Senin, 14 Mei 2018

PENTINGNYA MEMAHAMI SYARI'AT ISLAM DENGAN BENAR



بسم الله الر حمان الر حيم


Umumnya para ‘Ulama Rabbani sangat menekankan Perkara Tauhid dalam landasan dakwah mereka.  Sebut saja beberapa nama seperti Asy-Syaikh Bin Baz , Asy-Syaikh Utsaimin, Asy-Syaikh Al-Albani , Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi rahimahumullah, dan beberapa Masyaikh yang masih hidup hingga sa’at ini seperti  Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan, Asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi hafizhahumullahu Ta’ala dan sederet nama-nama besar lainnya.
Kenapa demikian?  Karena Perkara Tauhid merupakan perkara yang paling penting dan paling mendasar dalam Syari’at Islam, yang akan menentukan benar (shahih) / tidaknya pemahaman Agama seseorang.


Umumnya para ‘Ulama Rabbani tersebut sangat mementingkan Perkara Tauhid dalam berdakwah.  Tauhid yang benar adalah Prioritas Utama yang mesti dipegang Para Da’i.  Tanpa itu semua, seperti ditulis Syaikh Al-Albani dalam “Tauhid Awwalan Ya Du’at Al-Islam”, berkah dakwah tidak akan pernah tercapai, terutama pada masa-masa sekarang ini (tuntutannya semakin terasa dan mendesak).
Dalam menjalankan itu semua, Syaikh Al-Albani mendakwahkan Prinsip Kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah Berdasarkan Pemahaman para Salaf.  Menampik pemahaman Para Salaf, Al-Qur’an dan As-Sunnah hanya jadi semacam alat untuk melegalkan penyimpangan-penyimpangan dalam kehidupan beragama.
(Baca artikel, MANHAJ)
Terkait permasalahan ini, penulis blog mengutip perkataan Asy-Syaikh Abdullah bin Humaid tentang Fanatisme dan Hizbiyyah, "Tidak ada yang paling memudharatkan Dakwah secara umum dari saling Ta'awun (kerja sama) Da'i secara khusus, kecuali Sifat Hizbiyyah (Fanatik Kelompok), Madzhabiyyah  (Fanatik Madzhab) yang sempit.  Bahkan yang demikian itu tidaklah mengotori 'Kesucian Ukhuwah - Iman' dan tidak pula melemahkan 'Persatuan Islam' yang lebih besar dampaknya (darinya), ketimbang pengaruh hizbiyyah yang terkutuk dan fanatik Ras / Kesukuan yang dibenci."  (Dari majalah "Al-Buhuts Al-Islamiyyah" no.51, dari bulan Rabi' awal hingga Jumada' Ats-Tsaniyah, 1418 H.  Dari Makalah yang berjudul "At-Ta'awun baina Ad-Du'ah", hal. 221).
Bagaimanapun, seperti  yang diingatkan Syaikh Al-Albani dalam sejumlah ceramah Beliau, Setiap penyimpangan yang muncul dalam Sejarah Islam, selalu dimulai dari kesalahan dalam memahami kedua sumber Islam itu (Al-Qur'an dan As-Sunnah).” 
Yang ujung-ujungnya (puncaknya) menganggap halal "menumpahkan" Darah Kaum Muslimin dan Pemeluk Agama lain tanpa Haq.
(Baca artikel, KELOMPOK-KELOMPOK SEMPALAN PERTAMA, dan KELOMPOK-KELOMPOK SEMPALAN LANJUTAN)
Beliau menunjuk sebuah ayat dalam Al-Qur’an yang menjadi landasan kuat tentang itu (maknanya),
“Dan siapa saja yang menyelisihi Rasulullah setelah jelas baginya petunjuk, serta mengikuti jalan selain jalan orang-orang beriman, maka akan kami palingkan ia kepada sesuatu yang ia berpaling kepadanya dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.”  
(QS. An-Nisaa’;  115)
Dalam ayat itu, Syaikh Al-Albani mengajak kita untuk memperhatikan jalan selain jalan orang-orang beriman.  Lewat frasa ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala ingin menunjukkan, bahwa siapa saja yang menyelisihi Rasulullah dan jalan orang-orang beriman waktu itu, yakni Para Sahabat Rasulullah radhiyallahu ‘anhuma, maka akan Allah Subhanahu wa Ta’ala palingkan dia ke arah yang dikehendakinya.  Ayat ini, kata Syaikh Al-Albani, adalah dalil paling jelas tentang kewajiban mengikuti pemahaman para Sahabat Rasulullah dalam beragama.
Adapun dari hadits shahih, maka Syaikh Al-Albani menunjuk salah satu hadits yang menjadi dasar paling kuat, akan kewajiban untuk mengikuti pemahaman Para Salaf.  Hadits yang dimaksud adalah (artinya),
“Sebaik-baik manusia adalah generasiku, kemudian generasi yang mengikuti mereka setelah itu, kemudian generasi yang mengikuti mereka setelah itu.”  (HR. Al-Bukhari-Muslim)
(Baca juga artikel, SHIRATHAL MUSTAQIM DUNIA DAN AKHIRAT)
Terkait dengan hadits-hadits, Syaikh Al-Albani sangat menekankan keshahihan hadits yang dipakai sebagai dalil – yang karena inilah Syaikh Bin Baz meyakini Beliau sebagai Pembaru Islam (Mujaddid) pada Abad ini.  Bahwa tidak semua hadits itu shahih adalah fakta kuat yang selalu diulang-ulang Syaikh Al-Albani.  Ada yang berderajat Dha’if dan ada pula yang Palsu.
Karena itulah, beliau terpacu untuk meneliti hadits-hadits dalam kitab-kitab para ‘ulama terdahulu dan mencari derajat masing-masing hadits.  Dari hadits-hadits yang telah diteliti itu, seorang da’i dapat berdalil dalam berdakwah;  Dalil-dalil yang shahih menunjang sebuah dakwah yang shahih pula.
Dalam istilah yang sering dipakai Syaikh Al-Albani, usaha seperti itu disebut  Tashfiyah dan Tarbiyah.  Beliau menekankan adanya Tashfiyah – sebuah upaya untuk memurnikan, membersihkan dan menyeleksi yang dalam hal ini adalah dalil-dalil yang digunakan (shahih atau tidaknya) – untuk kemudian baru melakukan Tarbiyah, mendidik dan mengajarkan atau dengan kata lain mendakwahkan kepada umat.
Men-tarbiyah umat juga menjadi jalan yang ditempuh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin.  Dengan bahasa dan kata yang mudah dapat dipahami orang banyak, contoh-contoh yang ringan untuk dicerna, Syaikh Utsaimin banyak didatangi dan dihubungi  para penuntut Ilmu Agama dan orang-orang yang meminta fatwa dari banyak Negara.
Syaikh As-Sa’di adalah guru Syaikh Utsaimin yang paling terkemuka.  Setelah itu adalah Syaikh Bin Baz.  Kepada Syaikh Bin Baz Beliau banyak mengambil manfaat.  Beliau pernah membacakan kitab Shahih Al-Bukhari dan Risalah-risalah yang ditulis Ibnu Taimiyah.  Singkatnya, dari Syaikh Bin Baz, Syaikh Utsaimin banyak mendapatkan pengetahuan tentang Ilmu Hadits dan Fikih berbagai Mazhab.
Dalam berdakwah, Syaikh Utsaimin meninggalkan segala bentuk dakwah-dakwah yang berbau politis.  Dakwah yang Beliau serukan adalah Dahwah Tauhid yang mengajak orang-orang untuk mengikuti Shirathal Mustaqim, yaitu jalan orang-orang yang diberi Nikmat oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dari kalangan para Nabi, para Shiddiq, orang-orang yang diakui kesyahidannya oleh Allah dan Rasul-Nya, juga orang-orang shalih.  (Makna yang terkandung dalam Surat An-Nisa’;  69)
Dalam berdakwah seperti itu Syaikh Utsaimin sangat menekankan sikap pertengahan.  Sikap pertengahan itu tidak lain dari sikap yang pernah dipegang oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Khulafa Ar-Rasyidin, para khalifah pengganti Rasulullah yang empat dan khalifah Umar bin Abdil ‘Azis.  Mereka itulah para pemuka Salaf yang menjadi acuan beliau.
Dakwah seperti itu juga dijalani oleh Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i.  Dikenal sebagai salah seorang murid Syaikh Bin Baz.
Syaikh Muqbil mengakui bahwa tidak ada kemuliaan dan pertolongan bagi kaum muslimin, kecuali dengan kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah.  Akan tetapi, dalam memahami Al-Qur’an dan As-Sunnah Beliau mengatakan dalam Risalahnya (maknanya),
“Dalam memahami Al-Qur’an dan As-Sunnah, kami mendasarkan diri pada pemahaman para Salaf umat ini dari kalangan ahl al-hadits, tanpa bersikap taklid kepada salah seorang mereka.  Akan tetapi, kami menerima kebenaran dari siapa saja yang datang membawanya.  Dan kami mengetahui bahwa ada orang-orang yang mengaku sebagai Salafi, sedangkan Salafi berlepas diri dari mereka.”
Terkait dengan Dakwah, Beliau menegaskan, “Dakwah dan Aqidah kami lebih kami cintai dari diri-diri kami, harta-harta kami, anak-anak kami.  Maka, kami bukanlah orang-orang yang sanggup untuk menjual dakwah dan aqidah kami dengan emas dan uang.”
Permasalahan ini menjadi utama ketika Beliau melihat banyak dari murid-muridnya dan Da’i-da’i  Yaman, termasuk menantu Beliau sendiri, tergiur untuk menggadaikan dakwah mereka dengan dinar dan dirham yang ditawarkan yayasan-yayasan milik Muhammad Surur dan Abdurrahman Abdul Khaliq (Jami’ah Al-Ihya At-Turats).
“Sesungguhnya,” tulis Beliau dalam Risalahnya, “dakwah kami adalah dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, untuk Al-Qur’an dan As-Sunnah.  Dan demikian pula dengan Aqidah.  Cukuplah Allah sebagai Pencukup kami dan sebaik-baik Penolong.  Tiada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah.”

oOo

(Disadur dari kitab “Sejarah Salafi di Indonesia”, Abu Mujahid, Toobagus Publishing, 2012)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar