Rabu, 15 April 2020

BID'AHNYA PERINGATAN ISRA' DAN MI'RAJ


بسم الله الرحمان الرحيم

Isra' dan Mi'raj adalah peristiwa yang sangat sakral dan nyata, wajib diimani oleh setiap individu muslim.  Ia termasuk salah satu tanda-tanda kebesaran dan kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta'ala, sekaligus membuktikan kebenaran Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, serta keagungan kedudukan Beliau di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala (artinya),
"Maha Suci Allah, Yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam, dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya - agar Kami memperlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda kebesaran Kami.  Sesungguhnya, Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat."  (Al-Isra';  1)
Secara bahasa, Isra' bermakna;  Perjalanan Rasulullah Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam pada malam hari dari Masjidil Haram di Mekah ke Masjidil Aqsha di Baitul Maqdis - Palestina.
Sedangkan Mi'raj adalah;  Peristiwa perjalanan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dari Masjidil Haram di Mekah ke Masjidil Aqsha, dan langsung (diangkat) menuju Sidratul Muntaha di atas langit ke-7 (tujuh) dalam satu malam untuk menerima perintah Shalat 5 (lima) waktu.
Telah diriwayatkan dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam secara Mutawatir, bahwa Beliau naik ke atas langit - lalu dibukakan bagi Beliau pintu-pintu langit, sehingga mencapai langit yang ke-7 (tujuh).  Kemudian Allah Subhanahu wa Ta'ala berbicara kepadanya dan mewajibkan shalat 5 (lima) waktu.
Diriwayatkan, bahwa di atas langit yang pertama Beliau bertemu dengan Nabi Adam 'alaihissalam. Di langit yang kedua Beliau bertemu dengan Nabi Isa dan Nabi Yahya 'alaihimusalam, di atas langit yang ketiga dengan Nabi Yusuf 'alaihissalam, di atas langit yang keempat bertemu dengan Nabi Idris 'alaihissalam, di langit yang kelima dengan Nabi Harun 'alaihissalam, di langit keenam dengan Nabi Musa 'alaihissalam, dan di atas langit yang ketujuh Beliau bertemu dengan Nabi Ibrahim 'alaihissalam.
Pada awalnya, perintah shalat yang Beliau terima dari Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah 50 (limapuluh) waktu.  Namun, setelah Beliau bertemu kembali dengan Nabi Musa 'alaihissalam di langit yang keenam, Nabi Musa 'alaihissalam menyarankan agar Beliau kembali menghadap Allah Subhanahu wa Ta'ala - untuk meminta keringanan karena ummat Beliau tidak akan sanggup melaksanakannya.  Demikian seterusnya terjadi berulang-ulang kali, hingga tersisa shalat 5 (lima) waktu saja.  Ketika Beliau disarankan kembali oleh Nabi Musa 'alaihissalam untuk meminta keringanan lagi - Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam menolaknya, karena sudah merasa malu kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Namun demikian, keistimewaan yang diberikan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala terhadap Rasulullah
 beserta ummat Beliau adalah, bahwa shalat wajib 5 (lima) waktu yang telah ditetapkan tersebut nilai pahalanya setara dengan shalat 50 (limapuluh) kali sehari semalam.  Segala Puja-puji hanya bagi Allah Subhanahu wa Ta'ala, Rabb semesta alam.
Kembali ke judul artikel, BID'AHNYA PERINGATAN ISRA' DAN MI'RAJ.
Tentang kepastian tanggal dan bulan kejadian peristiwa Isra' - Mi'raj tersebut - tidak ada satu pun hadits shahih yang menetapkan tanggal dan bulan (Rajab) kejadian peristiwa Isra' - Mi'raj ini, semua hadits yang menyebutkan tanggal dan bulan kejadian tidak shahih berasal dari Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam.  Demikian disebutkan oleh para Ahli Ilmu. Lalu, darimana datangnya dalil yang digunakan oleh para pelaku Bid'ah itu menetapkan tanggal / hari peringatannya?
Mungkin itulah salah satu hikmah Allah Subhanahu wa Ta'ala menutupi pengetahuan yang pasti tentang tanggal kejadian itu dari ingatan manusia.
Dan, seandainya diketahui pun tanggal kejadian yang pasti - masih dibutuhkan pula dalil yang shahih (benar) dan sharih (jelas / tegas) dari Al-Qur'an maupun As-Sunnah untuk menyelenggarakan peringatan Isra' - Mi'raj sebagai suatu Ibadah.  Karena, seperti yang telah diketahui, Hukum Asal dari Ibadah itu secara umum adalah haram (tidak boleh dilakukan) - hingga terdapat dalil dari Al-Qur'an atau As-Sunah yang menetapkannya.
Ditambah lagi, tidak ada contoh yang pernah diperbuat oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam maupun generasi Islam terbaik setelah Beliau.
Seandainya perayaan / peringatan itu disyariatkan - tentu para Sahabat beliau beserta generasi terbaik setelahnya telah lebih dulu mengerjakan.  Atau, paling tidak ternukilkan dari mereka berita tentang peringatan itu.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam adalah manusia yang paling mengharapkan kebaikan bagi seluruh manusia, terkhusus ummat Islam yang sangat Beliau cintai.  Sehingga, tidak ada satupun informasi (Risalah) tentang kebaikan yang tidak Beliau sampaikan (tertinggal) kepada umatnya, demikian pula setiap keburukan yang harus dihindari.  Kesempurnaan Syari'at Islam telah menjamin hal itu melalui firman-Nya (artinya),
"Pada hari ini, telah Kusempurnakan untukmu agamamu dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku.  Dan telah Kuridhai Islam itu sebagai agama bagimu."  (Al-Maidah;  3)
Sehingga, dapat disimpulkan bahwa bila Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidak mensyari'atkannya - berarti itu bukanlah bagian dari agama (Syari'at), alias Bid'ah.
Demikian pula peringatan keras dari Allah Subhanahu wa Ta'ala berikut,
"Apakah mereka memiliki sesembahan yang lain selain Allah, yang mensyari'atkan bagi mereka (sesuatu) yang tidak diizinkan Allah.  Sekiranya ada ketetapan (dari Allah) yang menentukan - tentulah mereka telah binasa.  Dan, sesungguhnya orang-orang yang zhalim itu akan mendapatkan adzab yang amat pedih."  (Asy-Syura;  21)
Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam (artinya),
"Amma ba'du.  Sesungguhnya, sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah.  Sebaik-baik petunjuk (tuntunan) adalah petunjuk (tuntunan) Muhammad.  Seburuk-buruk perkara adalah hal-hal baru yang diada-adakan (dalam agama), dan setiap hal yang baru adalah sesat."  (HR.  Muslim)
Al-Imam An-Nasa'i menambahkan (dalam, Al-Idain, 1578) pada riwayat ini dengan ungkapan,
"Dan setiap yang sesat itu tempatnya di Neraka."
Demikian pula peringatan dari para Sahabat dan Salafush Shalih lainnya tentang Bid'ah.  Karena semua Bid'ah itu asalnya adalah penambah-nambahan dalam syari'at Islam yang tidak diridhai oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala, yang merupakan sifat Tasyabbuh (meniru-niru) musuh Allah dari kalangan Yahudi dan Nasrani, yang gemar melakukan upacara peringatan-peringatan.
(Baca artikel, AQIDAH DAN AMALAN YAHUDI DAN NASRANI YANG DITIRU SEBAGIAN KAUM MUSLIMIN)
"Wallahul Musta'an" (Hanya Allah-lah tempat memohon pertolongan)

oOo

(Pen blog, Dari berbagai sumber)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar