بسم
الله الر حمان الر حيم
Berbeda dengan para Wali Allah yang diberikan
Karomah oleh Allah ‘Azza wa Jalla karena keberkahan mereka mengikuti (Ittiba’) Rasul-Nya, lalu Allah menguatkan mereka dengan pertolongan-Nya, para Malaikat,
serta menyusupkan cahaya keimanan ke dalam hati mereka. Maka, para Wali Syaithan dipengaruhi oleh
Syaithan melalui penyusupan mereka ke dalam diri para walinya.
Seperti yang terjadi pada diri Abdullah bin Shayyad[1] yang muncul pada zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Waktu itu, sebagian Sahabat menyangka bahwa dia adalah Dajjal. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sempat menunggu sampai jelas betul, bahwa dia bukanlah Dajjal. Dan ternyata dia semacam Tukang Sihir. Nabi berkata kepadanya, “Ada sesuatu yang aku sembunyikan untukmu.” Ibnu Shayyad berkata, “As..., asap...” Dan memang Nabi hendak membacakan surat Ad-Dukhan (Kabut) kepadanya. Maka, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Diam kamu! Kekuatanmu itu tidak ada apa-apanya.” Maksudnya, kamu ini tidak lebih dari salah seorang dari kelompok Tukang Sihir.
Seperti yang terjadi pada diri Abdullah bin Shayyad[1] yang muncul pada zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Waktu itu, sebagian Sahabat menyangka bahwa dia adalah Dajjal. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sempat menunggu sampai jelas betul, bahwa dia bukanlah Dajjal. Dan ternyata dia semacam Tukang Sihir. Nabi berkata kepadanya, “Ada sesuatu yang aku sembunyikan untukmu.” Ibnu Shayyad berkata, “As..., asap...” Dan memang Nabi hendak membacakan surat Ad-Dukhan (Kabut) kepadanya. Maka, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Diam kamu! Kekuatanmu itu tidak ada apa-apanya.” Maksudnya, kamu ini tidak lebih dari salah seorang dari kelompok Tukang Sihir.
Yang namanya Tukang Sihir, pasti memiliki teman dari
Syaithan yang memberitahukan hal-hal yang ghaib kepadanya. Berita ghaib ini dicuri “bocoran”-nya oleh
syaithan dari langit. Namun mereka
mencampur adukkan antara kebenaran dan kebohongan (kebathilan), sebagaimana
disebutkan dalam sebuah hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam
Al-Bukhari. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda (artinya),
“Para Malaikat bercakap-cakap tentang suatu keputusan
bagi penduduk bumi di Anan. Anan yaitu
Awan. Dan syaithan-syaithan mencuri-dengar
perkataan mereka, lalu mereka membisikkannya ke telinga para Tukang Sihir
sebagaimana botol yang diisi air. Namun
mereka menambah-nambahi berita itu dengan 100 (seratus) kebohongan.”
Disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan Muslim, dari Ibnu
Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersama sejumlah orang dari golongan Anshar,
tiba-tiba mereka melihat sebuah bintang yang bersinar terang melesat dengan
cepat. Lalu Beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam bertanya, “Apa
yang kalian katakan pada kejadian semacam ini di masa Jahiliyah, jika kalian
melihatnya?” Mereka menjawab, “Kami
berkata, bahwa ada seorang pembesar yang mati atau dilahirkan.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya bintang itu tidak dilesatkan untuk
kematian atau kelahiran seseorang. Akan
tetapi Allah Yang Mahamulia dan Mahatinggi, jika Dia memutuskan sesuatu, maka
para Malaikat penyangga ‘Arsy bertasbih.
Kemudian para penghuni langit setelah mereka juga bertasbih. Seterusnya demikian hingga (ucapan) tasbih
tersebut sampai ke penghuni langit ini (Langit Dunia). Lalu penduduk langit ketujuh bertanya kepada
(Malaikat) penyangga ‘Arsy tentang apa yang dikatakan Rabb. Dan mereka memberitahukannya, hingga penduduk
setiap langit bertanya tentang khabar tersebut.
Kemudian sampailah khabar tersebut kepada penghuni Langit Dunia. Maka syaithan-syaithan pun mencuri-curi
untuk mendengarkan khabar tersebut. Lalu
syaithan-syaithan ini melemparkan dan membisikkannya kepada wali-wali
mereka. Jadi, sebetulnya apa yang mereka
bawa adalah benar. Akan tetapi mereka
menambah-nambahnya (dengan 100 kedustaan).”
Dalam sebuah Riwayat diceritakan, bahwa Muammar bertanya
kepada Az-Zuhri, “Apakah pada masa Jahiliyah, berita lngit dilemparkan
seperti itu?” Az-Zuhri berkata, “Ya,
tetapi berita langit itu semakin kokoh ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus.”
Aswad Al-Ansi yang mengaku-ngaku sebagai seorang Nabi,
memiliki teman-teman dari Syaithan yang memberitahu kepadanya sebagian hal-hal
yang ghaib. Ketika kaum Muslimin hendak
memeranginya, mereka takut syaithan-syaithannya akan membocorkan kepadanya
tentang apa yang mereka rencanakan.
Tetapi isteri (Aswad Al-Ansi) membantu mereka, setelah mengetahui dengan
jelas kekufuran suaminya, dan mereka pun berhasil membunuhnya.
Begitu juga dengan Musailamah Al-Kadzdzab, dia pun
mempunyai teman-teman dari syaithan yang memberitahu hal-hal ghaib kepadanya
dan membantunya dalam sebagian urusannya[2].
Cukup banyak orang-orang yang mengaku Nabi seperti mereka. Misalnya Al-Harits Ad-Dimasyqi yang
muncul di Syam pada masa pemerintahan Abdul Malik bin Marwan[3], dan
mengaku sebagai Nabi.
Syaithan-syaithannya itu melepaskan rantai besi yang membelenggu kedua
kakinya, syaithannya pula yang membentenginya dari senjata sehingga tidak
melukainya[4].
Jika dia mengusap batu dengan tangannya, batu tersebut
bertasbih. Ia juga melihat rombongan
penunggang kuda di atas angin di gunung Qasiyun[5], dan ia
mengatakan bahwa mereka adalah para Malaikat, padahal mereka adalah rombongan Jin. Atas perintah Khalifah Abdul Malik, Al-Harits
Ad-Dimasyqi akhirnya ditangkap oleh tentara kerajaan untuk di hukum[6]. Saat pelaksanaan hukuman (eksekusi), ternyata
tubuhnya tidak mempan oleh panah dan tombak.
Lalu Abdul Malik berkata kepada Algojonya, “Sesungguhnya kamu tidak
membaca ‘Bismillah’.” Algojo itu pun
membaca ‘Bismillah’, kemudian melemparkan tombaknya kepada Al-Harits,
dan matilah si Nabi palsu tersebut.
Beginilah sikap para Syaithan, mereka akan lari dari
teman-temannya jika dibacakan apa yang dapat mengusirnya. Seperti ayat Kursy, yang disebutkan dalam Shahih
Al-Bukhari, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dalam hadits
Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu.
Ketika itu Nabi memerintahkannya menjaga Zakat Fitri yang terkumpul dari
kaum Muslimin. Namun, setiap malam ada
seorang bapak tua yang selalu mencurinya.
Dan setiap malam pula bapak tua tersebut berhasil ia tangkap, tetapi Karena
pencuri itu mengaku bertaubat, lalu dia dilepaskan. Pada pagi harinya, Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam bertanya kepadanya, “Apa yang dilakukan tawananmu semalam?” Abu Hurairah menjawab, “Katanya dia
tidak akan kembali.” Nabi berkata, “Dia
membohongimu, dia pasti akan kembali.” Benar,
malam harinya pencuri itu kembali lagi.
Dan pada malam yang ketiga, pencuri itu berkata, “Lepaskanlah aku,
agar aku bisa mengajarimu sesuatu yang bermanfaat bagimu. Jika kamu hendak berangkat-tidur, bacalah
ayat Kursy ‘Allahu laa ilaaha illaa huwal Hayyul Qayyum,’ maka kamu akan tetap dijaga dan syaithan
tidak akan mengganggumu sampai pagi.” Keesokan
harinya, ketika dia memberitahukan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Beliau berkata, “Ia benar, sekalipun ia pendusta.” Lalu Beliau memberitahukan kepada Abu
Hurairah, bahwa bapak tua pencuri itu adalah syaithan[7].
Karena itu, jika seseorang membaca ayat Kursy ini dengan
penuh keyakinan pada saat menemukan hal-hal yang aneh, yang tidak lain adalah
perbuatan syaithan (sihir), dia akan dapat menggagalkannya.
Contoh-Contoh Keanehan pada Manusia yang Sebetulnya Merupakan Perbuatan Syaithan;
Ø
Orang yang masuk ke dalam
kobaran api tetapi tidak terbakar.
Ø
Orang yang berbicara
tentang sesuatu yang tidak ia ketahui /
pahami. Karena sesungguhnya yang berbicara
itu adalah syaithan yang meminjam mulutnya (masuk ke dalam tubuhnya).
Ø
Menebak dengan tepat apa
yang sedang dipikirkan atau yang ada di dalam hati orang lain.
Ø
Memiliki berbagai makanan
dan buah-buahan serta manisan yang tidak ada di daerah itu. Karena memang syaithan yang membawakan untuknya
dari tempat lain.
Ø
Orang yang bisa terbang ke
Makkah atau ke Baitul Maqdis, atau ke tempat-tempat yang lain. Karena memang syaithan yang membawanya
terbang.
Ada juga orang yang dibawa terbang oleh Jin ke Arafah pada sore hari di
musim Haji, lalu kembali ketempatnya semula pada malam itu juga. Sehingga ia tidak bisa dikatakan sebagai
orang yang telah menunaikan ibadah haji sesuai syari’at. Karena ia berangkat haji hanya dengan pakaian
yang melekat pada tubuhnya dan tidak ber-Ihram tatkala sampai di Miqat,
serta tidak mengucapkan Talbiyah. Dia
juga tidak berhenti di Muzdalifah, tidak Tawaf mengelilingi Ka’bah,
tidak melakukan Sa’i antara Shafa dan Marwa, dan tidak melempar Jumrah. Akan tetapi, ia hanya mampir sebentar di
Arafah dengan pakaian yang melekat di badannya, kemudian pulang kembali pada
malam itu juga. Yang seperti ini, tidak dapat dikatakan sebagai haji yang
disyari’atkan, menurut kesepakatan seluruh kaum Muslimin. Bahkan, ini sama saja dengan orang yang shalat
Jum’at tanpa berwudhu dan tidak menghadap kiblat! Maka, shalatnya tidak syah.
Diceritakan,
bahwa ada seseorang yang melakukan “Haji” seperti ini, malamnya ketika kembali
ke rumahnya dia bermimpi melihat Malaikat mencatat orang-orang yang
melaksanakan Ibadah Haji, namun namanya tidak ikut dicatat. Lalu dia bertanya kepada Malaikat, “Kenapa
kalian tidak mencatat aku?” Para
Malaikat berkata, “Kamu bukan termasuk orang-orang yang melaksanakan Haji.” Yakni, engkau tidak melakukan haji
sebagaimana yang disyari’atkan.
Di antara orang-orang yang kemasukan syaithan atau Jin, ada
juga yang mampu berbicara dengan berbagai macam bahasa. Tetapi ketika sadar, dia tidak tahu sama
sekali tentang apa yang telah dia ucapkan.
Ada juga yang pada saat kemasukan syaithan atau Jin, tubuhnya menjadi
kebal pukulan. Dimana kalau orang biasa
dipukul seperti itu, pasti ia akan mati atau paling tidak ia akan
kesakitan. Dan ketika sadar ia
mengatakan tidak merasakan apa-apa.
Karena memang yang dipukuli tadi adalah Jin, bukan manusianya.
Perbedaan Antara Karamah Wali Allah dan Keanehan Wali
Syaithan;
Ada sejumlah perbedaan antara karomah para Wali Allah dengan
Keanehan para Wali Syaithan.
Diantaranya, kalau karomah Wali Allah lahir dari keimanan dan ketakwaan,
maka kelebihan yang dimiliki Wali Syaithan bersumber dari hal-hal yang dilarang
oleh Allah dan Rasul-Nya. Allah Subhanahu
wa Ta’ala berfirman (artinya),
“Katakanlah, ‘Sesungguhnya Tuhanku mengharamkan
perbuatan yang keji, baik yang tampak maupun yang tersembunyi, dan perbuatan
dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, mempersekutukan Allah
dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu, dan mengatakan
sesuatu dengan mengatas-Namakan Allah apa yang tidak kamu ketahui.” (Al-A’raaf; 33)
Mengatakan sesuatu dengan mengatas-Namakan Allah apa yang
tidak diketahui adalah Syirik, Zhalim, dan Perbuatan-perbuatan Keji. Semua itu dilarang Allah dan Rasul-Nya (karena termasuk dosa yang paling besar), dan
tidak mungkin menjadi salah satu sebab munculnya karomah dari Allah Subhanahu
wa Ta’ala. Karena tujuan karomah
bukan untuk hal-hal yang demikian.
Jadi, sekiranya karomah tidak didapatkan dengan jalan
shalat, dzikir dan membaca Al-Qur’an, tetapi diperoleh dengan apa yang
disenangi syaithan dan hal-hal yang di dalamnya terdapat kemusyrikan, seperti bertapa, meminta pertolongan kepada sesama makhluk, atau sesuatu yang digunakan untuk
menganiaya makhluk dan melakukan kekejian, maka ini termasuk dari perilaku syaithan,
bukan karomah dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Contoh Perbuatan Wali Syaithan;
Diantaranya , jika ada yang menghadiri acara peribadatan “Mukaa
wa Tashdiyah”[8], syaithan turun kepadanya dan membawanya
terbang keluar dari tempat tersebut. Dan
apabila ada seorang Wali Allah datang, maka syaithannya lari dan ia pun
jatuh. Hal seperti ini tidak hanya
terjadi pada seorang saja.
Ada juga yang meminta pertolongan kepada sesama makhluk,
baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal, baik orang Islam, Nasrani,
atau pun Musyrik. Kemudian syaithan
menjelma (seakan-akan) seperti orang yang dimintai pertolongan tadi dan
memenuhi sebagian kebutuhan orang yang meminta pertolongan. Orang ini pun (yang meminta pertolongan)
menyangka, bahwa yang telah menemuinya (menolongnya) adalah orang itu sendiri
atau Malaikat yang menyerupainya.
Padahal ia adalah syaithan yang menyesatkannya, karena ia telah
mempersekutukan Allah.[9]
Seperti halnya syaithan-syaithan yang memasuki tubuh
patung-patung dan berbicara kepada orang-orang Musyrik dari dalam diri patung
tersebut.
Ada pula syaithan yang mendatangi mereka dengan menjelma
dalam sosok manusia dan mengaku-ngaku sebagai Khidir (Nabi). Kemudian syaithan itu memberitahukan berbagai
masalah kepadanya dan mengabulkan sebagian permintaannya. Yang seperti ini tidak hanya terjadi pada
orang Islam, Nasrani dan Yahudi saja, tapi juga pada yang lainnya.
Banyak orang-orang kafir baik di Timur maupun di Barat, jika
salah seorang diantara mereka mati, maka syaithan datang setelah kematiannya
dalam sosok sang mayit. Mereka meyakini,
bahwa dia adalah sang mayit tadi. Dia
membayar hutang, mengembalikan barang titipan dan melakukan hal-hal yang
berhubungan dengan sang mayit. Dia juga
menemui isterinya (menggaulinya), lalu pergi. Bahkan
mungkin mereka telah membakar sang mayit dalam api seperti yang dilakukan
orang-orang kafir di India, namun mereka menganggap bahwa dia hidup lagi
setelah mati.
Di Mesir, ada seorang syaikh berwasiat kepada pembantunya, ia berkata, “Apabila aku
meninggal, janganlah kamu memanggil seorang pun untuk memandikanku, karena aku
akan datang dan memandikan diriku sendiri.”
Kemudian, tatkala syaikh itu meninggal, pembantunya melihat seseorang
yang menjelma dalam bentuk dirinya, dan dia yakin bahwa itu adalah tuannya yang
datang untuk memandikan dirinya. Maka, setelah
orang (yang datang itu) selesai memandikan mayatnya, dia pun menghilang. Padahal, sebenarnya orang yang datang dalam
bentuk tuannya tersebut adalah syaithan yang telah menyesatkan sang mayit. Syaithan itu berkata kepadanya, “Setelah
meninggal, kamu akan datang untuk
memandikan dirimu sendiri.” Dan ketika
meninggal syaithan datang dalam bentuk dirinya untuk menyesatkan orang-orang
yang masih hidup, sebagaimana ia telah menyesatkan si mayit sebelumnya.
Di antara mereka, ada yang melihat singasana di angkasa yang
di atasnya terdapat cahaya, dan mendengar seseorang berbicara kepadanya, “Aku
adalah Tuhanmu.” Jika orang tersebut seorang
Ahli Ma’rifat, pasti dia mengetahui bahwa itu adalah syaithan. Dan tentu dia akan mengusirnya, dan meminta
perlindungan kerpada Allah darinya, sehingga hilanglah syaithan itu.
Dan di antara mereka, ada juga yang dalam keadaan sadar melihat
bayangan sejumlah orang yang mengaku-ngaku sebagai Nabi atau orang yang jujur,
atau salah seorang syaikh yang shalih.
Padahal sejatinya dia adalah syaithan yang terkutuk. Hal ini juga tidak hanya terjadi pada seorang
saja.
Ada juga wali syaithan yang ketika mengunjungi kuburan, dia
melihat kuburan tersebut terbelah dan dari situ keluar sesosok manusia yang diyakininya sebagai sang
mayit. Padahal ia adalah Jin yang
menyerupai sang mayit.
Banyak juga wali syaithan yang melihat seekor kuda keluar-masuk
ke dalam sebuah kuburan, padahal ia adalah syaithan.
Dan semua orang yang mengaku melihat Nabi dengan
mata-kepalanya sendiri, sebenarnya yang dia lihat tak lain adalah Jin atau
fantasi belaka.
Ada pula yang bermimpi bertemu dengan beberapa Sahabat Besar,
seperti Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu ‘Anhu atau yang lainnya,
dimana “Sahabat” tersebut memotong rambutnya atau menggundulinya atau
memakaikan kopiah atau pakaian kepadanya.
Lalu ketika bangun, ia mendapati
ada kopiah di atas kepalanya, dan rambutnya telah botak. Sebenarnya Jin lah yang mencukurnya (bukan “Sahabat”). Perbuatan-perbuatan syaithan di atas, hanya
terjadi pada orang-orang yang telah menyimpang dari Ajaran Al-Qur’an dan Sunnah
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Para wali syaithan itu terdiri dari beberapa tingkatan. Dan Jin yang bersekongkol dengan mereka pun
juga bertingkat-tingkat, sama dengan mereka.
Syaithan-syaithan yang mempunyai “anak-didik” wali ini, berada pada
satu derajat dan madzhab yang sama dengan para walinya. Jin itu sendiri ada yang kafir, fasik dan
yang bermasalah. Sekiranya manusia itu
kafir, fasik atau bodoh, maka mereka semua sama-sama masuk ke dalam kekufuran,
kefasikan dan kesesatan.
Peran dan Bantuan Syaithan Terhadap Walinya;
Terkadang syaithan membantu seseorang apabila orang tersebut mau mengikuti mereka dalam kekufuran yang dipilihnya, misalnya bersumpah kepada
mereka atas nama orang-orang yang diagung-agungkan dari golongan Jin dan
Manusia. Atau menulis Nama Allah atau
sebagian firman-Nya dengan benda najis (mis. Darah haid), atau membalikkan
surat Al-Fatihah, atau Al-Ikhlas, atau ayat Kursy, atau ayat-ayat yang lain dan
menulisnya dengan benda najis, kemudian menenggellamkannya ke dalam air, atau
memindahkannya dengan cara tertentu yang menyenangkan syaithan (mis. dengan kaki), terkadang
syaithan-syaithan itu mendatanginya dengan menyerupai seorang perempuan atau
anak kecil yang dia cintai, baik di atas angin atau datang langsung untuk
meminta perlindungan kepadanya. Dan
contoh-contoh lain yang cukup panjang pembahasannya, dimana percaya kepada hal-hal
tersebut berarti percaya kepada sihir dan thaghut. Yakni, syaithan dan berhala. Sekiranya orang itu taat kepada Allah dan
Rasul-Nya, baik lahir maupun bathin, maka syaithan-syaithan itu tidak akan bisa
memasuki dan mempengaruhinya.
Karena itulah, Ibadah seorang Muslim yang disyariatkan
adalah di Masjid yang merupakan “Rumah Allah”.
Dan dengan memakmurkannya dapat menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan
syaithan.
Jalan Para Ahli Syirik dan Bid’ah;
Kebiasaan ahli syirik dan bid’ah adalah
mengagung-agungkan kuburan dan orang-orang yang telah mati. Mereka suka memanggil-manggil orang yang
telah mati, atau berdo’a dengan menjadikan orang yang mati sebagai perantara,
atau berkeyakinan bahwa dengan berdo’a di situ akan dikabulkan. Perbuatan mereka ini rawan sekali dengan tipu
daya syaithan. Tersebut dalam Shahih
Al-Bukhari dan Muslim, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Beliau bersabda (artinya),
“Allah melaknat orang-orang Yahudi dan Nasrani yang
menjadikan kuburan Nabi-Nabi mereka
sebagai Masjid.” (HR. Al-Bukhari dan
Muslim)
Ditegaskan juga dalam Shahih Muslim, dari Nabi, bahwa Beliau
bersabda pada lima malam sebelum wafatnya Beliau,
“Sesungguhnya orang yang paling baik dalam persahabatan
dan pertolongannya kepadaku adalah Abu Bakar.
Seandainya aku mengangkat seorang kekasih dari penghuni bumi ini,
niscaya aku akan memilih Abu Bakar, akan tetapi Sahabat kalian adalah kekasih
Allah. Tidak tersisa satu pun pintu yang
terbuka dalam masjid kecuali pintunya Abu Bakar. Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian
menjadikan kuburan sebagai masjid.
Ketahuilah, janganlah kalian menjadikan kuburan sebagai masjid, karena
aku melarang kalian akan hal itu.”
Dan tersebut juga dalam Al-Bukhari – Muslim, bahwa
Nabi pernah diberitahu tentang sebuah Gereja yang berada di negeri Habasyah,
yang indah dan banyak gambar-gambar di dalamnya. Beliau bersabda (artinya),
“Jika ada seorang yang shalih di antara mereka meninggal,
mereka membangun sebuah masjid di atas kuburannya dan mengukir gambar-gambar
tersebut di dalamnya. Mereka adalah
makhluk yang paling jelek di sisi Allah pada Hari Kiamat.”
Dalam Musnad Ahmad dan Shahih Abu Hatim, dari Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, bersabda (artinya),
“Termasuk orang yang paling buruk adalah mereka yang
hidup saat Hari Kiamat datang dan orang yang menjadikan kuburan sebagai Masjid.”
Tersebut pula dalam hadits shahih, bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda (artinya),
“Jangan kalian duduk dan shalat di atas kuburan.”[10]
Sementara itu di dalam 'Al-Muwaththa’, diriwayatkan, bahwa
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (artinya),
“Ya Allah, janganlah Engkau jadikan kuburanku sebagai
berhala yang disembah. Allah paling
murka terhadap kaum yang menjadikan kuburan para Nabi mereka sebagai Masjid.”[10]
Dan dalam kitab Sunan disebutkan, bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda (artinya),
“Janganlah kalian jadikan kuburanku tempat perayaan, dan
ucapkanlah shalawat kepadaku dimana pun kalian berada, sesungguhnya shalawat
kalian sampai kepadaku.” (HR. Ahmad
dan Abu Daud). Beliau juga bersabda
(artinya),
“Sesungguhnya Allah menunjuk wakil-Nya di kuburanku,
mereka adalah para Malaikat yang menyampaikan salam kepadaku dari ummatku.” (HR. Ahmad, An-Nasa’i, Ad-Darimi dari
Ibnu Mas’ud)
Beliau besabda (artinya),
“Perbanyaklah kalian membaca shalawat kepadaku pada Hari
Jum’at dan Malam Jum’at. Sebab
sesungguhnya shalawat kalian akan diperlihatkan kepadaku.” Para Sahabat bertanya, Wahai Rasulullah,
bagaimana mungkin shalawat kami akan diperlihatkan kepadamu, sedangkan jasadmu
telah hancur?” Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda (artinya), “Sesungguhnya Allah telah
mengharamkan bumi untuk memakan jasad para Nabi.” (HR. Abu Daud, An-Nasa’i dan Ibnu Majah dari
Aus bin Aus).
Sementara itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah
menjelaskan keadaan kaum Nabi Nuh di dalam Al-Qur’an, sebagai generasi pertama
yang melakukan perbuatan Syirik, sehingga Allah ‘Azza wa Jalla menenggelamkan
bumi ini dan memusnahkan mereka
semuanya.
Itulah makanya, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
melarang menjadikan kuburan sebagai Masjid agar terhindar dari segala bentuk
kemusyrikan. Maka, tutuplah setiap pintu-pintu
kemusyrikan tersebut.
Gambaran Tipu Daya Syaithan Terhadap Ahli Syirik dan Bid’ah;
Dalam menyesatkan anak-cucu Adam, syaithan selalu
menyesuaikan diri dengan kemampuan orang tersebut. Jadi, kalau ada orang menyembah matahari,
bulan, bintang dan berdo’a kepadanya, hakikatnya yang mereka sembah adalah
syaithan juga. Syaithan turun kepadanya
dalam bentuk sebagai “Utusannya Bulan”, Bintang dan seterusnya, lalu
menyampaikan beberapa perintah yang mereka anggap sebagai ajaran agama
mereka. Padahal, sebenarnya itu
merupakan tipu daya syaithan belaka.
Sekalipun syaithan membantu manusia dalam memenuhi sebagian
kebutuhan yang diinginkannya, namun sebenarnya hal tersebut jauh lebih banyak
mudharat (kerugian)nya daripada manfaatnya. Dan
barangsiapa yang mentaati syaithan, maka dia telah melakukan dosa syirik yang
tak terampuni. Kecuali jika dia bertaubat
dengan sebenar-benarnya kepada Allah dan Allah menerimanya.
Terkadang syaithan senang mengajak penyembah berhala melalui
berhala yang mereka sembah. Begitu pula
dengan orang yang meminta pertolongan kepada kuburan atau roh orang yang sudah
meninggal. Dan kepada orang yang senang
memanggil-manggil orang mati atau berdo’a dengan perantara orang yang sudah
mati. Orang-orang model begini juga
menganggap, bahwa berdo’a di kuburan juga lebih utama daripada berdo’a di rumah
atau di masjid.
Ada kelompok lain yang menyamai perbuatan ahli syirik dan
ahli bid’ah ini, yaitu para penyembah berhala Nasrani dan orang-orang Islam yang sesat. Mereka menganggap bahwa keadaan-keadaan
tertentu yang mereka alami adalah karomah.
Padahal, itu merupakan perbuatan syaithan yang sengaja hendak
menggelincirkan mereka ke jurang kemusyrikan dan kesesatan. Mereka misalnya meletakkan celana-celana
mereka di atas kuburan, kemudian mendapatinya dalam keadaan terikat, atau
meletakkan orang yang kesurupan di situ, kemudian mereka melihat setannya
keluar. Semua ini dilakukan oleh
syaithan untuk menyesatkan mereka.
Keadaan seperti di atas, apabila dibacakan ayat Kursy dengan
yakin, maka kebathilan itu pasti akan lenyap.
Karena sesungguhnya iman terhadap ke-Esaan Allah (Tauhidullah) dapat
mengusir syaithan. Itulah sebabnya,
ketika syaithan membawa (terbang) salah seorang dari mereka di udara, kemudian
ia membaca “Laa ilaaha Illallah” (Tiada Ilah yang diIbadahi
dengan haq selain Allah), pasti dia akan jatuh.
Demikian pula halnya jika salah seorang di antara mereka melihat kuburan
terbelah dan keluar seseorang dari dalamnya, lalu dia menyangkanya sang mayit,
padahal sebenarnya ia adalah syaithan.
Ini adalah Bab yang cukup panjang, sehingga tidak mungkin
disebutkan dalam Bab ini semuanya.
oOo
(Disadur bebas dari kitab “Wali Allah versus Wali Setan”,
Al-Imam Ibnu Taimiyah rahimahullah)
[1] Terkenal dengan sebutan Ibnu Shayyad, Ayahnya seorang Yahudi yang tidak diketahui dari kabilah mana dia berasal. Dia lahir pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dalam keadaan mata picak sebelah dan (kemaluannya) telah ter-khitan. Secara tiba-tiba ia muncul dihadapan Nabi dan para Sahabat, sehingga mengagetkan mereka semua. Karena kondisi fisiknya yang demikian ditambah tidak ada yang mengenalnya, sebagian Sahabat menyangkanya sebagai Dajjal. Apalagi dia pintar menebak. Umar pernah meminta idzin kepada Nabi untuk membunuhnya, tetapi Beliau tidak mengidzinkan. Kata Nabi, “Kalau memang dia Dajjal, kamu tidak akan dapat mengalahkannya. Dan kalau dia bukan Dajjal, tidak ada baiknya kamu membunuhnya.” Sebagian ‘ulama mengatakan, bahwa Nabi melarang Umar membunuhnya karena ia termasuk golongan yang terikat perjanjian damai dengan kaum Muslimin. Konon dia masuk Islam setelah wafatnya Nabi. Dia meninggal di Madinah pada tahun 63 H. (Edt.)
[2] Dari dulu hingga kini, yang namanya Tukang
Sihir, Dukun, Para Normal, ‘Orang Pintar’ dan kawan-kawan, kalau mereka bisa mengetahui
hal-hal ghaib, itu adalah dari syaithan atau Jin. Syaithan itulah yang membisikkan kepada
mereka tentang hal-hal yang terkadang tidak / belum diketahui orang lain. Namun tebakan seperti ini lebih banyak
salahnya daripada benarnya (Edt.)
[3] Abdul Malik bin Marwan bin Hakam, Khalifah
kelima Dinasti Bani Umayyah. Wafat tahun
86 H (Edt.)
[4] Ini adalah kisah nyata. Orang-orang yang kebal senjata seperti
Al-Harits si Nabi Gadungan ini, sampai saat ini masih banyak. Bahkan dengan bangganya mereka mendemonstrasikan
Ilmu Kebalnya di depan umum. Padahal,
itu tidak lain adalah peran syaithan yang sengaja melindungi dirinya demi untuk
menyesatkannya (Edt.)
[5] Gunung Qasiyun, sebuah gunung di sebelah Utara
Damaskus. Konon di tempat itu Habil
dibunuh oleh Qabil (Keduanya putera Nabi Adam 'Alaihissalam), (Edt.)
[6] Tindakan Abdul Malik bin Marwan yang menangkap
dan membunuh Al-Harits ini banyak dipuji oleh ‘ulama saat itu. Sehingga mereka melupakan dosa-dosa Abdul
Malik terhadap kaum Muslimin sebelumnya.
Jika sekarang ada seorang yang mengaku sebagai Nabi, maka Pemerintah pun
semestinya harus menangkapnya. (Edt.)
[7] Lihat Shahih Al-Bukhari, 2/812, Kitab
Al-Wakalah, Bab Idza Wakkala Rajulan Fatarakal Wakila Syai’an Fa ajazahul
Muwakkal, hadits no. 2187
[8] Peribadatan yang dilakukan oleh orang-orang
kafir di dalam Masjidil Haram. Tetapi
sebetulnya yang mereka lakukan adalah berpesta ria, dengan bersiul-siul dan
bertepuk tangan, sesuai tradisi mereka (Edt.)
[9] Tentu saja syaithan merasa senang dengan
orang-orang yang suka meminta-minta ke kuburan atau memohon pertolongan kepada
roh orang yang sudah meninggal. Karena
orang tersebut telah melakukan dosa besar, yakni syirik. Dan dikarenakan perbuatan syiriknya itulah
syaithan mendatanginya, dalam wujud orang yang dimintai pertolongan serta
mengabulkan permintaannya. Yang biasanya
dibarengi dengan syarat-syarat tertentu (Edt.)
[10] Hadits Mursal Riwayat Imam Malik dari Atha’ bin
Yasar. Imam Ahmad juga meriwayatklan
hadits ini dari Abu Hurairah. Syaikh
Ahmad Syakir mengatakan bahwa sanad Imam Ahmad adalah Shahih.