“MENCAMPUR ANTARA KEBENARAN DENGAN
KEBATHILAN AGAR KEBATHILAN ITU DITERIMA”
بسم الله الر حمان الر حيم
Al-Labsu
(mengaburkan) kebenaran dengan kebathilan.
SYARAH
(PENJELASAN)
Merupakan
adat dan tradisi orang-orang kafir dan jahiliyah dari kalangan Yahudi dan
Nasrani, dan dari kalangan orang-orang Islam yang menyerupai mereka adalah, mengaburkan kebenaran
dengan kebathilan.
Al-Labtsu adalah Al-Kalthu, yakni
mencampur adukkan. Maksudnya, mereka
mencampur adukkan antara kebenaran dengan kebathilan, dalam rangka (untuk)
menyebarkan kebathilan tersebut. Karena
kalau kebathilan semata (yang disebarkan), pastilah tidak akan ada seorang pun
yang mau menerimanya. Akan
tetapi apabila dikaburkan (dicampur) dengan kebenaran, maka orang-orang yang mudah tertipu
dari kalangan orang yang beriman, dan kalangan orang yang dangkal pandangannya
akan mudah menerimanya, dan mereka akan mengatakan, “Di dalamnya ada (terselip) kebenaran.” Lalu mereka pun menerima semuanya.
Adapun
seandainya mereka menerima kebenaran saja darinya dan menolak yang bathil,
niscaya akan baiklah tindakan itu. Akan
tetapi jika mereka menerima secara keseluruhan (tanpa mau memilah-milah), maka ini
adalah suatu kesalahan. Maka yang
wajib bagi orang-orang berilmu dan berakal sehat, hendaknya jangan menerima
segala sesuatu yang sesuai (cocok) dengan perasaannya saja. Akan tetapi hendaklah diteliti dan diperiksa
terlebih dahulu. Lalu diterima jika di
dalamnya terdapat kebenaran, dan ditolak atau dikembalikan jika di dalamnya ada
kebathilan.
Terkadang
orang-orang kafir menyampaikan kebenaran bukan dalam rangka semangat, atau menyukai
kebenaran tersebut, akan tetapi mereka menyampaikannya untuk menyebarkan (“menyelipkan”)
kebathilan padanya. Maka, wajiblah
kita waspada terhadap perbuatan mereka.
Ini merupakan tindakan preventif dan tidak tergesa-gesa dalam menerima
perkara tersebut.
Ketika
telah tampak pada perkara tersebut cahaya kebenaran, yang sebelumnya telah diuji
dan diperiksa, maka kebenaran yang ada di dalamnya kita ambil, dan kebathilan
yang ada di dalamnya kita tolak. Dan
(masalah) yang seperti ini hanya diketahui oleh ahli ilmu (‘ulama) dan ahli bashirah.
Adapun
kalangan awam dan orang yang jahil (bodoh), yang sempit cara pandangnya,
akan tertipu dan terkelabui dengan perkara-perkara semacam ini. Oleh karena
itu, yang menjadi kewajiban bagi mereka adalah bertanya kepada ahli ilmu (orang yang lebih mengetahui), dan
meminta bimbingan para ‘ulama sebelum menerimanya, sehingga mereka bisa selamat
dari berbagai kerancuan.
oOo
(Disadur
dari kitab, “Perilaku dan Akhlak Jahiliyah”, Al-Imam Muhammad bin
Abdul Wahhab At-Tamimi, Syarah; Dr. Shalih bin Fauzan bin
Abdullah Al-Fauzan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar