Selasa, 19 Februari 2019

128 PERILAKU DAN AKHLAK JAHILIYAH (Masalah ke-23)



"TERLENA DENGAN DUNIA"
بسم الله الر حمان الر حيم

Sesungguhnya orang-orang jahiliyah telah tertipu dengan kehidupan dunia.  Mereka menyangka, bahwa pemberian Allah kepada mereka adalah sebagai tanda (bukti) bahwa Allah ridha pada mereka.
Sebagaimana ucapan mereka yang diungkap Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam Al-Qur’an,
“(Dan mereka berkata), ‘Kami lebih banyak miliki harta dan anak-anak (daripada kalian), dan kami sekali-kali tidak akan di adzab.”  
(QS. Saba’;  35)

SYARAH (PENJELASAN)
Orang-orang jahiliyah menganggap, bahwa pemberian Allah kepada mereka berupa banyaknya anak keturunan dan harta benda merupakan kebaikan Allah ‘Azza wa Jalla kepada mereka, dan Allah tidak akan menyiksa mereka.  Sebagaimana makna firman-Nya,
“Dan mereka berkata, ‘Kami lebih banyak memiliki harta dan anak-anak (daripada kamu), dan kami sekali-kali tidak akan diadzab.’  Katakanlah, ‘Sesungguhya Tuhanku melapangkan rezki bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan menyempitkan (bagi siapa yang dikehendaki-Nya), akan tetapi kebanyakan manusia tidak  mengetahui.’  Dan sekali-kali bukanlah harta, dan bukan (pula) anak-anak kalian yang mendekatkan kalian kepada Kami sedikit pun.  
(QS. Saba’;  35–37)
Banyak harta, anak, dan kemewahan bukanlah bukti kecintaan Allah pada seorang hamba.  Bahkan tidak jarang Allah memberikannya kepada orang kafir sebagai istidraj (terus-menerus diberi kenikmatan meskipun dalam kondisi bergelimang maksiat, sementara ia menyangka bahwa Allah meridhainya, pen.).  Sebagaimana disebutkan di dalam hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (artinya),
“Sesungguhnya Allah memberikan dunia kepada siapa yang dicintai dan yang tidak dicintai-Nya.  Adapun Agama (pemahaman yang benar), tidak akan diberikan kecuali kepada yang Dia cintai saja.”  
(HR. Ahmad, Al-Hakim), dan
“Kalau seandainya dunia itu bernilai di sisi Allah seberat satu sayap nyamuk, niscaya orang-orang kafir tidak akan dapat (jatah) minum seteguk air pun.”   
(HR. At-Tirmidzi)
Lihatlah keadaan Rasulullah shallallahualaihi wa sallam, makhluk yang paling dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala.  Demikian pula para Sahabat Beliau.  Mereka telah ditimpa rasa lapar, kekurangan, dan kefakiran, padahal mereka adalah makhluk Allah yang paling mulia setelah para Nabi.  Adapun orang-orang kafir yang mendapatkan kelapangan hidup – dan bersuka-ria dengan berbagai macam kenikmatan dan kesenangan, maka sesungguhnya hal tersebut dalam rangka istidraj (diulur).  Maka janganlah berdalil dengan kemewahan dan keindahan dunia, untuk (menilai) kemuliaan seseorang di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.  Yang bisa dijadikan dalil untuk menilai kemulian seseorang di sisi Allah adalah, apabila hamba tersebut beriman dan beramal shalih (bertakwa), baik dia orang kaya atau orang yang fakir.  (Hal ini bertentangan) dengan slogan dan propaganda manusia, bahwa ahli dunia dan orang kaya - merekalah orang-orang yang mulia di sisi Allah, sedangkan orang-orang fakir miskin adalah manusia yang rendah di hadapan Allah ‘Azza wa Jalla.

oOo
Renungan;
Sabda Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam (artinya);
Bukanlah kemiskinan yang aku khawatirkan menimpa kalian, tetapi yang aku khawatirkan adalah melimpahnya keduniaan pada kalian, sebagaimana ia dilimpahkan pada orang-orang sebelum kalian – lalu kalian berlomba-lomba untuk mendapatkannya, sehingga keduniaan itu membinasakan kalian sebagaimana dia telah membinasakan orang-orang sebelum kalian.”  
(HR. Muslim)

(Dari kitab  , “Perilaku dan Akhlak Jahiliyah”, Al-Imam Muhammad bin Abdul Wahhab At-Tamimi, Syarah; Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar