Sabtu, 19 Mei 2018

IMAM-IMAM SALAFI SEKARANG



بسم الله الر حما ن الر حيم


Ada banyak yang diulamakan di tengah kelompok Salafi sekarang, termasuk kelompok Salafi di Indonesia.  Dilihat dari asal geografis, para ulama tersebar di Timur Tengah, terutama di Negara Arab Saudi, Yordania dan Yaman.  Mereka didatangi oleh da’i-da’i Salafi untuk mengambil pelajaran dari mereka.  Sebagian mereka, malah dipercaya oleh sejumlah ulama itu untuk memegang tanggung jawab tertentu di markas-markas dakwah.
Dari banyak ulama itu, ada empat ulama yang menjadi Imam para ulama yang lain dan kelompok Salafi itu sendiri.  Mereka adalah Syaikh Abdul Azis bin Abdillah bin Baz, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i.  Dalam daftar yang telah lewat (lihat pada artikel "SALAFI DALAM SEJARAH"), mereka adalah empat nama terakhir.
Kata Imam sendiri, sebagaimana disebutkan dalam Lisanul Arab karya Ibnul Manzhur, dimengerti sebagai yang dikedepankan untuk diikuti, juga yang diambil darinya.  Dari pengertian ini, empat nama terakhir dalam daftar dapat dikatakan sebagai para imam abad ini bagi kelompok Salafi.
Ketika masih hidup, empat ulama yang dimaksud selalu menjadi “tempat” menanya dan meminta jawaban atas persoalan-persoalan yang terjadi di tengah kelompok Salafi.  Di antara mereka berempat, orang yang paling dituakan adalah Syaikh Abdul Aziz bin Baz kemudian Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani.
Peran mereka berdua dalam mendakwahkan cara beragama para Salaf ke tengah masyarakat abad ke-20 sangat besar.  Lewat buku-buku yang ditulis, ceramah-ceramah yang disampaikan dan kuliah-kuliah rutin yang diberikan, Syaikh Bin Baz dan Syaikh Al-Albani banyak mempengaruhi orang di banyak negeri kaum muslimin, tidak hanya di tempat mereka berdua masing-masing;  Syaikh Bin Baz berdomisili di Arab Saudi, Syaikh Al-Albani berdomisili di Yordania.
Diantara orang yang pernah bermajelis dengan mereka berdua adalah Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin dan Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i dari Yaman.  Jika Syaikh Utsaimin meneruskan dakwah di Najd, Arab Saudi, maka Syaikh Muqbil mengembangkan dakwah di Sha’dah, Yaman, di jantung Syi’ah Zaidiyah Yaman.
Masing-masing mereka didatangi oleh banyak pelajar dari berbagai negeri kaum muslimin.  Dari murid-murid mereka itulah kemudian muncul sejumlah Syaikh dan da’i yang meneruskan kembali dakwah.
Berusaha  mengajak  manusia untuk kembali kepada pemahaman para salaf dalam bentuk memberantas kesyirikan menegakkan tauhid dan memberantas bid’ah menghidupkan sunnah, setiap Syaikh dan da’i tersebut mengikuti apa yang didakwahkan guru-guru mereka itu.  Demikian pula ketika terjadi permasalahan genting di tengah-tengah kelompok Salafi, terutama yang di Indonesia, para imam dan murid-murid mereka selalu diminta fatwa dan dijadikan pemutus perkara.
Syaikh Abdul Azis bin Baz lahir di Riyadh, Arab Saudi, pada 1330 H (1912 M).  Sejak kecil Beliau menghafal Al-Qur’an dan berhasil menyelesaikan hafalannya sebelum memasuki usia remaja.  Seperti pelajar pada umumnya, Beliau kemudian memulai rangkaian pelajaran Agamanya ke sejumlah Syaikh yang ada.
Ada banyak Syaikh di Riyadh yang pernah didatangi dan ditimba ilmunya oleh Syaikh Bin Baz.  Beliau menyebutkan;
1.      1.  Syaikh Muhammad bin Abdil Latif, salah seorang alu syaikh atau keturunan langsung Syaikh Muhammad bin Abdil Wahab.
2.       2. Syaikh Shalih bin Abdil Aziz alu syaikh yang pernah menjabat Hakim di kota Riyadh.
3.       3. Syaikh Sa’ad bin Hamd, juga salah seorang Hakim di kota Riyadh.
4.       4. Syaikh Hamd bin Faris, salah seorang pejabat Bayt Al-Mal, semacam Kas Negara.
5.       5. Syaikh Sa’ad Waqqash Al-Bukhari, salah seorang ulama di kota Makkah yang didatangi Syaikh Bin Baz untuk mempelajari Ilmu Tajwij.
6.       6. Syaikh Muhammad bin Ibrahim bin Abdil Latif alu syaikh.
Khusus nama yang terakhir, Syaikh Bin Baz belajar kepadanya selama sepuluh tahun.  Masa belajar itu terentang sejak tahun 1347 H sampai tahun 1357 H.  Dibanding guru-gurunya yang lain, Syaikh Muhammad bin Ibrahim alu syaikh dapat dikatakan sebagai guru Syaikh Bin Baz yang paling terkemuka.
Setahun sebelum belajar kepada Syaikh Muhammad alu syaikh, mata Syaikh Bin Baz mengalami gangguan serius.  Waktu itu umur Beliau baru sekitar 16 tahun.  Ganguan itu kemudian melemahkan penglihatan Beliau dan membuatnya buta sama sekali.
Keadaannya yang baru itu tidak melemahkan hasrat Beliau untuk belajar kepada Syaikh Muhammad alu sayikh.  Proses belajarnya itu diselesaikannya dengan baik.  Lebih dari itu, pada saat yang sama, Syaikh Bin Baz mulai dipercaya untuk memegang tanggung jawab di bidang Kehakiman.
Di bidang Pengajaran, Syaikh Bin Baz pernah dipercaya untuk mengajar di beberapa tempat.  Beliau pernah dipercaya untuk mengajar di Ma’had Al-‘Ilmi, Riyadh, pada 1372 H.  Setahun setelah itu, Beliau mengajar di Kulliyah Asy-Syari’ah, juga di Riyadh, selama Sembilan tahun terhitung sejak 1373 H.  Puncaknya Beliau ditunjuk sebagai Wakil Rektor Universitas Islam Madinah pada 1381 – 1390 H dan sebagai Rektor langsung pada 1390 – 1395 H.
Pihak Kerajaan Saudi pernah menunjuk Syaikh Bin Baz untuk mengepalai sejumlah Lembaga Keilmuan.  Beliau, misalnya pernah ditunjuk untuk mengepalai Komite Tetap Penelitian dan Fatwa.  Beliau juga diangkat sebagai anggota Hai’ah Kibar Al-‘Ulama, Al_Majlis Al-A’la Al-Islami (International Mosque Council), Rabithah ‘Alam Al-Islami, Dewan Tinggi Universitas Islam Madinah.
Dalam keadaan seperti itu, Syaikh Bin Baz tetap berdakwah dan menjadi  Mufti ‘Am untuk Kerajaan.  Beliau diminta berceramah dan berfatwa sampai penghujung hidup.  Baru pada tanggal 27 Muharram 1420 H (1999 M), Beliau meninggal dunia di kota Thaif, Arab Saudi, dan dimakamkan di Pemakaman Al-‘Adl, Makkah.
Sellama hidupnya, Beliau sangat mementingkan Perkara Aqidah.  Banyak ayat Al-qur’an dan Hadits Shahih dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang menunjukkan hal itu.  Dalam salah satu artikel yang pernah ditulisnya , Syaikh Bin Baz menunjuk Iman kepada Allah, Malaikat, Kitab-kitab, Para Nabi, Hari Kiamat, Ketetapan dan Ketentuan Allah sebagai Enam Perkara Dasar bagi Aqidah seseorang.
Memperbaiki Aqidah seperti itu, tegas Syaikh Bin Baz, adalah Dakwah para Rasul.  Inti perbaikan itu adalah Membersihkan Tauhid pada diri seseorang dari segala noda kesyirikan dan mengikhlaskan segala bentuk Ibadah hanya kepada Allah ‘Azza wa Jalla.  Bertauhid yang benar menjadi Agama para Rasul, sejak Nabi Nuh ‘Alaihissalam sampai Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Syaikh Bin Baz juga menekankan pentingnya mengikuti Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan pemahaman para Sahabat Rasulullah dalam menjalankan Agama.  Syaikh Bin Baz bahkan mengatakan, para Sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dari kalangan Tabi’in dan Tabi’ut Tabi’in adalah orang-orang yang paling tahu tentang Sunnah Rasulullah.  Merekalah manusia yang paling mencintai Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan paling mengikuti Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Karena itu, adalah tidak mungkin, kata Syaikh Bin Baz, untuk mengenyampingkan cara beragama mereka itu.  Wajib bagi setiap Kaum Muslimin untuk mengikuti cara beragama mereka dan meninggalkan segala-sesuatu yang tidak pernah dicontohkan mereka.
Bagaimana pun Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah menyampaikan kepada mereka semua yang diwahyukan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

oOo
(Disalin dari kitab “Sejarah Salafi di Indonesia”, Abu Mujahid, Toobagus Publishing, 2012 M)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar