Senin, 22 April 2019

RASULULLAH ADALAH RAHMAT BAGI SEMESTA ALAM



بسم الله الر حمان الر حيم


Firman Allah Subahanahu wa Ta’ala,
وما ارسلناك الا رحمة للعالمين  /  “Wa maa arsalnaaka illaa rahmatan lil’aalamiina”
“Dan tidaklah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi Semesta Alam.”  (Al-Ambiya’;  107)
Yang lebih benar dari dua pendapat tentang ayat ini, bahwa maksudnya di sini bersifat umum.  Tentang hal ini ada dua analisis;
1.     1.  Keumuman Alam Semesta yang bisa mendapatkan manfaat dari Risalah Beliau (Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam).  Sedangkan para pegikut Beliau mendapatkan kemulian di dunia dan di akhirat melalui Risalah itu.  Adapun musuh-musuh yang memerangi Beliau, lebih baik bila mereka segera mati.  Karena jika mereka tetap hidup, semakin lama justru akan mengeraskan (menambah) siksaan yang bakal mereka terima di akhirat kelak.  Kesengsaraan telah ditetapkan atas mereka.  Maka kematian yang disegerakan menjadi lebih baik daripada mereka diberi umur panjang dan tetap dalam kekafiran.
Adapun orang-orang yang mengikat janji (dari orang-orang kafir) dengan Beliau, maka mereka hidup di dunia dalam perlindungan dan ikatan perjanjian dengan Beliau.  Kejahatan mereka ini lebih sedikit daripada orang-orang kafir yang memusuhi Beliau (termasuk orang-orang munafik yang menampakkan ke-Islaman mereka, tetapi memusuhi ajaran Beliau, pen.)
Orang-orang munafik yang menampakkan iman, maka darah, harta, dan keluarga mereka menjadi aman, mereka tetap dihormati dan tetap mendapatkan perlakuan hukum-hukum Islam, seperti hukum warisan, perkawinan, dan lain-lain.
Adapun ummat-ummat yang terpisah dari Beliau, maka Allah membebaskan adzab secara umum dari para penghuni dunia.  Dengan begitu seluruh alam mendapatkan manfaat dari Risalah Beliau.
2.     2.  Beliau menjadi rahmat bagi setiap orang.  Hanya saja orang-orang mukmin (beriman) dapat menerima rahmat ini, sehingga mereka dapat mengambil manfaat darinya di dunia dan juga di akhirat.  Sementara orang-orang kafir (dan munafik, pen.) menolaknya.  Padahal Beliau tidak keluar (diutus) untuk tidak menjadi rahmat bagi mereka.  Hanya saja mereka sendiri yang tidak dapat menerimanya.  Seperti dikatakan, “Ini adalah obat untuk penyakit ini.”  Jika orang yang menderita sakit itu tidak mau mempergunakannya, maka keberadaan obat itu tidak akan dapat mengenyahkan penyakit tersebut.[1]

oOo
(Disalin dari kitab, “Tafsir Ibnu Qayyim, Tafsir Ayat-Ayat Pilihan”, Syaikh Muhammad Uwais An-Nadwy)
[1]  Jalaa’ Al-Afhaam, hal. 115-116.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar