Jumat, 03 April 2020

SIAPAKAH 'ULAMA IMITASI ITU?


بسم الله الرحمان الرحيم


Di tengah-tengah gencarnya  gelombang fitnah  akhir zaman, penting bagi orang-orang yang beriman untuk berpegang teguh dan benar dalam menentukan sikap. 
Karena tidak jarang fitnah yang muncul tersebut menjadikan seseorang goyang, bingung menentukan sikap.
Nah, agar kita tidak kehilangan pegangan dalam menentukan sikap, dan tahu kemana harus merujuk - diperlukan kemampuan untuk membedakan mana yang benar-benar 'ulama ('ulama sejati / 'ulama Rabbany), dan mana pula 'ulama imitasi ('ulama-'ulma-an), 'ulama karbitan yang tidak pantas dijadikan rujukan dalam beragama.


Al-Imam Asy-Syaukani mengatakan dalam Al-Badr Ath-Thali' (1/472), ketika membicarakan Biografi Ali bin Wasim Hunsy, "Di antara ucapannya yang indah yang telah saya (Asy-Syaukani) dengar darinya adalah;  'Manusia itu ada 3 (tiga) tingkatan;

* Tingkatan Tertinggi:
Para 'ulama besar, orang-orang yang mengetahui al-haq dan al-bathil.  Apabila mereka berselisih pendapat - maka perselisihan mereka itu tidak akan menimbulkan fitnah, sebab mereka sama-sama saling mengetahui apa yang dimiliki masing-masing (Dalilnya)

* Tingkatan Bawah;
Berbuat berdasarkan fitrahnya, dan tidak lari dari kebenaran.  Mereka adalah para pengikut orang yang mereka teladani (dijadikan panutan).  Kalau figur yang diikuti itu benar - maka mereka sama dengannya, sedangkan bila figurnya salah - maka mereka juga ikut salah.

* Tingkatan Pertengahan;
Inilah tempat munculnya (sumber) keburukan, dan sumber fitnah dalam agama.  
Mereka tidak mendalami ilmu hingga mencapai tingkatan tertinggi, dan tidak pula meninggalkan ilmu sehingga menjadi kelompok bawah.  Apabila mereka melihat seseorang yang berasal dari kelompok tertinggi mengucapkan apa yang belum mereka ketahui, dan bertentangan dengan aqidah mereka (yang teledor itu) - maka segera mereka membombardirnya dengan celaan, menisbatkan padanya ucapan-ucapan yang buruk, sehingga mampu merubah fitrah kelompok bawah yang tadinya menerima al-haq (kebenaran) menjadi pembusukan-pembusukan yang bathil.  Seketika itu berkobarlah fitnah agama dengan sengit."
Inilah makna ucapan yang telah kami dengar darinya - serta beliau telah benar, sebab sesungguhnya siapa saja yang memikirkannya, maka ia akan menemukan realitanya demikian."  Selesai kutipan.
Ibnu Hazm berkata dalam kitabnya, As-Sair wal Akhlak (hal. 91) yang ditahqiq oleh Ifa' Riyadh;
"Tidak ada kerusakan yang lebih memudharatkan ilmu dan para penuntutnya daripada orang-orang asing yang memasukinya - padahal mereka bukan ahlinya.  Sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang yang jahil (bodoh), tetapi menyangka bahwa dirinya berilmu, padahal mereka itu merusak - sedang mereka menyangka dirinya memperbaiki."
Sebagian 'ulama mengatakan,
"Ilmu itu memiliki 3 (tiga) jenjang.  Siapa yang masuk ke jenjang pertama - maka dia akan Takabbur.  Siapa yang masuk ke jenjang kedua - maka dia akan Tawadhu'.  Serta siapa yang masuk ke jenjang ketiga - maka dia akan mengetahui bahwa dirinya tidak mengetahui apa-apa."  (Dinukil dari Hilyah Thalibil 'Ilmi, hal. 98, dalam kumpulan tulisan ilmiah)

'ULAMA IMITASI
Di antaranya;
1. Para Pemikir dan Cendikiawan
Di masa-masa ini, Umat Islam diberikan ujian dengan musibah Para Pemikir dan Cendikiawan.
Kita tidak menyetujui penamaan mereka dengan ini, apalagi sepakat dengan kandungan makna yang menjadi label mereka.
Mayoritas dari orang-orang yang disebut Pemikir dan Cendikiawan ini kosong dari Ilmu agama (Syari'at Islam) yang benar (shahih).  Kalau saja mereka menyadari, mereka seharusnya kembali kepada 'ulama sejati (Tingkatan Tertinggi) dalam agama Islam, karena mayoritas dari mereka hanya memiliki ilmu agama Islam secara global (dangkal), bahkan mereka diliputi oleh ide-ide / pemikiran yang asing (nyeleneh) dalam Islam.  Maka, waspadalah kalian - jangan sampai tertipu oleh ilmu mereka, sekalipun salah seorang dari mereka melakukan kebajikan dalam beberapa masalah secara visual, namun yang mereka rusak dalam agama ini jauh lebih banyak lagi.
Di Indonesia khususnya, orang-orang yang tak mau kalah pula membicarakan persoalan agama ummat Islam secara mendalam adalah para Budayawan.  Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala memberikan petunjuk dan hidayah-Nya kepada mereka agar mengetahui dan menyadari kapasitas dirinya.
2. Para Khatib dan Penceramah
Para Khatib dan Penceramah sering memberikan pengaruh (andil) yang besar, bahkan memperoleh ucapan terimakasih atas keburukan amalnya itu.  Mereka dapat berfungsi sebagai penjaga salah satu tapal Islam - andaikan mereka mencukupkan diri dalam pekerjaannya sesuai ukuran (kapasitas) keahlian mereka.  Akan tetapi, kebanyakan dari mereka memasang dirinya dalam posisi 'ulama, atau masyarakat Islam (setempat) yang mendudukkan mereka pada posisi 'ulama, bahkan diberi julukan "Imam Besar"  - yang memiliki "jawaban" atas segala macam persoalan agama (berdasarkan akal dan hawa nafsunya).  Maka, apakah belum tiba waktunya bagi mereka untuk mengetahui batas (kapasitas) tingkatan mereka?
3. Para Budayawan dan Penulis
Umat Islam juga diuji pada masa kita ini dengan musibah banyaknya Budayawan dan Penulis yang menulis di koran-koran, majalah, media elektronik, dan dunia Maya (Media Sosial) berbagai karangan-karangan, yang dengan pandangan mereka itu seakan-akan seperti seekor domba yang menanduk gunung (baca; 'ulama, pent.).
Setiap kali muncul persoalan baru - meskipun itu persoalan besar dan sulit untuk dipahami dari kacamata selain para 'ulama, mereka telah mendahului (baca; nyosor) dalam mengulas dan memberikan pandangannya.
Sungguh benar sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam (artinya),
"Akan datang tahun-tahun yang menipu, dimana seorang pendusta dibenarkan - lalu orang yang jujur didustakan..."  (Hadits dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu)
4. Orang yang Berbangga-bangga dengan Keturunan Nabi (Habaib)
Terlepas dari apakah mereka memang memiliki pertalian darah dengan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, atau hanya sekedar pengakuan.  Mereka sendiri yang menempatkan dirinya di posisi 'ulama, dan mempengaruhi orang-orang awam agar mengabdi pada dirinya.  Bahkan, di antara jama'ah mereka ada yang meminta jaminan Surga.  Na"uudzubillahi min dzalika.

Dari beberapa kelompok yang telah kami sebutkan di atas, banyak yang kita dapati melangkahi (wewenang) para 'ulama sesungguhnya, bahkan menghinakan mereka - dan berpandangan bahwa mereka (para 'ulama) tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan dirinya.
Kita berharap, agar mereka memasuki rumah dari pintu-pintunya, jangan lewat jendela, apalagi lewat loteng!  Karena itu perbuatan maling, atau orang yang lupa diri dan tak kenal etika.
"Wallahul Musta'an" (Hanya Allah-lah tempat memohon pertolongan)


oOo

(Disadur bebas dari buku, TATKALA FITNAH MELANDA, Asy-Syaikh Shalih bin Abdul Azis Alu Asy-Syaikh, Asy-Syaikh Muhammad bin Abdullah Al-Imam)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar