بسم
الله الر حما ن الر حيم
Ada banyak yang diulamakan di tengah kelompok Salafi sekarang,
termasuk kelompok Salafi di Indonesia.
Dilihat dari asal geografis, para ulama tersebar di Timur Tengah,
terutama di Negara Arab Saudi, Yordania dan Yaman. Mereka didatangi oleh da’i-da’i Salafi
untuk mengambil pelajaran dari mereka.
Sebagian mereka, malah dipercaya oleh sejumlah ulama itu untuk memegang
tanggung jawab tertentu di markas-markas dakwah.
Dari banyak ulama itu, ada empat ulama yang menjadi Imam
para ulama yang lain dan kelompok Salafi itu sendiri. Mereka adalah Syaikh Abdul Azis bin
Abdillah bin Baz, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Syaikh Muhammad
bin Shalih Al-Utsaimin, Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i. Dalam daftar yang telah lewat (lihat pada artikel "SALAFI DALAM SEJARAH"), mereka adalah empat nama terakhir.
Kata Imam sendiri, sebagaimana disebutkan
dalam Lisanul Arab karya Ibnul Manzhur, dimengerti sebagai yang
dikedepankan untuk diikuti, juga yang diambil
darinya. Dari pengertian ini,
empat nama terakhir dalam daftar dapat dikatakan sebagai para imam abad ini
bagi kelompok Salafi.
Ketika masih hidup, empat ulama yang dimaksud selalu menjadi
“tempat” menanya dan meminta jawaban atas persoalan-persoalan yang terjadi di
tengah kelompok Salafi. Di antara
mereka berempat, orang yang paling dituakan adalah Syaikh Abdul Aziz bin
Baz kemudian Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani.
Peran mereka berdua dalam mendakwahkan cara beragama para Salaf
ke tengah masyarakat abad ke-20 sangat besar.
Lewat buku-buku yang ditulis, ceramah-ceramah yang disampaikan dan
kuliah-kuliah rutin yang diberikan, Syaikh Bin Baz dan Syaikh Al-Albani
banyak mempengaruhi orang di banyak negeri kaum muslimin, tidak hanya di tempat
mereka berdua masing-masing; Syaikh
Bin Baz berdomisili di Arab Saudi, Syaikh Al-Albani berdomisili di
Yordania.
Diantara orang yang pernah bermajelis dengan mereka berdua
adalah Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin dan Syaikh Muqbil
bin Hadi Al-Wadi’i dari Yaman. Jika Syaikh
Utsaimin meneruskan dakwah di Najd, Arab Saudi, maka Syaikh Muqbil
mengembangkan dakwah di Sha’dah, Yaman, di jantung Syi’ah Zaidiyah
Yaman.
Masing-masing mereka didatangi oleh banyak pelajar dari
berbagai negeri kaum muslimin. Dari
murid-murid mereka itulah kemudian muncul sejumlah Syaikh dan da’i yang
meneruskan kembali dakwah.
Berusaha mengajak manusia untuk kembali kepada pemahaman para salaf
dalam bentuk memberantas kesyirikan menegakkan tauhid dan memberantas bid’ah
menghidupkan sunnah, setiap Syaikh dan da’i tersebut mengikuti
apa yang didakwahkan guru-guru mereka itu.
Demikian pula ketika terjadi permasalahan genting di tengah-tengah
kelompok Salafi, terutama yang di Indonesia, para imam dan murid-murid
mereka selalu diminta fatwa dan dijadikan pemutus perkara.
Syaikh Abdul Azis bin Baz lahir di Riyadh, Arab
Saudi, pada 1330 H (1912 M). Sejak kecil Beliau
menghafal Al-Qur’an dan berhasil menyelesaikan hafalannya sebelum memasuki usia
remaja. Seperti pelajar pada umumnya,
Beliau kemudian memulai rangkaian pelajaran Agamanya ke sejumlah Syaikh yang
ada.
Ada banyak Syaikh di Riyadh yang pernah didatangi dan
ditimba ilmunya oleh Syaikh Bin Baz.
Beliau menyebutkan;
1. 1. Syaikh Muhammad
bin Abdil Latif, salah seorang alu syaikh atau keturunan
langsung Syaikh Muhammad bin Abdil Wahab.
2. 2. Syaikh Shalih
bin Abdil Aziz alu syaikh yang pernah menjabat Hakim di kota Riyadh.
3. 3. Syaikh Sa’ad bin
Hamd, juga salah seorang Hakim di kota Riyadh.
4. 4. Syaikh Hamd bin
Faris, salah seorang pejabat Bayt Al-Mal, semacam Kas Negara.
5. 5. Syaikh Sa’ad
Waqqash Al-Bukhari, salah seorang ulama di kota Makkah yang didatangi
Syaikh Bin Baz untuk mempelajari Ilmu Tajwij.
6. 6. Syaikh Muhammad
bin Ibrahim bin Abdil Latif alu syaikh.
Khusus nama yang terakhir, Syaikh Bin Baz belajar
kepadanya selama sepuluh tahun. Masa
belajar itu terentang sejak tahun 1347 H sampai tahun 1357 H. Dibanding guru-gurunya yang lain, Syaikh Muhammad
bin Ibrahim alu syaikh dapat dikatakan sebagai guru Syaikh Bin Baz
yang paling terkemuka.
Setahun sebelum belajar kepada Syaikh Muhammad alu
syaikh, mata Syaikh Bin Baz mengalami gangguan serius. Waktu itu umur Beliau baru sekitar 16
tahun. Ganguan itu kemudian melemahkan
penglihatan Beliau dan membuatnya buta sama sekali.
Keadaannya yang baru itu tidak melemahkan hasrat Beliau
untuk belajar kepada Syaikh Muhammad alu sayikh. Proses belajarnya itu diselesaikannya dengan
baik. Lebih dari itu, pada saat yang
sama, Syaikh Bin Baz mulai dipercaya untuk memegang tanggung jawab di
bidang Kehakiman.
Di bidang Pengajaran, Syaikh Bin Baz pernah
dipercaya untuk mengajar di beberapa tempat.
Beliau pernah dipercaya untuk mengajar di Ma’had Al-‘Ilmi,
Riyadh, pada 1372 H. Setahun setelah
itu, Beliau mengajar di Kulliyah Asy-Syari’ah, juga di Riyadh, selama Sembilan
tahun terhitung sejak 1373 H. Puncaknya
Beliau ditunjuk sebagai Wakil Rektor Universitas Islam Madinah pada 1381
– 1390 H dan sebagai Rektor langsung pada 1390 – 1395 H.
Pihak Kerajaan Saudi pernah menunjuk Syaikh Bin Baz
untuk mengepalai sejumlah Lembaga Keilmuan.
Beliau, misalnya pernah ditunjuk untuk mengepalai Komite Tetap
Penelitian dan Fatwa. Beliau juga
diangkat sebagai anggota Hai’ah Kibar Al-‘Ulama, Al_Majlis
Al-A’la Al-Islami (International Mosque Council), Rabithah ‘Alam
Al-Islami, Dewan Tinggi Universitas Islam Madinah.
Dalam keadaan seperti itu, Syaikh Bin Baz tetap
berdakwah dan menjadi Mufti ‘Am
untuk Kerajaan. Beliau diminta
berceramah dan berfatwa sampai penghujung hidup. Baru pada tanggal 27 Muharram 1420 H (1999 M), Beliau
meninggal dunia di kota Thaif, Arab Saudi, dan dimakamkan di Pemakaman Al-‘Adl,
Makkah.
Sellama hidupnya, Beliau sangat mementingkan Perkara
Aqidah. Banyak ayat Al-qur’an dan Hadits
Shahih dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang menunjukkan
hal itu. Dalam salah satu artikel yang
pernah ditulisnya , Syaikh Bin Baz menunjuk Iman kepada Allah, Malaikat,
Kitab-kitab, Para Nabi, Hari Kiamat, Ketetapan dan Ketentuan Allah sebagai Enam
Perkara Dasar bagi Aqidah seseorang.
Memperbaiki Aqidah seperti itu, tegas Syaikh Bin
Baz, adalah Dakwah para Rasul. Inti
perbaikan itu adalah Membersihkan Tauhid pada diri seseorang dari segala noda
kesyirikan dan mengikhlaskan segala bentuk Ibadah hanya kepada Allah ‘Azza
wa Jalla. Bertauhid yang benar
menjadi Agama para Rasul, sejak Nabi Nuh ‘Alaihissalam sampai Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Syaikh Bin Baz juga menekankan pentingnya mengikuti Sunnah
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan pemahaman para Sahabat
Rasulullah dalam menjalankan Agama. Syaikh
Bin Baz bahkan mengatakan, para Sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dari
kalangan Tabi’in dan Tabi’ut Tabi’in adalah orang-orang yang
paling tahu tentang Sunnah Rasulullah.
Merekalah manusia yang paling mencintai Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam dan paling mengikuti Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam.
Karena itu, adalah tidak mungkin, kata Syaikh Bin Baz,
untuk mengenyampingkan cara beragama mereka itu. Wajib bagi setiap Kaum Muslimin untuk
mengikuti cara beragama mereka dan meninggalkan segala-sesuatu yang tidak
pernah dicontohkan mereka.
Bagaimana pun Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
telah menyampaikan kepada mereka semua yang diwahyukan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
oOo
(Disalin dari kitab “Sejarah Salafi di Indonesia”, Abu
Mujahid, Toobagus Publishing, 2012 M)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar