بسم الله الر حمان الر حيم
“MENGKUFURI NIKMAT ALLAH”
Orang-orang jahiliyah menyandarkan kenikmatan
yang telah Allah berikan kepada mereka kepada selain-Nya.
Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
يعر فون نعمة الله ثم ينكرونها / “Ya’rifuuna ni’matallahi
tsumma yunkiruu naha” / “Mereka
mengetahui nikmat-nikmat Allah kemudian mereka mengingkarinya”
(QS. An-Nahl;
83)
SYARAH
(PENJELASAN)
Menyandarkan kenikmatan kepada selain Allah Subhanahu
wa Ta’ala adalah perbuatan Syirik kepada-Nya. Perbuatan ini merupakan perbuatan orang-orang
jahiliyah. Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman tentang mereka (artinya),
“Mereka
mengetahui nikmat-nikmat Allah, kemudian mereka mengingkarinya dan kebanyakan
mereka adalah orang-orang yang kafir.”
(QS. An’Nahl; 83)
Berkaitan
dengan tafsir ayat di atas, maka ada dua pendapat di kalangan ‘ulama;
Pendapat
pertama;
Orang-orang
jahiliyah tersebut mengenal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
Risalah (yang Beliau bawa), kemudian mereka mengingkarinya, menentangnya dan
sombong terhadapnya. Padahal di dalam
lubuk hati mereka mengetahui bahwasanya Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah Rasul Allah, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala
(artinya),
“Sesungguhnya
Kami mengetahui, bahwasanya apa yang mereka katakan itu menyedihkan hatimu,
(janganlah kamu bersedih hati), karena mereka sebenarnya bukan mendustakan kamu,
akan tetapi orang-orang yang zhalim itu mengingkari ayat-ayat Allah”
(QS. Al-An’am;
33)
Mereka mengetahui kenikmatan Allah, dengan
diutusnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan keberadaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam adalah kenikmatan terbesar bagi manusia (penduduk bumi). Akan tetapi mereka mengingkari (hadits-hadits) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menentang Beliau
(Risalahnya). Ini adalah pendapat pertama dari tafsir ayat
di atas.
Pendapat
kedua;
Orang-orang
jahiiyah mengetahui kenikmatan Allah atas mereka yang telah disebutkan dalam
surat An-Nahl di atas, akan tetapi mereka mengingkarinya. Mereka menyandarkan (nikmat-nikmat tersebut)
kepada selain Allah. Yakni
menyandarkan kepada kemampuan, kekuatan, jerih-payah, dan hasil usaha mereka sendiri,
seperti apa yang pernah dikatakan oleh Qarun;
“Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu karena
ilmu yang ada padaku.”
(QS. Al-Qashash; 78)
Allah Subhanahu
wa Ta’ala menyebutkan, bahwa manusia apabila telah diberi oleh Allah suatu
kenikmatan, maka ia berkata, “Ini dari (usaha)ku.” Maksudnya, “Aku memang berhak mendapatkannya
dan aku yang diberi hak dengannya, bukan milik Allah.” Dia telah
menyandarkan kebaikan yang dia peroleh kepada dirinya sendiri, dan tidak
mengatakan, “Ini adalah karena keutamaan dan kasih sayang Allah.”
oOo
(Disalin
dari kitab, “Perilaku dan Akhlak Jahiliyah”, Al-Imam Muhammad bin
Abdul Wahhab At-Tamimi, Syarah; Dr. Shalih bin Fauzaan bin Abdullah
Fauzan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar