Pujian Allah dan Rasul-Nya Terhadap Hamba & Kekasih-Nya, IBRAHIM
بسم الله الر حما ن الر حيم
Setelah Ibrahim ‘alaihissalam berhasil
menyelesaikan seluruh tugas penting yang diperintahkan Allah Subahanu wa
Ta’ala kepada Beliau, maka Allah Ta’ala menjadikan Beliau sebagai Imam
bagi seluruh ummat Manusia, yang dapat dijadikan sebagai Panutan. Kemudian Ibrahim memohon kepada Rabb-nya,
agar IMAMAH yang dianugerahkan
kepada Beliau tersebut juga diberikan kepada anak-keturunannya. Maka permohonan Beliau itu pun dikabulkan
oleh Allah ‘Azza wa Jalla. Namun
Dia (Allah Subhanahu wa Ta'ala) mengecualikan, bahwa Imamah (Kepemimpinan dalam agama Islam) itu tidak akan diberikan kepada orang-orang yang zhalim.
Sebagaimana firman-Nya (artinya),
“Dan Kami anugerahkan kepada Ibrahim, Ishaq dan
Ya’qub. Dan Kami jadikan Kenabian dan
Al-Kitab kepada keturunannya, serta Kami berikan kepadanya balasan di
dunia, dan sesungguhnya di akhirat ia (Ibrahim) benar-benar termasuk
orang-orang yang shalih.” (Al-Ankabut; 27)
Dan firman-Nya (artinya),
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh dan Ibrahim,
dan Kami jadikan pada keturunan keduanya Kenabian dan Al-Kitab, maka
diantara mereka ada yang menerima petunjuk dan banyak diantara mereka yang
fasik.” (Al-Hadid; 26)
Dengan demikian, setiap kitab yang diturunkan dari atas
langit ke tujuh kepada seorang Nabi setelah Ibrahim ‘alaihissalam
adalah termasuk dari keturunan Beliau.
Yang demikian itu merupakan tingkatan yang sangat tinggi yang tidak
tertandingi. Dimana melalui diri Beliau 'alaihissalam lahir dua orang anak laki-laki yang sangat Agung; Isma’il dari isterinya Hajar, dan
kemudian Ishaq dari Isterinya Sarah.
Kemudian dari Ishaq lahirlah Ya’qub, lalu darinya lahirlah
berbagai generasi yang juga dianugerahkan Kenabian kepada salah seorang
diantara mereka, hingga berakhir pada Isa Putera Maryam 'alaihissalam dari
kalangan Bani Israil.
Sedangkan dari Isma’il lahir Bangsa Arab dengan berbagai
Kabilahnya, sebagaimana yang akan kami kemukakan lebih lanjut, In-sya Allah. Dan dari silsilah keturunan Isma’il, tidak
ada seorang pun yang menjadi Nabi kecuali satu orang yang menjadi penutup seluruh para Nabi
dan Rasul, yakni MUHAMMAD shallallahu ‘alaihi wa sallam. Yang karena Beliaulah anak cucu Adam ‘alaihissalam
ini benar-benar bangga dan sangat bersyukur atas limpahan Karunia-Nya. Ia adalah, Muhammad bin Abdullah bin Abdul
Muthallib bin Hasyim Al-Quraisyi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Al-hasil, Allah ‘Azza wa Jalla telah memenuhi semua permohonan Ibrahim 'Alaihissalam.
Firman Allah Ta’ala (artinya),
“Dan ingatlah ketika Ibrahim berkata, ‘Ya Tuhan-ku,
perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang yang mati.’ Allah berfirman, ‘Belum yakinkah kamu?’ Ibrahim menjawab, ‘Aku telah meyakininya, akan
tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan Imanku).’
Lalu Dia (Allah) menyuruh Ibrahim mengambil empat ekor burung. Ibrahim diperintahkan untuk memotong-motong daging
burung tersebut serta bulu-bulunya, kemudian mencampur adukkan antara daging
dan bulu burung yang satu dengan yang lainnya.
Selanjutnya ia diperintahkan untuk meletakkan bagian-bagian dari
potongan-potongan daging itu di beberapa bukit, dan ia pun melakukannya dengan
penuh keta’atan. Setelah itu, Ibrahim
diperintahkan untuk memanggil burung-burung itu dengan seidzin Rabb-nya. Setelah memanggil burung-burung itu, maka
setiap potongan-potongan itu terbang ke pasangannya masing-masing dan setiap bulu
pun melekatkan diri pada asalnya, sehingga semuanya berkumpul menjadi satu
badan burung, masing-masing utuh seperti sedia kala. Dengan demikian Ibrahim telah menyaksikan
Kekuasaan Allah ‘Azza wa Jalla Yang Maha Agung, Yang jika mengehendaki
sesuatu hanya mengatakan, “Jadilah”, maka jadilah ia. Maka semua burung itu datang kepadanya dengan
bersegera.
Sebenarnya Ibrahim ‘alaihissalam telah mengetahui
Kekuasaan Allah Ta’ala dalam menghidupkan orang mati itu secara yakin,
tanpa sedikitpun keraguan padanya, tetapi Beliau ingin menyaksikan hal itu secara
langsung dengan kedua matanya. Dan
dengan demikian, ia akan beranjak dari ‘Ilmul Yaqin kepada ‘Ainul
Yaqin. Maka Allah Subhanahu wa
Ta’ala pun mengabulkan permohonannya.
Lalu, tentang firman Allah Ta’ala (artinya),
“Hai Ahlul Kitab, mengapa kalian berbantah-bantahan[1]
tentang hal Ibrahim
, padahal Taurat dan Injil itu tidak diturunkan melainkan setelah
Ibrahim. Apakah kalian tidak
berpikir? Beginilah kalian, kalian ini (sewajarnya)
berbantah-bantahan tentang hal yang kalian ketahui (Maka kenapa kalian
berbantah-bantahan tentang hal yang tidak kalian ketahui). Allah Mengetahui, sedang kalian tidak
mengetahui. Ibrahim itu bukan seorang
Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan tetapi ia adalah seorang yang
lurus lagi berserah diri (kepada Allah) dan sekali-kali ia bukanlah termasuk
golongan orang-orang musyrik.”
Sesungguhnya orang yang paling dekat kepada Ibrahim
adalah orang-orang yang mengikutinya dan Nabi ini (Muhammad), serta orang-orang
yang beriman (kepada Muhammad). Dan
Allah adalah pelindung semua orang-orang yang beriman.” (Ali-Imran; 65-68)
Allah ‘Azza wa Jalla membantah Klaim Ahlul Kitab dari
kalangan Yahudi dan Nasrani terhadap pengakuan mereka, bahwa Ibrahim itu adalah
pemeluk agama mereka masing-masing.
Allah Ta’ala berlepas Diri dari keyakinan mereka itu. Dia (Allah Subhanahu wa Ta'ala) menjelaskan kebodohan dan lemahnya
akal mereka, yaitu melalui firman-Nya (artinya), “Padahal Taurat dan
Injil tidak diturunkan melainkan setelah Ibrahim.” Maksudnya, bagaiman mungkin ia akan
memeluk agama kalian, sedang apa yang disyari’at-kan kepada kalian itu
ditetapkan jauh setelahnya (Ibrahim)?
Oleh karena itu, Dia melanjutkan, “Apakah kalian tidak
berpikir? Beginilah kalian, kalian ini (sewajarnya)
berbantah-bantahan tentang hal yang kalian ketahui...”
Dengan demikian Allah Subhanahu wa Ta’ala telah
menjelaskan, bahwa Ibrahim berada di dalam Agama-Nya yang Hanif, yaitu jalan
yang menuju kepada keikhlasan, dan menyimpang dari kebathilan, dimana hal itu
jelas-jelas bertentangan dengan Agama Yahudi, Nasrani, dan juga bentuk-bentuk
kemusyrikan lainnya.
“Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada
anak-anaknya, demikian pula kepada Ya’qub[2]. Ibrahim berkata, “Hai anak-anakku,
sesungguhnya Allah telah memilih Agama ini bagi kalian, maka janganlah kalian
mati kecuali dalam keadaan memeluk Agama Islam.” (Al-Baqarah; 132)
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani berkata, ‘Hendaklah kalian
menjadi penganut agama Yahudi atau Nasrani.’
Katakanlah, ‘Tidak, bahkan kami mengikuti Agama Ibrahim yang lurus. Dan bukanlah ia (Ibrahim) dari golongan
orang-orang musyrik.’”
“Katakanlah, hai
orang-orang Mukmin (Beriman), ‘Kami beriman kepada Allah dan apa yang
diturunkan kepada kami dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma’il, Ishaq,
Ya’qub dan anak cucunya, serta apa yang diberikan kepada Musa, Isa, serta apa
yang diturunkan kepada Nabi-Nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun
diantara mereka, dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya.’”
“Shibghah[3] Allah. Dan siapakah yang lebih baik Shibghah-nya
daripada Alah? Dan hanya kepada-Nya kami
menyembah.”
“Katakanlah, ‘Apakah kalian memperdebatkan dengan kami
tentang Allah, padahal Dia adalah Tuhan kami dan Tuhan kalian. Bagi kami amalan kami dan bagi kalian amalan
kalian. Dan hanya kepada-Nya kami
mengikhlaskan hati. Ataukah kalian, hai
orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani mengatakan bahwa Ibrahim, Ishaq,
Ya’qub, dan anak cucunya adalah penganut agama Yahudi atau Nasrani? Katakanlah, “Apakah kalian yang lebih
mengetahui ataukah Allah, dan siapakah yang lebih zhalim daripada orang-orang
yang menyembunyikan Syahadat[4] dari Allah yang ada padanya?’ Dan sekali-kali Allah tidak akan lengah dari
apa yang kalian kerjakan.’”
“Itu adalah ummat yang telah lalu, baginya apa yang
telah diusahakannya dan bagi kalian apa yang telah kalian usahakan. Dan kalian tidak akan diminta pertanggung
jawaban tentang apa yang telah mereka kerjakan.” (Al-Baqarah;
138-141)
Dengan demikian, Allah ‘Azza wa Jalla telah
menjauhkan Kekasih-Nya, Ibrahim ‘alaihissalam dari pemeluk agama Yahudi
dan Nasrani. Selanjutnya Dia
menjelaskan, bahwa Ibrahim itu benar-benar lurus dan seorang Muslim, dan bukan
termasuk orang-orang musyrik seperti mereka.
Oleh sebab itu, Dia berfirman
(artinya), “Sesungguhnya orang-orang yang paling dekat dengan Ibrahim
adalah orang-orang yang mengikutinya,” yakni para pengikutnya yang
memeluk Agama-Nya yang hidup pada zamannya, serta orang-orang setelahnya yang
berpegang teguh pada Agama-Nya. “Dan
Nabi ini,” yakni Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla telah mensyari’atkan pada
Beliau Agama yang hanif yang juga disyari’atkan bagi Ibrahim, dan Dia
sempurnakan Agama itu untuk Beliau (Muhammad) beserta ummatnya. Dan Dia juga memberikan kepada Beliau apa
yang belum pernah diberikan-Nya kepada seorang Nabi dan Rasul pun sebelum
Beliau. Seperti makna firman-Nya ,
“Katakanlah, ‘Sesungguhnya aku telah diberi petunjuk
oleh Tuhan-ku ke jalan yang lurus, yaitu Agama yang benar; Agama Ibrahim yang
lurus, dan Ibrahim itu bukanlah termasuk orang-orang yang musyrik.’ Katakanlah, ‘Sesungguhnya shalatku,
Ibadahku, Hidupku dan Mati-ku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya. Dan yang demikian itulah yang diperintahkan
kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada
Allah).’” (Al-An’am; 161-163)
“Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad), ‘Ikutilah
Agama Ibrahim, seorang yang Hanif.’ Dan
bukanlah ia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.” (An-Nahl; 123)
Firman-Nya, “Ummatan,” berarti teladan
sekaligus Imam yang memberikan petunjuk serta menyeru kepada kebaikan, yang
patut diteladani.
“Dan patuh kepada Allah,” yakni senantiasa
khusyu’ dalam segala keadaan, gerakan dan diamnya.
“Dan Hanif,” yaitu tulus ikhlas dan
benar-benar berada dibawah petunjuk.
“Dan sekali-kali ia bukan termasuk orang-orang yang
mempersekutukan Allah lagi yang mensyukuri nikmat-nikmat Allah,” maksudnya
Beiau selalu bersyukur kepada Tuhan-nya dengan seluruh anggota tubuhnya, hati,
lisan, dan amal perbuatan Beliau.
“Ijtabaahu,” artinya, Allah telah memilih Beliau
untuk mengemban Risalah-Nya, dan mengambilnya sebagai Kekasih. Dan Dia satukan baginya berbagai kebaikan
dunia dan akhirat.
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman (artinya),
“Dan siapakah yang lebih baik Agamanya daripada orang
yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang ia pun mengerjakan
kebaikan, dan ia mengikuti Agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah telah mengambil Ibrahim menjadi
kekasih-Nya.” (An-Nisa; 125)
Allah ‘Azza wa Jalla menganjurkan agar mengikuti
Ibrahim ‘alaihissalam, karena ia memeluk Agama yang lurus dan berada di
jalan yang lurus pula. Dan ia telah pula
menunaikan semua perintah Tuhan-nya dengan penuh keta’atan. Dan karena itu Allah Ta’ala memujinya
dengan firman-Nya (artinya),
“Dan lembaran-lembaran Ibrahim yang selalu
menyempurnakan janji.” (An-Najm; 37)
Oleh karena itu Allah ‘Azza wa Jalla menjadikan Beliau
sebagai kekasih-Nya.
Dan tingkatan itu juga dicapai oleh penutup para Nabi dan
Rasul, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagaimana yang telah ditegaskan dalam kitab
Shahihain dan juga kitab-kitab lainnya, dari Jundab Al-Bajali, Abdullah
bin Amr, dan Ibnu Mas’ud, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Beliau bersabda (artinya),
“Hai sekalian Manusia, Allah telah mengambilku sebagai Kekasih.”
Seperti yang disebutkan sebelumnya, Ibrahim termasuk salah
satu dari Rasul Ulul Azmi (yang paling utama) yang berjumlah lima orang, secara
khusus mereka telah diistimewakan atas para Rasul dan Nabi-Nabi lainnya,
sebagaimana yang tertera dalam surat Al-Ahzab dan surat Asy-Syura, yaitu;
“Dan ingatlah ketika Kami mengambil perjanjian dari
Nabi-Nabi dan dari kamu sendiri (Muhammad), Nuh, Ibrahim, Musa, dan Isa Putera
Maryam, dan Kami telah mengambil dari mereka perjanjian yang teguh.” (Al-Ahzab; 7). Dan,
“Dia telah mensyari’atkan bagi kalian tentang Agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh, dan apa yang telah Kami wahyukan
kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu,
tegakkanlah Agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Teramat berat bagi orang-orang musyrik Agama
yang kamu seru mereka kepadanya. Allah
menarik kepada Agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (Agama)-Nya
orang yang kembali (kepada-Nya).” (Asy-Syuura; 13)
Dan Ibrahim ‘alaihissalam adalah Rasul Ulul Azmi yang
paling Mulia setelah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Beliau (Muhammad) adalah orang yang menemukan Ibrahim di
langit ke tujuh dalam keadaan bersandar di Baitullah yang setiap harinya masuk
ke dalamnya (Baitullah / Baitul Ma’mur) 70.000 Malaikat Allah untuk beribadah, kemudian mereka keluar dan tidak pernah kembali lagi, demikian terjadi setiap hari.
Imam Ahmad juga menceritakan, Yahya memberitahu kami, dari
Sufyan, Mughirah bin Nu’man memberitahu kami, dari Sa’id bin Jubair, dari Ibnu
Abbas, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau bersabda
(artinya),
“Manusia akan digiring dalam keadaan telanjang. Dan orang yang pertama kali dipakaikan baju
adalah Ibrahim ‘alaihissalam.” Kemudian
Beliau membacakan ayat (artinya),
“Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama,
begitulah Kami akan mengulanginya.” (Al-Ambiya’; 104)
Setelah diketahui, bahwa Ibrahim menjadi Rasul yang paling baik dan juga termasuk Ulul Azmi
setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka orang yang
mengerjakan shalat diperintahkan untuk mengucapkan dalam Tasyahud-nya
apa yang ditegaskan dalam sebuah hadits yang terdapat dalam kitab Shahihain
yang diriwayatkan oleh Ubay bin Ka’ab bin Ajrah dan yang lainnya, ia bercerita;
“Kami tanyakan, ‘Ya Rasulullah, (pengucapan) salam untukmu
kami telah mengetahuinya, lalu bagaimana bershalawat kepadamu?’ Beliau bersabda, Ucapkanlah; ‘Ya Tuhanku,
berilah rahmat kepada Muhammad dan
kepada keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberi rahmat kepada Ibrahim
dan keluarga Ibrahim. Dan berilah karunia
kepada Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberi karunia kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Mahaterpuji lagi
Mahamulia.’” (HR. Al-Bukhari-Muslim)
Firman Allah Ta’ala (artinya),
“Dan lembaran-lembaran Ibrahim yang selalu
menyempurnakan janji.” (An-Najm; 37)
Para ‘ulama mengatakan, yaitu dalam segala apa yang
diperintahkan Allah Ta’ala kepadanya.
Ia tunaikan semua sisi dari cabang keimanan. Pemeliharaannya terhadap masalah yang besar
tidak menjadikannya lalai mengerjakan masalah-masalah yang kecil.
Mengenai makna firman-Nya, “Dan ingatlah, ketika
Ibrahim diuji Tuhan-Nya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu
Ibrahim menunaikannya,” Abdurrazaq
menceritakan, Mu’ammar memberitahu kami, dari Thawus, dari Ayahnya, dari Ibnu
Abbas, ia mengatakan, “Ia (Ibrahim) diuji oleh Allah ‘Azza wa Jalla
dengan Thaharah (bersuci), yaitu; lima dibagian kepala dan lima dibagian tubuh. Yang dibagian kepala, adalah mencukur kumis,
berkumur, bersiwak, Istinsyak (memasukkan air ke dalam lubang hidung dan mengeluarkannya
kembali /membersihkannya), dan menggosok-gosok kepala. Sedangkan pada bagian tubuh adalah, memotong
kuku, mencukur rambut kemaluan, khitan (bersunat), mencabut bulu ketiak, serta
mencuci bekas buang air besar dan kecil dengan air.” (HR.
Ibnu Abi Hatim)
Sedangkan dalam kitab Shahih Muslim dan beberapa
kitab As-Sunan terdapat sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Waki’, dari
Zakaria bin Abi Zaidah, dari Mush’ab bin Syaibah Al-Adbari Al Makki Al Hajji,
dari Thalq bin Habib Al-Inazi, Dari Abdullah bin Zubair, dari A’isyah Radhiyallahu
‘Anha, ia bercerita, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda (artinya),
“Sepuluh hal yang termasuk fitrah; Mencukur kumis,
Memanjangkan jenggot, Bersiwak, Istinsyak dengan air, dan memotong kuku, serta
mencuci sela-sela jari, mencabut bulu ketiak, mencukur bulu kemaluan dan
Istinja’ (cebok).”
Maksudnya, pelaksanaan kewajiban dengan ikhlas karena Allah ‘Azza
wa Jalla dan penuh kekhusyu’an, tidak menjadikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam lalai untuk memelihara kebersihan tubuhnya dan memberikan hak
kepada masing-masing anggota tubuhnya berupa pemeliharaan dan perawatan. Yang demikian itu merupakan kandungan dari makna
firman Allah ‘Azza wa Jalla,
“Dan lembaran-lembaran Ibrahim yang selalu
menyempurnakan janji.” (An-Najm; 37)
Akhirnya, sebuah hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,
ia menceritakan, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya di dalam Surga terdapat sebuah Istana aku
kira Beliau berkata, dari Mutiara yang padanya tidak terdapat kehancuran dan
kerusakan. Istana yang disediakan oleh
Allah untuk Kekasih-Nya, Ibrahim ‘alaihissalam sebagai tempat tinggal.
(Bersambung, In-sya Allah)
oOo
[1] Orang-orang
Yahudi dan Nasrani itu menganggap Ibrahim ‘alaihissalam adalah golongan
dari mereka. Lalu Allah Ta’ala
membantah mereka dengan Hujjah, bahwa Ibrahim itu datang jauh sebelum zaman mereka.
[2] Nabi Ya’qub
merupakan “Kakek Moyang” Orang-orang Yahudi dan Nasrani.
[3] Shibghah
berarti celupan. Makna “Shibghah
Allah” adalah, celupan Allah yang berarti beriman kepada Allah (Agama-Nya)
tanpa disertai dengan kesyirikan.
[4] Syahadat
dari Allah, adalah kesaksian Allah yang disebutkan (tertera) dalam Taurat dan
Injil, bahwa Ibrahim ‘alaihissalam beserta anak cucunya bukan penganut
agama Yahudi atau Nasrani, dan bahwa Allah akan mengutus Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam.
(Disadur bebas dari kitab “Kisah Para Nabi”, Al-Imam
Ibnu Katsir rahimahullah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar