orang-orang yang memiliki perkataan yang baik, dan orang-orang yang memiliki perkataan yang buruk.  Allah mengabarkan bahwa Dia memberikan pahala kepada orang-orang yang beriman karena iman mereka, berupa ucapan yang teguh, yang sangat dia butuhkan di dunia dan di akhirat.  Sementara Allah menyesatkan orang-orang yang zhalim, yaitu orang-orang musyrik.  Mereka tidak mendapatkan ucapan yang teguh itu, sehingga mereka tersesat sebab kezhaliman mereka.  Sedangkan orang-orang mukmin menjadi teguh karena karunia Allah dan karena iman mereka[1]
Firman Allah,
يثبت الله الذ ين امنو بالقول الثابت فى الحيوةالدنيا وفى الاءخرة
“Yutsabbitu Allahu alladziina aamanu bilqauli atstsaabiti fii al-hayaati ad-dunyaa wa fii al-aakhirati”
“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan dunia dan Akhirat.”  (Ibrahim;  27)
Di dasar ayat ini terkandung simpanan yang agung.  Siapa yang diberi taufik sehingga dia mengetahuinya, mengeluarkan simpanan ini dan membelanjakannya, maka dia mendapatkan keuntungan yang banyak, dan siapa yang tidak diberi taufik itu, maka dia akan kehilangan keberuntungan yang banyak.  Pasalnya, setiap saat manusia memerlukan peneguhan dari Allah.  Jika tidak, maka langit dan bumi imannya akan lenyap dari tempatnya.  Allah telah berfirman kepada hamba-Nya yang paling mulia dan juga Rasul-Nya, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam (artinya),
“Dan, kalau Kami tidak memperkuat (hati)mu, niscaya kamu hampir-hampir condong sedikit kepada mereka.”  (Al-Isra’;  74), dan
“(Ingatlah) ketika Rabb-mu mewahyukan kepada para Malaikat, ‘Sesungguhnya Aku bersama kalian, maka teguhkanlah (pendirian) orang-orang yang telah beriman.”  (Al-Anfaal;  12)
Di dalam Ash-Shahihain disebutkan dari hadits Al-Bajaly, dia berkata, ketika Beliau memohon untuk meneguhkan mereka.  Maka Allah berfirman (artinya),
“Dan semua kisah dari Rasul-Rasul Kami ceritakan kepadamu, adalah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu.”  (Hud;  120)
Seluruh makhluk terdiri dari 2 (dua) golongan; 
* Orang-orang yang dianugerahi keteguhan hati, dan 
* Orang-orang yang diterlantarkan tanpa keteguhan hati.
Peneguhan ini bermula dari ucapan yang teguh dan melaksanakan apa yang diperintahkan kepada hamba.  Dengan dua hal inilah Allah meneguhkan hamba-Nya.  Siapa pun yang perkataannya lebih teguh dan perbuatannya lebih baik, maka dialah yang lebih banyak mendapatkan keteguhan dari Allah.  Makna firman-Nya,
“Dan, sesungguhnya kalau mereka melaksanakan pelajaran yang diberikan kepada mereka, tentulah hal yang demikian itu lebih baik bagi mereka dan lebih menguatkan (iman mereka).”  (An-Nisa’;  66)
Orang yang hatinya paling kuat dan paling teguh, adalah orang yang paling teguh perkataannya.  Perkataan yang teguh adalah perkataan yang benar dan jujur, kebalikan dari perkataan yang bathil dan dusta.
Perkataan ada dua macam;  
* Yang teguh lagi memiliki hakikat, dan 
* Yang bathil tidak memiliki hakikat.
Perkataan yang paling teguh ialah kaliamat Tauhid dan segala konsekuensinya.  Ini merupakan peneguhan yang paling besar yang diberikan Allah kepada hamba di dunia dan di Akhirat.  Karena itu engkau melihat orang-orang yang jujur adalah orang yang paling teguh, konsisten dan paling berani.  Sementara para pendusta adalah orang yang paling dibenci manusia, paling hina dan paling sedikit keteguhan hatinya.  Para ahli firasat tentu dapat mengetahui kejujuran orang yang jujur, keteguhan hati, keberanian dan kharismanya.  Mereka juga mengetahui kedustaan para pendusta dengan ciri-cirinya merupakan   kebalikan dari yang di atas.  Tetapi orang yang bashirahnya lemah, tentu tidak dapat mengetahuinya.
Sebagian dari para ahli firasat ini pernah ditanya tentang perkataan yang didengarnya dari orang yang mengucapkannya.  Maka dia menjawab, “Demi Allah aku tidak bisa memahami sedikit pun dari perkataannya.  Hanya saja aku melihat kebersihan dalam ucapannya tidak seperti yang dikatakan  orang yang berpura-pura.”
Tidak ada karunia yang lebih baik bagi hamba selain dari karunia perkataan yang teguh.  Orang-orang yang mendapatkan perkataan yang teguh akan mendapatkan buahnya pada saat mereka sangat membutuhkan, yaitu ketika mereka telah terbujur kaku di dalam kubur dan pada Hari Kiamat.  Disebutkan di dalam Shahih Muslim dari hadits Al-Barra’ bin Azib, dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Sesungguhnya ayat ini turun berkenaan dengan adzab kubur.”[2]

oOo

(Disadur dari kitab, “Tafsir Ibnu Qayyim, Tafsir Ayat-Ayat Pilihan”, Syaikh Muhammad Uwais An-Nadwy)

[1]  A’laaam al Muwaqqi’iin, 1/205-211
[2]  Ibid, 1/211-212

Tidak ada komentar:

Posting Komentar