Senin, 28 Mei 2018

PARA WALI SYAITHAN



بسم الله الر حمان الر حيم


Berbeda dengan para Wali Allah yang diberikan Karomah oleh Allah ‘Azza wa Jalla karena keberkahan mereka mengikuti (Ittiba’) Rasul-Nya, lalu Allah menguatkan mereka dengan pertolongan-Nya, para Malaikat, serta menyusupkan cahaya keimanan ke dalam hati mereka.  Maka, para Wali Syaithan dipengaruhi oleh Syaithan melalui penyusupan mereka ke dalam diri para walinya.  

Seperti yang terjadi pada diri Abdullah bin Shayyad[1] yang muncul pada zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.  Waktu itu, sebagian Sahabat menyangka bahwa dia adalah Dajjal.  Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sempat menunggu sampai jelas betul, bahwa dia bukanlah Dajjal.  Dan ternyata dia semacam Tukang Sihir.  Nabi berkata kepadanya, “Ada sesuatu yang aku sembunyikan untukmu.”  Ibnu Shayyad berkata, “As..., asap...”  Dan memang Nabi hendak membacakan surat Ad-Dukhan (Kabut) kepadanya.  Maka, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,  “Diam kamu!  Kekuatanmu itu tidak ada apa-apanya.”  Maksudnya, kamu ini tidak lebih dari salah seorang dari kelompok Tukang Sihir.
Yang namanya Tukang Sihir, pasti memiliki teman dari Syaithan yang memberitahukan hal-hal yang ghaib kepadanya.  Berita ghaib ini dicuri “bocoran”-nya oleh syaithan dari langit.  Namun mereka mencampur adukkan antara kebenaran dan kebohongan (kebathilan), sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari.  Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (artinya),
“Para Malaikat bercakap-cakap tentang suatu keputusan bagi penduduk bumi di Anan.  Anan yaitu Awan.  Dan syaithan-syaithan mencuri-dengar perkataan mereka, lalu mereka membisikkannya ke telinga para Tukang Sihir sebagaimana botol yang diisi air.  Namun mereka menambah-nambahi berita itu dengan 100 (seratus) kebohongan.”
Disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan Muslim, dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama sejumlah orang  dari golongan Anshar, tiba-tiba mereka melihat sebuah bintang yang bersinar terang melesat dengan cepat.  Lalu Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya,  “Apa yang kalian katakan pada kejadian semacam ini di masa Jahiliyah, jika kalian melihatnya?”  Mereka menjawab, “Kami berkata, bahwa ada seorang pembesar yang mati atau dilahirkan.”  Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya bintang itu tidak dilesatkan untuk kematian atau kelahiran seseorang.  Akan tetapi Allah Yang Mahamulia dan Mahatinggi, jika Dia memutuskan sesuatu, maka para Malaikat penyangga ‘Arsy bertasbih.  Kemudian para penghuni langit setelah mereka juga bertasbih.  Seterusnya demikian hingga (ucapan) tasbih tersebut sampai ke penghuni langit ini (Langit Dunia).  Lalu penduduk langit ketujuh bertanya kepada (Malaikat) penyangga ‘Arsy tentang apa yang dikatakan Rabb.  Dan mereka memberitahukannya, hingga penduduk setiap langit bertanya tentang khabar tersebut.  Kemudian sampailah khabar tersebut kepada penghuni Langit Dunia.  Maka syaithan-syaithan pun mencuri-curi untuk mendengarkan khabar tersebut.  Lalu syaithan-syaithan ini melemparkan dan membisikkannya kepada wali-wali mereka.  Jadi, sebetulnya apa yang mereka bawa adalah benar.  Akan tetapi mereka menambah-nambahnya (dengan 100 kedustaan).”
Dalam sebuah Riwayat diceritakan, bahwa Muammar bertanya kepada Az-Zuhri, “Apakah pada masa Jahiliyah, berita lngit dilemparkan seperti itu?”  Az-Zuhri berkata, “Ya, tetapi berita langit itu semakin kokoh ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus.”
Aswad Al-Ansi yang mengaku-ngaku sebagai seorang Nabi, memiliki teman-teman dari Syaithan yang memberitahu kepadanya sebagian hal-hal yang ghaib.  Ketika kaum Muslimin hendak memeranginya, mereka takut syaithan-syaithannya akan membocorkan kepadanya tentang apa yang mereka rencanakan.  Tetapi isteri (Aswad Al-Ansi) membantu mereka, setelah mengetahui dengan jelas kekufuran suaminya, dan mereka pun berhasil membunuhnya.
Begitu juga dengan Musailamah Al-Kadzdzab, dia pun mempunyai teman-teman dari syaithan yang memberitahu hal-hal ghaib kepadanya dan membantunya dalam sebagian urusannya[2].
Cukup banyak orang-orang yang mengaku Nabi seperti mereka.  Misalnya Al-Harits Ad-Dimasyqi yang muncul di Syam pada masa pemerintahan Abdul Malik bin Marwan[3], dan mengaku sebagai Nabi.  Syaithan-syaithannya itu melepaskan rantai besi yang membelenggu kedua kakinya, syaithannya pula yang membentenginya dari senjata sehingga tidak melukainya[4].
Jika dia mengusap batu dengan tangannya, batu tersebut bertasbih.  Ia juga melihat rombongan penunggang kuda di atas angin di gunung Qasiyun[5], dan ia mengatakan bahwa mereka adalah para Malaikat, padahal mereka adalah rombongan Jin.  Atas perintah Khalifah Abdul Malik, Al-Harits Ad-Dimasyqi akhirnya ditangkap oleh tentara kerajaan untuk di hukum[6].  Saat pelaksanaan hukuman (eksekusi), ternyata tubuhnya tidak mempan oleh panah dan tombak.  Lalu Abdul Malik berkata kepada Algojonya, “Sesungguhnya kamu tidak membaca ‘Bismillah’.”  Algojo itu pun membaca ‘Bismillah’, kemudian melemparkan tombaknya kepada Al-Harits, dan matilah si Nabi palsu tersebut.
Beginilah sikap para Syaithan, mereka akan lari dari teman-temannya jika dibacakan apa yang dapat mengusirnya.  Seperti ayat Kursy, yang disebutkan dalam Shahih Al-Bukhari, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dalam hadits Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu.  Ketika itu Nabi memerintahkannya menjaga Zakat Fitri yang terkumpul dari kaum Muslimin.  Namun, setiap malam ada seorang bapak tua yang selalu mencurinya.  Dan setiap malam pula bapak tua tersebut berhasil ia tangkap, tetapi Karena pencuri itu mengaku bertaubat, lalu dia dilepaskan.  Pada pagi harinya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepadanya, “Apa yang dilakukan tawananmu semalam?”  Abu Hurairah menjawab, “Katanya dia tidak akan kembali.”  Nabi berkata, “Dia membohongimu, dia pasti akan kembali.”  Benar, malam harinya pencuri itu kembali lagi.  Dan pada malam yang ketiga, pencuri itu berkata, “Lepaskanlah aku, agar aku bisa mengajarimu sesuatu yang bermanfaat bagimu.  Jika kamu hendak berangkat-tidur, bacalah ayat Kursy ‘Allahu laa ilaaha illaa huwal Hayyul Qayyum,’  maka kamu akan tetap dijaga dan syaithan tidak akan mengganggumu sampai pagi.”  Keesokan harinya, ketika dia memberitahukan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau berkata, “Ia benar, sekalipun ia pendusta.”  Lalu Beliau memberitahukan kepada Abu Hurairah, bahwa bapak tua pencuri itu adalah syaithan[7].
Karena itu, jika seseorang membaca ayat Kursy ini dengan penuh keyakinan pada saat menemukan hal-hal yang aneh, yang tidak lain adalah perbuatan syaithan (sihir), dia akan dapat menggagalkannya.

Contoh-Contoh Keanehan pada Manusia yang Sebetulnya Merupakan Perbuatan Syaithan;
Ø  Orang yang masuk ke dalam kobaran api tetapi tidak terbakar.
Ø  Orang yang berbicara tentang sesuatu yang tidak ia ketahui  / pahami.  Karena sesungguhnya yang berbicara itu adalah syaithan yang meminjam mulutnya (masuk ke dalam tubuhnya).
Ø  Menebak dengan tepat apa yang sedang dipikirkan atau yang ada di dalam hati orang lain.
Ø  Memiliki berbagai makanan dan buah-buahan serta manisan yang tidak ada di daerah itu.  Karena memang syaithan yang membawakan untuknya dari tempat lain.
Ø  Orang yang bisa terbang ke Makkah atau ke Baitul Maqdis, atau ke tempat-tempat yang lain.  Karena memang syaithan yang membawanya terbang. 
Ada juga orang yang dibawa terbang oleh Jin ke Arafah pada sore hari di musim Haji, lalu kembali ketempatnya semula pada malam itu juga.  Sehingga ia tidak bisa dikatakan sebagai orang yang telah menunaikan ibadah haji sesuai syari’at.  Karena ia berangkat haji hanya dengan pakaian yang melekat pada tubuhnya dan tidak ber-Ihram tatkala sampai di Miqat, serta tidak mengucapkan Talbiyah.  Dia juga tidak berhenti di Muzdalifah, tidak Tawaf mengelilingi Ka’bah, tidak melakukan Sa’i antara Shafa dan Marwa, dan tidak melempar Jumrah.  Akan tetapi, ia hanya mampir sebentar di Arafah dengan pakaian yang melekat di badannya, kemudian pulang kembali pada malam itu juga. Yang seperti ini, tidak dapat dikatakan sebagai haji yang disyari’atkan, menurut kesepakatan seluruh kaum Muslimin.  Bahkan, ini sama saja dengan orang yang shalat Jum’at tanpa berwudhu dan tidak menghadap kiblat! Maka, shalatnya tidak syah.
Diceritakan, bahwa ada seseorang yang melakukan “Haji” seperti ini, malamnya ketika kembali ke rumahnya dia bermimpi melihat Malaikat mencatat orang-orang yang melaksanakan Ibadah Haji, namun namanya tidak ikut dicatat.  Lalu dia bertanya kepada Malaikat, “Kenapa kalian tidak mencatat aku?”  Para Malaikat berkata, “Kamu bukan termasuk orang-orang yang melaksanakan Haji.”  Yakni, engkau tidak melakukan haji sebagaimana yang disyari’atkan.
Di antara orang-orang yang kemasukan syaithan atau Jin, ada juga yang mampu berbicara dengan berbagai macam bahasa.  Tetapi ketika sadar, dia tidak tahu sama sekali tentang apa yang telah dia ucapkan.  Ada juga yang pada saat kemasukan syaithan atau Jin, tubuhnya menjadi kebal pukulan.  Dimana kalau orang biasa dipukul seperti itu, pasti ia akan mati atau paling tidak ia akan kesakitan.  Dan ketika sadar ia mengatakan tidak merasakan apa-apa.  Karena memang yang dipukuli tadi adalah Jin, bukan manusianya.

Perbedaan Antara Karamah Wali Allah dan Keanehan Wali Syaithan;
Ada sejumlah perbedaan antara karomah para Wali Allah dengan Keanehan para Wali Syaithan.  Diantaranya, kalau karomah Wali Allah lahir dari keimanan dan ketakwaan, maka kelebihan yang dimiliki Wali Syaithan bersumber dari hal-hal yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya.  Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (artinya),
“Katakanlah, ‘Sesungguhnya Tuhanku mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang tampak maupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu, dan mengatakan sesuatu dengan mengatas-Namakan Allah apa yang tidak kamu ketahui.”  (Al-A’raaf;  33)
Mengatakan sesuatu dengan mengatas-Namakan Allah apa yang tidak diketahui adalah Syirik, Zhalim, dan Perbuatan-perbuatan Keji.  Semua itu dilarang Allah dan Rasul-Nya (karena termasuk dosa yang paling besar), dan tidak mungkin menjadi salah satu sebab munculnya karomah dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.  Karena tujuan karomah bukan  untuk hal-hal yang demikian.
Jadi, sekiranya karomah tidak didapatkan dengan jalan shalat, dzikir dan membaca Al-Qur’an, tetapi diperoleh dengan apa yang disenangi syaithan dan hal-hal yang di dalamnya terdapat kemusyrikan, seperti bertapa, meminta pertolongan kepada sesama makhluk, atau sesuatu yang digunakan untuk menganiaya makhluk dan melakukan kekejian, maka ini termasuk dari perilaku syaithan, bukan karomah dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Contoh Perbuatan Wali Syaithan;
Diantaranya , jika ada yang menghadiri acara peribadatan “Mukaa wa Tashdiyah”[8], syaithan turun kepadanya dan membawanya terbang keluar dari tempat tersebut.  Dan apabila ada seorang Wali Allah datang, maka syaithannya lari dan ia pun jatuh.  Hal seperti ini tidak hanya terjadi pada seorang saja.
Ada juga yang meminta pertolongan kepada sesama makhluk, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal, baik orang Islam, Nasrani, atau pun Musyrik.  Kemudian syaithan menjelma (seakan-akan) seperti orang yang dimintai pertolongan tadi dan memenuhi sebagian kebutuhan orang yang meminta pertolongan.  Orang ini pun (yang meminta pertolongan) menyangka, bahwa yang telah menemuinya (menolongnya) adalah orang itu sendiri atau Malaikat yang menyerupainya.  Padahal ia adalah syaithan yang menyesatkannya, karena ia telah mempersekutukan Allah.[9]
Seperti halnya syaithan-syaithan yang memasuki tubuh patung-patung dan berbicara kepada orang-orang Musyrik dari dalam diri patung tersebut.
Ada pula syaithan yang mendatangi mereka dengan menjelma dalam sosok manusia dan mengaku-ngaku sebagai Khidir (Nabi).  Kemudian syaithan itu memberitahukan berbagai masalah kepadanya dan mengabulkan sebagian permintaannya.  Yang seperti ini tidak hanya terjadi pada orang Islam, Nasrani dan Yahudi saja, tapi juga pada yang lainnya.
Banyak orang-orang kafir baik di Timur maupun di Barat, jika salah seorang diantara mereka mati, maka syaithan datang setelah kematiannya dalam sosok sang mayit.  Mereka meyakini, bahwa dia adalah sang mayit tadi.  Dia membayar hutang, mengembalikan barang titipan dan melakukan hal-hal yang berhubungan dengan sang mayit.  Dia juga menemui isterinya (menggaulinya), lalu pergi.  Bahkan mungkin mereka telah membakar sang mayit dalam api seperti yang dilakukan orang-orang kafir di India, namun mereka menganggap bahwa dia hidup lagi setelah mati.
Di Mesir, ada seorang syaikh berwasiat kepada  pembantunya, ia berkata, “Apabila aku meninggal, janganlah kamu memanggil seorang pun untuk memandikanku, karena aku akan datang dan memandikan diriku sendiri.”  Kemudian, tatkala syaikh itu meninggal, pembantunya melihat seseorang yang menjelma dalam bentuk dirinya, dan dia yakin bahwa itu adalah tuannya yang datang untuk memandikan dirinya.  Maka, setelah orang (yang datang itu) selesai memandikan mayatnya, dia pun menghilang.  Padahal, sebenarnya orang yang datang dalam bentuk tuannya tersebut adalah syaithan yang telah menyesatkan sang mayit.  Syaithan itu berkata kepadanya, “Setelah meninggal,  kamu akan datang untuk memandikan dirimu sendiri.”  Dan ketika meninggal syaithan datang dalam bentuk dirinya untuk menyesatkan orang-orang yang masih hidup, sebagaimana ia telah menyesatkan si mayit sebelumnya.
Di antara mereka, ada yang melihat singasana di angkasa yang di atasnya terdapat cahaya, dan mendengar seseorang berbicara kepadanya, “Aku adalah Tuhanmu.”  Jika orang tersebut seorang Ahli Ma’rifat, pasti dia mengetahui bahwa itu adalah syaithan.  Dan tentu dia akan mengusirnya, dan meminta perlindungan kerpada Allah darinya, sehingga hilanglah syaithan itu.
Dan di antara mereka, ada juga yang dalam keadaan sadar melihat bayangan sejumlah orang yang mengaku-ngaku sebagai Nabi atau orang yang jujur, atau salah seorang syaikh yang shalih.  Padahal sejatinya dia adalah syaithan yang terkutuk.  Hal ini juga tidak hanya terjadi pada seorang saja.
Ada juga wali syaithan yang ketika mengunjungi kuburan, dia melihat kuburan tersebut terbelah dan dari situ keluar sesosok  manusia yang diyakininya sebagai sang mayit.  Padahal ia adalah Jin yang menyerupai sang mayit.
Banyak juga wali syaithan yang melihat seekor kuda keluar-masuk ke dalam sebuah kuburan, padahal ia adalah syaithan.
Dan semua orang yang mengaku melihat Nabi dengan mata-kepalanya sendiri, sebenarnya yang dia lihat tak lain adalah Jin atau fantasi belaka.
Ada pula yang bermimpi bertemu dengan beberapa Sahabat Besar, seperti Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu ‘Anhu atau yang lainnya, dimana “Sahabat” tersebut memotong rambutnya atau menggundulinya atau memakaikan kopiah atau pakaian kepadanya.  Lalu ketika bangun, ia mendapati  ada kopiah di atas kepalanya, dan rambutnya telah botak.  Sebenarnya Jin lah yang mencukurnya (bukan “Sahabat”).  Perbuatan-perbuatan syaithan di atas, hanya terjadi pada orang-orang yang telah menyimpang dari Ajaran Al-Qur’an dan Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Para wali syaithan itu terdiri dari beberapa tingkatan.  Dan Jin yang bersekongkol dengan mereka pun juga bertingkat-tingkat, sama dengan mereka.  Syaithan-syaithan yang mempunyai “anak-didik” wali ini, berada pada satu derajat dan madzhab yang sama dengan para walinya.  Jin itu sendiri ada yang kafir, fasik dan yang bermasalah.  Sekiranya manusia itu kafir, fasik atau bodoh, maka mereka semua sama-sama masuk ke dalam kekufuran, kefasikan dan kesesatan.

Peran dan Bantuan Syaithan Terhadap Walinya;
Terkadang syaithan membantu seseorang apabila orang tersebut mau mengikuti mereka dalam kekufuran yang dipilihnya, misalnya bersumpah kepada mereka atas nama orang-orang yang diagung-agungkan dari golongan Jin dan Manusia.  Atau menulis Nama Allah atau sebagian firman-Nya dengan benda najis (mis. Darah haid), atau membalikkan surat Al-Fatihah, atau Al-Ikhlas, atau ayat Kursy, atau ayat-ayat yang lain dan menulisnya dengan benda najis, kemudian menenggellamkannya ke dalam air, atau memindahkannya dengan cara tertentu yang menyenangkan syaithan (mis. dengan kaki), terkadang syaithan-syaithan itu mendatanginya dengan menyerupai seorang perempuan atau anak kecil yang dia cintai, baik di atas angin atau datang langsung untuk meminta perlindungan kepadanya.  Dan contoh-contoh lain yang cukup panjang pembahasannya, dimana percaya kepada hal-hal tersebut berarti percaya kepada sihir dan thaghut.  Yakni, syaithan dan berhala.  Sekiranya orang itu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, baik lahir maupun bathin, maka syaithan-syaithan itu tidak akan bisa memasuki dan mempengaruhinya.
Karena itulah, Ibadah seorang Muslim yang disyariatkan adalah di Masjid yang merupakan “Rumah Allah”.  Dan dengan memakmurkannya dapat menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan syaithan.

Jalan Para Ahli Syirik dan Bid’ah;
Kebiasaan ahli syirik dan bid’ah adalah mengagung-agungkan kuburan dan orang-orang yang telah mati.  Mereka suka memanggil-manggil orang yang telah mati, atau berdo’a dengan menjadikan orang yang mati sebagai perantara, atau berkeyakinan bahwa dengan berdo’a di situ akan dikabulkan.  Perbuatan mereka ini rawan sekali dengan tipu daya syaithan.  Tersebut dalam Shahih Al-Bukhari dan Muslim, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau bersabda (artinya),
“Allah melaknat orang-orang Yahudi dan Nasrani yang menjadikan  kuburan Nabi-Nabi mereka sebagai Masjid.”  (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Ditegaskan juga dalam Shahih Muslim, dari Nabi, bahwa Beliau bersabda pada lima malam sebelum wafatnya Beliau,
“Sesungguhnya orang yang paling baik dalam persahabatan dan pertolongannya kepadaku adalah Abu Bakar.  Seandainya aku mengangkat seorang kekasih dari penghuni bumi ini, niscaya aku akan memilih Abu Bakar, akan tetapi Sahabat kalian adalah kekasih Allah.  Tidak tersisa satu pun pintu yang terbuka dalam masjid kecuali pintunya Abu Bakar.  Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian menjadikan kuburan sebagai masjid.  Ketahuilah, janganlah kalian menjadikan kuburan sebagai masjid, karena aku melarang kalian akan hal itu.”
Dan tersebut juga dalam Al-Bukhari – Muslim, bahwa Nabi pernah diberitahu tentang sebuah Gereja yang berada di negeri Habasyah, yang indah dan banyak gambar-gambar di dalamnya.  Beliau bersabda (artinya),
“Jika ada seorang yang shalih di antara mereka meninggal, mereka membangun sebuah masjid di atas kuburannya dan mengukir gambar-gambar tersebut di dalamnya.  Mereka adalah makhluk yang paling jelek di sisi Allah pada Hari Kiamat.”
Dalam Musnad Ahmad dan Shahih Abu Hatim, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bersabda (artinya),
“Termasuk orang yang paling buruk adalah mereka yang hidup saat Hari Kiamat datang dan orang yang menjadikan kuburan sebagai Masjid.”
Tersebut pula dalam hadits shahih, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (artinya),
“Jangan kalian duduk dan shalat di atas kuburan.”[10]
Sementara itu di dalam 'Al-Muwaththa’, diriwayatkan, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (artinya),
“Ya Allah, janganlah Engkau jadikan kuburanku sebagai berhala yang disembah.  Allah paling murka terhadap kaum yang menjadikan kuburan para Nabi mereka sebagai Masjid.”[10]
Dan dalam kitab Sunan disebutkan, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (artinya),
“Janganlah kalian jadikan kuburanku tempat perayaan, dan ucapkanlah shalawat kepadaku dimana pun kalian berada, sesungguhnya shalawat kalian sampai kepadaku.”  (HR. Ahmad dan Abu Daud).  Beliau juga bersabda (artinya),
“Sesungguhnya Allah menunjuk wakil-Nya di kuburanku, mereka adalah para Malaikat yang menyampaikan salam kepadaku dari ummatku.”  (HR. Ahmad, An-Nasa’i, Ad-Darimi dari Ibnu Mas’ud)
Beliau besabda (artinya),
“Perbanyaklah kalian membaca shalawat kepadaku pada Hari Jum’at dan Malam Jum’at.  Sebab sesungguhnya shalawat kalian akan diperlihatkan kepadaku.”  Para Sahabat bertanya, Wahai Rasulullah, bagaimana mungkin shalawat kami akan diperlihatkan kepadamu, sedangkan jasadmu telah hancur?”  Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (artinya), “Sesungguhnya Allah telah mengharamkan bumi untuk memakan jasad para Nabi.”  (HR. Abu Daud, An-Nasa’i dan Ibnu Majah dari Aus bin Aus).
Sementara itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjelaskan keadaan kaum Nabi Nuh di dalam Al-Qur’an, sebagai generasi pertama yang melakukan perbuatan Syirik, sehingga Allah ‘Azza wa Jalla menenggelamkan bumi ini  dan memusnahkan mereka semuanya.
Itulah makanya, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang menjadikan kuburan sebagai Masjid agar terhindar dari segala bentuk kemusyrikan.  Maka, tutuplah setiap pintu-pintu kemusyrikan tersebut.

Gambaran Tipu Daya Syaithan Terhadap Ahli Syirik dan Bid’ah;
Dalam menyesatkan anak-cucu Adam, syaithan selalu menyesuaikan diri dengan kemampuan orang tersebut.  Jadi, kalau ada orang menyembah matahari, bulan, bintang dan berdo’a kepadanya, hakikatnya yang mereka sembah adalah syaithan juga.  Syaithan turun kepadanya dalam bentuk sebagai “Utusannya Bulan”, Bintang dan seterusnya, lalu menyampaikan beberapa perintah yang mereka anggap sebagai ajaran agama mereka.  Padahal, sebenarnya itu merupakan tipu daya syaithan belaka.
Sekalipun syaithan membantu manusia dalam memenuhi sebagian kebutuhan yang diinginkannya, namun sebenarnya hal tersebut jauh lebih banyak mudharat (kerugian)nya daripada manfaatnya.  Dan barangsiapa yang mentaati syaithan, maka dia telah melakukan dosa syirik yang tak terampuni.  Kecuali jika dia bertaubat dengan sebenar-benarnya kepada Allah dan Allah menerimanya.
Terkadang syaithan senang mengajak penyembah berhala melalui berhala yang mereka sembah.  Begitu pula dengan orang yang meminta pertolongan kepada kuburan atau roh orang yang sudah meninggal.  Dan kepada orang yang senang memanggil-manggil orang mati atau berdo’a dengan perantara orang yang sudah mati.  Orang-orang model begini juga menganggap, bahwa berdo’a di kuburan juga lebih utama daripada berdo’a di rumah atau di masjid.
Ada kelompok lain yang menyamai perbuatan ahli syirik dan ahli bid’ah ini, yaitu para penyembah berhala Nasrani  dan orang-orang Islam yang sesat.  Mereka menganggap bahwa keadaan-keadaan tertentu yang mereka alami adalah karomah.  Padahal, itu merupakan perbuatan syaithan yang sengaja hendak menggelincirkan mereka ke jurang kemusyrikan dan kesesatan.  Mereka misalnya meletakkan celana-celana mereka di atas kuburan, kemudian mendapatinya dalam keadaan terikat, atau meletakkan orang yang kesurupan di situ, kemudian mereka melihat setannya keluar.  Semua ini dilakukan oleh syaithan untuk menyesatkan mereka.
Keadaan seperti di atas, apabila dibacakan ayat Kursy dengan yakin, maka kebathilan itu pasti akan lenyap.  Karena sesungguhnya iman terhadap ke-Esaan Allah (Tauhidullah) dapat mengusir syaithan.  Itulah sebabnya, ketika syaithan membawa (terbang) salah seorang dari mereka di udara, kemudian ia membaca “Laa ilaaha Illallah” (Tiada Ilah yang diIbadahi dengan haq selain Allah), pasti dia akan jatuh.  Demikian pula halnya jika salah seorang di antara mereka melihat kuburan terbelah dan keluar seseorang dari dalamnya, lalu dia menyangkanya sang mayit, padahal sebenarnya ia adalah syaithan.
Ini adalah Bab yang cukup panjang, sehingga tidak mungkin disebutkan dalam Bab ini semuanya.

oOo

(Disadur bebas dari kitab “Wali Allah versus Wali Setan”, Al-Imam Ibnu Taimiyah rahimahullah)

[1] Terkenal dengan sebutan Ibnu Shayyad, Ayahnya seorang Yahudi yang tidak diketahui dari kabilah mana dia berasal.  Dia lahir pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dalam keadaan mata picak sebelah dan (kemaluannya) telah ter-khitan.  Secara tiba-tiba ia muncul dihadapan Nabi dan para Sahabat, sehingga mengagetkan mereka semua.  Karena kondisi fisiknya yang demikian ditambah tidak ada yang mengenalnya, sebagian Sahabat menyangkanya sebagai Dajjal.  Apalagi dia pintar menebak.  Umar pernah meminta idzin kepada Nabi untuk membunuhnya, tetapi Beliau tidak mengidzinkan.  Kata Nabi, “Kalau memang dia Dajjal, kamu tidak akan dapat mengalahkannya.  Dan kalau dia bukan Dajjal, tidak ada baiknya kamu membunuhnya.”  Sebagian ‘ulama mengatakan, bahwa Nabi melarang Umar membunuhnya karena ia termasuk golongan yang terikat perjanjian damai dengan kaum Muslimin.  Konon dia masuk Islam setelah wafatnya Nabi.  Dia meninggal di Madinah pada tahun 63 H. (Edt.)
[2] Dari dulu hingga kini, yang namanya Tukang Sihir, Dukun, Para Normal, ‘Orang Pintar’ dan kawan-kawan, kalau mereka bisa mengetahui hal-hal ghaib, itu adalah dari syaithan atau Jin.  Syaithan itulah yang membisikkan kepada mereka tentang hal-hal yang terkadang tidak / belum diketahui orang lain.  Namun tebakan seperti ini lebih banyak salahnya daripada benarnya (Edt.)
[3] Abdul Malik bin Marwan bin Hakam, Khalifah kelima Dinasti Bani Umayyah.  Wafat tahun 86 H (Edt.)
[4] Ini adalah kisah nyata.  Orang-orang yang kebal senjata seperti Al-Harits si Nabi Gadungan ini, sampai saat ini masih banyak.  Bahkan dengan bangganya mereka mendemonstrasikan Ilmu Kebalnya di depan umum.  Padahal, itu tidak lain adalah peran syaithan yang sengaja melindungi dirinya demi untuk menyesatkannya (Edt.)
[5] Gunung Qasiyun, sebuah gunung di sebelah Utara Damaskus.  Konon di tempat itu Habil dibunuh oleh Qabil (Keduanya putera Nabi Adam 'Alaihissalam), (Edt.)
[6] Tindakan Abdul Malik bin Marwan yang menangkap dan membunuh Al-Harits ini banyak dipuji oleh ‘ulama saat itu.  Sehingga mereka melupakan dosa-dosa Abdul Malik terhadap kaum Muslimin sebelumnya.  Jika sekarang ada seorang yang mengaku sebagai Nabi, maka Pemerintah pun semestinya harus menangkapnya. (Edt.)
[7] Lihat Shahih Al-Bukhari, 2/812, Kitab Al-Wakalah, Bab Idza Wakkala Rajulan Fatarakal Wakila Syai’an Fa ajazahul Muwakkal, hadits no. 2187
[8] Peribadatan yang dilakukan oleh orang-orang kafir di dalam Masjidil Haram.  Tetapi sebetulnya yang mereka lakukan adalah berpesta ria, dengan bersiul-siul dan bertepuk tangan, sesuai tradisi mereka (Edt.)
[9] Tentu saja syaithan merasa senang dengan orang-orang yang suka meminta-minta ke kuburan atau memohon pertolongan kepada roh orang yang sudah meninggal.  Karena orang tersebut telah melakukan dosa besar, yakni syirik.  Dan dikarenakan perbuatan syiriknya itulah syaithan mendatanginya, dalam wujud orang yang dimintai pertolongan serta mengabulkan permintaannya.  Yang biasanya dibarengi dengan syarat-syarat tertentu (Edt.)
[10] Hadits Mursal Riwayat Imam Malik dari Atha’ bin Yasar.  Imam Ahmad juga meriwayatklan hadits ini dari Abu Hurairah.  Syaikh Ahmad Syakir mengatakan bahwa sanad Imam Ahmad adalah Shahih.            

Tidak ada komentar:

Posting Komentar