Selasa, 26 Maret 2019

128 PERILAKU DAN AKHLAK JAHILIYAH (Masalah ke-119)



“BERDEBAT TANPA ILMU”
بسم الله الر حمان الر حيم

Mereka berdebat dalam suatu perkara yang mana mereka tidak memiliki ilmu tentangnya.

SYARAH (PENJELASAN)
Sesungguhnya orang-orang jahiliyah berdebat dan saling bertikai dalam suatu permasalahan yang mereka tidak memiliki ilmu (agama, pen) di dalamnya.  Padahal yang diwajibkan adalah, seseorang tidak diperbolehkan berdebat kecuali dengan ilmu.  Adapun perkara yang tidak dia ketahui, semestinya dia diam.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (artinya),
“Bahkan yang sebenarnya, mereka mendustakan apa yang mereka belum mengetahuinya dengan sempurna, padahal belum datang kepada mereka penjelasannya.” (QS. Yunus;  39)
Maksudnya; Mereka pada hakikatnya mentakwilkannya (menyimpangkan makna dari yang sebenarnya).
Di dalam ayat di atas terkandung dua faidah, yaitu;
Pertama;
Seseorang tidak boleh masuk ke dalam suatu perkara (permasalahan) yang belum dia ketahui, dan tidak (pula) boleh mengingkari perkara yang dia belum mengetahuinya.  Bahkan hendaknya dia mengatakan, “Wallahu a’lam” (hanya Allah yang Maha mengetahui).  Oleh karena itu Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman kepada Nabi shallallahui ‘alaihi wa sallam,
 وقل رب زد ني علما . . ./ Wa qul rabbi zidnii ‘ilma”/  “Dan katakanlah, ‘Wahai Rabbku, tambahkanlah bagiku ilmu pengetahuan.”   
(QS. Thaha;  114)
Seseorang tidak boleh menganggap bahwa dirinya itu menguasai semua ilmu.  Akan tetapi, hendaknya dia menganggap dirinya selalu kurang dan mengetahui kadar kemampuan (ilmu)nya.  Meskipun dia telah menguasai banyak bidang keilmuan, namun yang tidak diketahuinya jauh lebih banyak.  Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وفوق كل ذي علم عليم . . . / “Wa fauqa kulli dzii ‘ilmin ‘aliimun” /  “Dan di atas tiap-tiap orang yang berpengetahuan itu ada lagi Yang Maha Mengetahui.”  
(QS. Yunus;  76)
Sehingga akhir (muara) keilmuan itu hanya tertuju pada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Kedua;
Janganlah seseorang (terburu-buru) mengingkari suatu perkara yang diketahui oleh orang lain (tetapi dia tidak mengetahui).  Seandainya ilmu itu ada pada orang lain, dan tersembunyi pengetahuan tersebut dari dirinya, maka janganlah dia (buru-buru) mengingkarinya.  Tidak ada seorang manusia pun yang diberi ilmu secara keseluruhan.  Oleh karena itu para ‘ulama sering mengatakan – dan ungkapan ini selalu diulang-ulang, “Barangsiapa yang menghafal sesuatu hujjah, maka ia akan mengalahkan orang yang tidak menghafalnya.”
Ad-dahriyun (kaum atheis), kaum musyrikin, para penolak sifat-sifat Allah, dan orang-orang yang sesat, mereka mengingkari setiap perkara yang mereka ingkari (belum mereka ketahui), yang didasari kebodohan terhadap perkara tersebut dan dangkalnya kemampuan (daya pikir / akal) mereka.  Hal ini dikarenakan mereka tidak mau beriman kepada perkara yang ghaib, dan membangun madzhab mereka di atas qiyas (analogi) yang fasid (rusak), lalu mereka pun tersesat dari jalan yang lurus.

oOo
(Disadur dari kitab, “Perilaku dan Akhlak Jahiliyah”, Al-Imam Muhammad bin Abdul Wahhab At-Tamimi, Syarah; Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar