"TERLENA DENGAN DUNIA"
بسم الله الر حمان الر حيم
Sesungguhnya orang-orang jahiliyah telah tertipu
dengan kehidupan dunia. Mereka
menyangka, bahwa pemberian Allah kepada mereka adalah sebagai tanda (bukti) bahwa
Allah ridha pada mereka.
Sebagaimana
ucapan mereka yang diungkap Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam Al-Qur’an,
“(Dan
mereka berkata), ‘Kami lebih banyak miliki harta dan anak-anak (daripada kalian),
dan kami sekali-kali tidak akan di adzab.”
(QS. Saba’; 35)
SYARAH
(PENJELASAN)
Orang-orang
jahiliyah menganggap, bahwa pemberian Allah kepada mereka berupa banyaknya anak
keturunan dan harta benda merupakan kebaikan Allah ‘Azza wa Jalla kepada
mereka, dan Allah tidak akan menyiksa mereka.
Sebagaimana makna firman-Nya,
“Dan
mereka berkata, ‘Kami lebih banyak memiliki harta dan anak-anak (daripada kamu),
dan kami sekali-kali tidak akan diadzab.’
Katakanlah, ‘Sesungguhya Tuhanku melapangkan rezki bagi siapa yang
dikehendaki-Nya dan menyempitkan (bagi siapa yang dikehendaki-Nya), akan tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui.’ Dan
sekali-kali bukanlah harta, dan bukan (pula) anak-anak kalian yang mendekatkan
kalian kepada Kami sedikit pun.”
(QS. Saba’; 35–37)
Banyak
harta, anak, dan kemewahan bukanlah bukti kecintaan Allah pada seorang
hamba. Bahkan tidak jarang Allah
memberikannya kepada orang kafir sebagai istidraj (terus-menerus diberi
kenikmatan meskipun dalam kondisi bergelimang maksiat, sementara ia menyangka bahwa Allah
meridhainya, pen.). Sebagaimana
disebutkan di dalam hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
(artinya),
“Sesungguhnya Allah memberikan dunia kepada siapa
yang dicintai dan yang tidak dicintai-Nya.
Adapun Agama (pemahaman yang benar), tidak akan diberikan kecuali kepada yang Dia
cintai saja.”
(HR. Ahmad, Al-Hakim), dan
“Kalau seandainya dunia itu bernilai di sisi
Allah seberat satu sayap nyamuk, niscaya orang-orang kafir tidak akan dapat
(jatah) minum seteguk air pun.”
(HR. At-Tirmidzi)
Lihatlah
keadaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, makhluk yang paling
dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Demikian pula para Sahabat Beliau. Mereka telah ditimpa rasa lapar, kekurangan,
dan kefakiran, padahal mereka adalah makhluk Allah yang paling mulia setelah
para Nabi. Adapun orang-orang kafir yang mendapatkan
kelapangan hidup – dan bersuka-ria dengan berbagai macam kenikmatan dan kesenangan, maka
sesungguhnya hal tersebut dalam rangka istidraj (diulur). Maka
janganlah berdalil dengan kemewahan dan keindahan dunia, untuk (menilai)
kemuliaan seseorang di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Yang bisa dijadikan dalil untuk menilai
kemulian seseorang di sisi Allah adalah, apabila hamba tersebut beriman dan beramal shalih (bertakwa),
baik dia orang kaya atau orang yang fakir. (Hal
ini bertentangan) dengan slogan dan propaganda manusia, bahwa ahli dunia dan
orang kaya - merekalah orang-orang yang mulia di sisi Allah, sedangkan orang-orang fakir
miskin adalah manusia yang rendah di hadapan Allah ‘Azza wa Jalla.
oOo
Renungan;
Sabda Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam (artinya);
“Bukanlah kemiskinan yang aku khawatirkan menimpa kalian, tetapi yang aku khawatirkan adalah melimpahnya keduniaan pada
kalian, sebagaimana ia dilimpahkan pada orang-orang sebelum kalian – lalu kalian
berlomba-lomba untuk mendapatkannya, sehingga keduniaan itu membinasakan kalian
sebagaimana dia telah membinasakan orang-orang sebelum kalian.”
(HR. Muslim)
(Dari kitab , “Perilaku dan Akhlak Jahiliyah”, Al-Imam Muhammad bin Abdul Wahhab At-Tamimi, Syarah; Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar