Sabtu, 30 Maret 2019

PERTOLONGAN DAN PENELANTARAN ALLAH



بسم الله الر حمان الر حيم

Pertolongan dan Penelantaran Allah Subhanahu wa Ta’ala merupakan kunci keberhasilan atau kegagalan setiap insan (manusia) dalam melarungkan bahtera kehidupan mereka.

Firman Allah Ta’ala,
ان ينصر كم الله فلا غالب لكم وان يخذ لكم فمن ذا الذي ينصركم من بعده  / “In yanshurkumu Allahu falaa ghaalibalakum wa in yakhdzulkum faman dzaa alladzii yanshurukum min ba’dihi”
“jika Allah menolong kalian, maka tidak ada orang yang dapat mengalahkan kalian.  Jika Allah membiarkan kalian (tidak memberi pertolongan), maka siapakah gerangan yang dapat menolong kalian (selain) dari Allah sesudah itu?”  (Ali-Imran;  160)
Asal makna dari kata  خذلان  / "Khadzlaan" adalah meninggalkan dan melepaskan.  Sebutan untuk sapi atau domba yang dilepas bersama anaknya di tempat penggembalaan dan dipisahkan dari kawanan yang lain adalah  خذول  / "Khadzuul".
Muhammad bin Ishaq berkata tentang ayat ini, “Jika Allah menolongmu, maka tak seorang manusia pun yang dapat mengalahkanmu, dan orang yang biasa menelantarkanmu tidak akan mampu menimpakan mudharat.  Tetapi jika Allah menelantarkanmu, maka tak seorang manusia pun yang bisa menolongmu.” Dengan perkataan lain, jangan serahkan urusan-Ku kepada manusia dan tolaklah manusia demi urusan-Ku.
Khadzlaan (penelantaran) terjadi karena Allah menyerahkan hamba tersebut kepada dirinya sendiri.  Kebalikannya adalah taufiq, yaitu jika Allah tidak mambiarkan dirinya serta tidak menyerahkan kepada dirinya sendiri, tetapi Dia berbuat sesuatu terhadapnya, menyayanginya, menolongnya, membela dan melindungi sebagaimana seorang ibu penyayang yang melindungi anaknya yang lemah.  Siapa yang dibiarkan Allah, maka ia akan binasa dengan segenap kebinasaan.  Karena itu, di antara do'a Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah,
يا حي يا قيوم يا بديع السموات والارض يا ذاالجلا ل والاكرام  لااله الا انت برحمتك استغيث اصلح لي شاءني كله ولاتكلني الى نفسى طرفة عين ولا الى احد من خلقك
“Yaa hayyu yaa qayyumu yaa badii’u assamawaati wa al ardhi yaa dzaljalaali wa al ikraami laa ilaaha illa anta birahmatika astaghiitsu aslihliy syaknii kullahu wa laa takilnii ilaa nafsiy tharfata ainin wa laa ilaa ahadin min khalqika”
Artinya;
“Wahai Dzat yang Mahahidup, dan Yang terus-menerus mengurusi (makhluk), wahai Pencipta langit dan bumi, wahai Yang memiliki Kebesaran dan Kemuliaan, tiada Ilah melainkan Engkau, dengan rahmat-Mu aku memohon pertolongan, perbaikilah bagiku urusanku semuanya, dan janganlah Engkau serahkan aku kepada diriku sendiri walau sekejap mata, dan tidak pula kepada seseorang pun dari makhluk-Mu.”
Seorang hamba diletakkan antara Allah dan musuhnya, Iblis.  Jika Allah menolongnya, maka musuhnya tidak bisa berbuat apa-apa terhadap dirinya.  Jika Dia (Allah) menelantarkannya dan berpaling darinya, maka syaithan akan segera menyambarnya sebagaimana serigala yang menyambar domba.
Jika ada yang bertanya, “Lalu, apa dosa yang dilakukan domba tersebut jika pengembala berada di antara serigala dan domba itu?  Mungkinkah ia kuat menghadapi serigala dan bisa selamat darinya?”
Jawabannya;  Demi Allah, sesungguhnya syaithan itu adalah serigalanya manusia seperti yang dikatakan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.  Tetapi Allah tidak memberikan kekuasaan begitu saja kepada serigala yang terkutuk ini sehingga ia (dengan mudah) bisa melahap domba yang lemah.  Jika domba menyodorkan tangannya ke arah serigala, dan mengajaknya bersalaman, atau jika serigala itu mengundangnya dan domba mengiyakan (menyambut) ajakannya, menurut (manut) kepadanya dan tidak menghindar darinya, menghampirinya serta tunduk dan patuh, meninggalkan tempat pengembalaan yang sudah terlindung dan tidak bisa dimasuki serigala, lalu dia berpindah ke sarang serigala, yang siapa pun jika masuk ke sana tentu akan menjadi santapannya, maka bukankah serigala tetap saja seekor serigala dan bukannya domba?  Bagaimana mungkin penggembala bisa mengingatkan dan menakut-nakutinya?  Banyak didapatkan domba yang menjadi mangsa serigala, karena domba itu melepaskan diri dari kawalan penggembala dan berpindah ke kawasan (tempat) serigala.
Ahmad bin Marwan Al-Maliky berkata dalam kitab Al-Mujalasah, “Aku mendengar Ibnu Abid-Dunya berkata, ‘Sesungguhnya Allah memiliki Ilmu yang tak terbatas, dan tak terhitung.  Dia memberi setiap orang sebagian dari ilmu-Nya, yang tidak diberikan kepada orang lain.  Kami pernah diberitahu Abu Abdullah Ahmad bin Muhammad bin Sa’id Al-Qathan, kami diberitahu Ubaidillah bin Bakar As-Sahmy, dari ayahnya, bahwa ada sekumpulan orang yang sedang dalam perjalanan jauh.  Salah seorang di antara mereka melewati sekumpulan burung, lalu dia bertanya kepada teman-temannya, ‘Tahukah kalian apa yang diperbincangkan burung-burung itu?’
‘Tidak tahu,’ jawab mereka
Orang itu berkata, ‘Dia (burung itu) mengatakan begini dan begitu.’
Ada sesuatu yang membingungkan kami, dan kami tidak tahu apakah orang itu (berkata) jujur atau berdusta.  Suatu ketika mereka melewati tempat remang-remang yang di sana ada seekor domba bersama anaknya yang sebelumnya lepas dari induknya.  Induk domba itu pun mendekatkan lehernya kepada anaknya - lalu mengembik.
‘Tahukah kalian apa yang dikatakan induk domba itu (kepada anaknya)?’  Tanya orang tersebut.
‘Tidak tahu,’ jawab mereka. 
Orang itu berkata, Induk kambing tersebut berkata kepada anaknya, ‘Kemarilah, agar kamu tidak dimakan oleh serigala, seperti yang menimpa saudaramu awal tahun kemarin di tempat ini.’
Akhirnya kami bertemu dengan pengembala kambing itu, dan kami bertanya kepadanya, ‘Apakah domba ini melahirkan anak pada tahun kemarin?’  Pengembala menjawab, ‘Benar ia melahirkan awal tahun, lalu anaknya dimakan serigala di tempat ini.’
Kemudian kami berpapasan dengan sekumpulan orang-orang yang di tengah-tengah mereka ada sekedup di atas punggung onta.  Onta itu mengeluarkan suara dan melengkungkan lehernya ke arah wanita yang berada di dalam sekedup.
‘Tahukah kalian apa yang dikatakan onta itu?’  Tanya orang tadi.
‘Tidak tahu,’ jawab kami.
Dia berkata, ‘Dia (onta) mengutuk wanita penunggangnya, yang menurutnya wanita itu pernah mengikatnya dengan tali, dan tali itu ada yang menusuk ke punuknya.’
Kami pun menemui orang-orang itu dan berkata, ‘Sesungguhnya rekan kami ini berkata bahwa, onta itu mengutuk wanita penunggangnya, dan ia mengatakan bahwa dia (wanita itu) pernah mengikatnya dengan tali, dan sebagian tali itu tertinggal di dalam punuknya.’
Maka mereka menderumkan onta dan memeriksanya.  Ternyata apa yang dikatakan orang itu benar-benar terjadi.’”
Itulah domba yang memperingatkan anaknya dari sergapan serigala sekali saja, dan anak domba itu pun menuruti (perkataan induknya). Sementara Allah memperingatkan anak Adam dari sergapan serigalanya hingga beberapa kali.  Namun anak Adam itu tidak menggubrisnya, justru mereka memenuhi ajakan serigala yang berdampingan dengannya.  Firman Allah (artinya),
“Dan berkatalah syaithan tatkala perkara hisab telah diselesaikan, ‘Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepada kalian janji yang benar, dan aku pun telah menjanjikan kepada kalian, tetapi aku menyalahi (mengingkari)nya.  Sekali-kali tidak ada kekuasaan bagiku terhadap kalian (sedikitpun), melainkan (sekedar) menyeru kalian – lalu kalian mematuhi seruanku, oleh sebab itu janganlah kalian mencerca aku, akan tetapi cercalah diri kalian sendiri.  Aku sekali-kali tidak dapat menolong kalian dan kalian pun serkali-kali tidak dapat menolongku.  Sesungguhnya aku tidak membenarkan perbuatan kalian mempersekutukan aku (dengan Allah) sejak dahulu.’  Sesungguhnya orang-orang yang zhalim itu mendapat siksaan yang pedih.”  (Ibrahim;  22)[1]

oOo
(Disadur dari kitab, “Tafsir Ibnu Qayyim, Tafsir Ayat-Ayat Pilihan”, Syaikh Muhammad Uwais An-Nadwy)
[1]  Sifaa’ Al-Aliil, hal.  100-101

Tidak ada komentar:

Posting Komentar