بسم الله الر حمان الر حيم
Pertolongan dan Penelantaran Allah Subhanahu
wa Ta’ala merupakan kunci keberhasilan atau kegagalan setiap insan
(manusia) dalam melarungkan bahtera kehidupan mereka.
Firman Allah Ta’ala,
ان ينصر كم الله فلا غالب لكم وان يخذ لكم
فمن ذا الذي ينصركم من بعده / “In yanshurkumu Allahu falaa ghaalibalakum
wa in yakhdzulkum faman dzaa alladzii yanshurukum min ba’dihi”
“jika Allah menolong kalian, maka tidak ada orang
yang dapat mengalahkan kalian. Jika
Allah membiarkan kalian (tidak memberi pertolongan), maka siapakah gerangan
yang dapat menolong kalian (selain) dari Allah sesudah itu?”
(Ali-Imran; 160)
Asal
makna dari kata خذلان / "Khadzlaan" adalah
meninggalkan dan melepaskan. Sebutan
untuk sapi atau domba yang dilepas bersama anaknya di tempat penggembalaan dan
dipisahkan dari kawanan yang lain adalah
خذول / "Khadzuul".
Muhammad
bin Ishaq berkata
tentang ayat ini, “Jika Allah menolongmu, maka tak
seorang manusia pun yang dapat mengalahkanmu, dan orang yang biasa
menelantarkanmu tidak akan mampu menimpakan mudharat. Tetapi jika Allah menelantarkanmu, maka tak
seorang manusia pun yang bisa menolongmu.” Dengan perkataan lain, jangan serahkan
urusan-Ku kepada manusia dan tolaklah manusia demi urusan-Ku.
Khadzlaan (penelantaran) terjadi karena Allah
menyerahkan hamba tersebut kepada dirinya sendiri. Kebalikannya adalah taufiq, yaitu jika
Allah tidak mambiarkan dirinya serta tidak menyerahkan kepada dirinya sendiri,
tetapi Dia berbuat sesuatu terhadapnya, menyayanginya, menolongnya, membela dan
melindungi sebagaimana seorang ibu penyayang yang melindungi anaknya yang
lemah. Siapa yang
dibiarkan Allah, maka ia akan binasa dengan segenap kebinasaan.
Karena itu, di antara do'a Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah,
يا حي يا قيوم يا بديع السموات والارض يا ذاالجلا
ل والاكرام لااله الا انت برحمتك استغيث
اصلح لي شاءني كله ولاتكلني الى نفسى طرفة عين ولا الى احد من خلقك
“Yaa hayyu yaa
qayyumu yaa badii’u assamawaati wa al ardhi yaa dzaljalaali wa al ikraami laa
ilaaha illa anta birahmatika astaghiitsu aslihliy syaknii kullahu
wa laa takilnii ilaa nafsiy tharfata ainin wa laa ilaa ahadin min
khalqika”
Artinya;
“Wahai
Dzat yang Mahahidup, dan Yang terus-menerus mengurusi (makhluk), wahai Pencipta
langit dan bumi, wahai Yang memiliki Kebesaran dan Kemuliaan, tiada Ilah
melainkan Engkau, dengan rahmat-Mu aku memohon pertolongan, perbaikilah bagiku
urusanku semuanya, dan janganlah Engkau serahkan aku kepada
diriku sendiri walau sekejap mata, dan tidak
pula kepada seseorang pun dari makhluk-Mu.”
Seorang
hamba diletakkan antara Allah dan musuhnya, Iblis. Jika Allah menolongnya, maka musuhnya tidak
bisa berbuat apa-apa terhadap dirinya.
Jika Dia (Allah) menelantarkannya dan berpaling darinya, maka syaithan
akan segera menyambarnya sebagaimana serigala yang menyambar domba.
Jika ada
yang bertanya, “Lalu, apa dosa yang dilakukan domba tersebut jika pengembala
berada di antara serigala dan domba itu?
Mungkinkah ia kuat menghadapi serigala dan bisa selamat darinya?”
Jawabannya; Demi Allah, sesungguhnya syaithan itu adalah
serigalanya manusia seperti yang dikatakan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Tetapi Allah tidak memberikan kekuasaan
begitu saja kepada serigala yang terkutuk ini sehingga ia (dengan mudah) bisa
melahap domba yang lemah. Jika domba
menyodorkan tangannya ke arah serigala, dan mengajaknya bersalaman, atau jika
serigala itu mengundangnya dan domba mengiyakan (menyambut) ajakannya, menurut
(manut) kepadanya dan tidak menghindar darinya, menghampirinya serta tunduk dan
patuh, meninggalkan tempat pengembalaan yang sudah terlindung dan tidak bisa
dimasuki serigala, lalu dia berpindah ke sarang serigala, yang siapa pun jika
masuk ke sana tentu akan menjadi santapannya, maka bukankah serigala tetap saja
seekor serigala dan bukannya domba?
Bagaimana mungkin penggembala bisa mengingatkan dan
menakut-nakutinya? Banyak
didapatkan domba yang menjadi mangsa serigala, karena domba itu melepaskan diri
dari kawalan penggembala dan berpindah ke kawasan (tempat) serigala.
Ahmad
bin Marwan Al-Maliky berkata
dalam kitab Al-Mujalasah, “Aku mendengar Ibnu Abid-Dunya berkata, ‘Sesungguhnya
Allah memiliki Ilmu yang tak terbatas, dan tak terhitung. Dia memberi setiap orang sebagian dari ilmu-Nya, yang tidak diberikan kepada orang lain. Kami pernah diberitahu Abu Abdullah Ahmad bin Muhammad bin Sa’id
Al-Qathan, kami diberitahu Ubaidillah bin Bakar As-Sahmy, dari ayahnya, bahwa
ada sekumpulan orang yang sedang dalam perjalanan jauh. Salah seorang di antara mereka melewati
sekumpulan burung, lalu dia bertanya kepada teman-temannya, ‘Tahukah kalian apa
yang diperbincangkan burung-burung itu?’
‘Tidak
tahu,’ jawab mereka
Orang itu
berkata, ‘Dia (burung itu) mengatakan begini dan begitu.’
Ada sesuatu
yang membingungkan kami, dan kami tidak tahu apakah orang itu (berkata) jujur
atau berdusta. Suatu ketika mereka
melewati tempat remang-remang yang di sana ada seekor domba bersama anaknya
yang sebelumnya lepas dari induknya.
Induk domba itu pun mendekatkan lehernya kepada anaknya - lalu
mengembik.
‘Tahukah
kalian apa yang dikatakan induk domba itu (kepada anaknya)?’ Tanya orang tersebut.
‘Tidak
tahu,’ jawab mereka.
Orang itu
berkata, Induk kambing tersebut berkata kepada anaknya, ‘Kemarilah, agar kamu
tidak dimakan oleh serigala, seperti yang menimpa saudaramu awal tahun kemarin
di tempat ini.’
Akhirnya
kami bertemu dengan pengembala kambing itu, dan kami bertanya kepadanya,
‘Apakah domba ini melahirkan anak pada tahun kemarin?’ Pengembala menjawab, ‘Benar ia melahirkan
awal tahun, lalu anaknya dimakan serigala di tempat ini.’
Kemudian
kami berpapasan dengan sekumpulan orang-orang yang di tengah-tengah mereka ada
sekedup di atas punggung onta. Onta itu
mengeluarkan suara dan melengkungkan lehernya ke arah wanita yang berada di
dalam sekedup.
‘Tahukah
kalian apa yang dikatakan onta itu?’
Tanya orang tadi.
‘Tidak
tahu,’ jawab kami.
Dia
berkata, ‘Dia (onta) mengutuk wanita penunggangnya, yang menurutnya wanita itu
pernah mengikatnya dengan tali, dan tali itu ada yang menusuk ke punuknya.’
Kami pun
menemui orang-orang itu dan berkata, ‘Sesungguhnya rekan kami ini berkata
bahwa, onta itu mengutuk wanita penunggangnya, dan ia mengatakan bahwa dia
(wanita itu) pernah mengikatnya dengan tali, dan sebagian tali itu tertinggal
di dalam punuknya.’
Maka mereka
menderumkan onta dan memeriksanya.
Ternyata apa yang dikatakan orang itu benar-benar terjadi.’”
Itulah domba yang memperingatkan anaknya dari
sergapan serigala sekali saja, dan anak domba itu pun menuruti (perkataan
induknya). Sementara Allah memperingatkan anak Adam dari sergapan serigalanya
hingga beberapa kali. Namun anak Adam
itu tidak menggubrisnya, justru mereka memenuhi ajakan serigala yang
berdampingan dengannya. Firman Allah (artinya),
“Dan
berkatalah syaithan tatkala perkara hisab telah diselesaikan, ‘Sesungguhnya
Allah telah menjanjikan kepada kalian janji yang benar, dan aku pun telah
menjanjikan kepada kalian, tetapi aku menyalahi (mengingkari)nya. Sekali-kali
tidak ada kekuasaan bagiku terhadap kalian (sedikitpun), melainkan (sekedar)
menyeru kalian – lalu kalian mematuhi seruanku, oleh sebab itu janganlah kalian
mencerca aku, akan tetapi cercalah diri kalian sendiri. Aku sekali-kali tidak dapat menolong kalian dan
kalian pun serkali-kali tidak dapat menolongku.
Sesungguhnya aku tidak membenarkan perbuatan kalian mempersekutukan aku
(dengan Allah) sejak dahulu.’ Sesungguhnya
orang-orang yang zhalim itu mendapat siksaan yang pedih.” (Ibrahim;
22)[1]
oOo
(Disadur
dari kitab, “Tafsir Ibnu Qayyim, Tafsir Ayat-Ayat Pilihan”, Syaikh
Muhammad Uwais An-Nadwy)
[1] Sifaa’ Al-Aliil, hal. 100-101
Tidak ada komentar:
Posting Komentar