Minggu, 13 Mei 2018

PENGERTIAN IBADAH DAN KAIDAH-KAIDAHNYA




بسم الله الر حمن الر حيم


Komisi Tetap untuk Riset dan Fatwa Kerajaan Saudi Arabia ditanya tentang pengertian IBADAH.  Maka Lembaga tersebut memberikan penjelasan sebagai berikut;
Pertanyaan, “Apakah Ibadah itu?”
Jawaban,”Ibadah itu adalah menyembah dan merendahkan diri kepada Allah serta tunduk-patuh pada-Nya dengan mengerjakan apa-apa yang diperintahkan dan meninggalkan apa-apa yang dilarang.  Para ‘ulama mendefinisikan IBADAH dengan; "Sebutan yang mencakup semua yang di-Cintai Allah dan di-Ridhai-Nya, baik perkataan maupun perbuatan, secara lahir maupun yang batin" (Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah)
Berkata Ibnu Abbas rhadhiyallahu 'anhu (artinya),
"Semua kata Ibadah dalam Al-Qur'an makananya adalah Tauhid, yaitu Tauhid yang diserukan para Rasul, yang orang-orang musyrik enggan untuk menerima (mematuhinya)."
(Majmu'atul Tauhid dalam fii ta'riifil 'ibadati wa tauhiduhaa / pengertian Ibadah dan mentauhidkan-Nya, hal 98).
(Baca juga artikel tentang, TAUHIDULLAH) 


KAIDAH-KAIDAH IBADAH YANG BENAR
Ibadah itu adalah hak Allah atas hamba-Nya dan faidahnya akan kembali kepada diri mereka sendiri.  Maka, siapa yang enggan beribadah kepada Allah Jalla Jalaaluhu berarti dia adalah orang yang sombong.  Dan siapa yang beribadah kepada Allah Jalla Jalaaluhu, namun ia juga menyembah selain-Nya maka ia adalah seorang yang Musyrik.  Dan siapa yang menyembah Allah dengan tidak mengikuti Syari’at-Nya maka ia adalah seorang Mubtadi’ (Ahlul Bid’ah).  Dan siapa yang beribadah kepada Allah Jalla Jalaaluhu semata berdasarkan apa-apa yang disyari’atkan-Nya maka ia adalah seorang Mu’min Muwahhid (Mukmin yang bertauhid, bersih dari Syirik dan Bid’ah).
Ibadah yang telah disyari’atkan Allah Jalla Jalaaluhu harus dibangun di atas Pokok dan Dasar-Dasar yang Kokoh yang teringkas sebagai berikut;

PERTAMA, Ibadah bersifat Tauqifiyyah (Baku, tidak ada peranan akal di dalamnya).  Ibadah itu hanya Allah Jalla Jalaaluhu Yang berhak membuat aturannya, sebagaimana firman-Nya (artinya),
Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar (lurus), sebagaimana diperintahkan kepadamu.”  (Huud;  112) dan,
“Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu Syari’at (Aturan) dari urusan Agama itu, maka ikutilah Syari’at itu dan janganlah kamu mengikuti Hawa Nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.  (Al-Jatsiyah;  18) dan perkataan Nabi-Nya (maknanya),
Aku (Muhammad) tidak lain hanyalah mengikuti apa yang diwahyukan kepadaku.  (Al-Ahqaaf;  9)

KEDUA, Ibadah harus dilakukan dengan ikhlas hanya kepada Allah Jalla Jalaaluhu, dan ia harus dibersihkan dari noda-noda syirik.
Allah Jalla Jalaaluhu berfirman (maknanya),
“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabb-nya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Rabb-nya.”  (Al-Kahfi;  110)
Jika Ibadah bercampur dengan Kemusyrikan sedikit saja, maka ia menjadi Bathil.  Allah Jalla Jalaaluhu berfirman (artinya),
“Itulah petunjuk Allah, yang dengannya Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya diantara hamba-hamba-Nya.  Jikalau mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan.”  (Al-An’am;  88) dan,
“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada yang sebelummu, ‘Jika kamu mempersekutukan Allah, niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.’  Karena itu, maka hendaklah Allah saja yang kamu sembah dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur.”  (Az-Zumar;  65-66)
(Baca juga artikel, SYIRIK, dan KEIKHLASAN ITU TIDAK BERDASARKAN AKAL-AKAL MANUSIA)

KETIGA, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah pemberi peringatan dan penjelasan terhadap Syari’at dan Suri Tauladan dalam Ibadah, sebagaimana firman-Nya (artinya),
Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu Suri Tauladan yang baik bagimu, bagi orang-orang yang mengharap Allah dan Hari Kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”  (Al-Ahzab;  21), dan
...Dan apa-apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah.  Dan apa-apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah.  Dan bertakwalah kepada Allah.  Sesungguhnya Allah amat keras hukuman-Nya.”  (Al-Hasyr;  7)
Bersabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam (artinya),
“Barangsiapa yang mengamalkan suatu amalan yang tidak ada perintahnya dari kami, maka amalan itu tertolak.”  (HSR. Muslim dari A’isyah radhiyallahu ‘anha), dan
“Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihatku shalat.”  (HSR. Al-Bukhari), dan
“Pelajarilah dariku manasik haji kalian.”  (HSR. Muslim)
Dan banyak lagi Nash-Nash lain yang semakna yang menjelaskan perkara tersebut.
(Baca artikel, MENJADIKAN RASUL SEBAGAI PEMBUAT KEPUTUSAN MERUPAKAN SYARAT WAJIB IMAN)

KEEMPAT, Ibadah itu dibatasi oleh Waktu dan Ukuran (Tata-Cara) yang telah ditetapkan.  Tidak boleh dilanggar dan dilampaui.
Contohnya Shalat, seperti yang difirmankan-Nya (artinya),
“Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.”  (An-Nisaa’;  103)
Demikian pula dengan Ibadah Haji,
“Haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi.”  (Al-Baqarah;  197)
Demikian pula dengan Ibadah Puasa,
“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda.  Karena itu, barangsiapa diantara kamu hadir pada bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu.”  (Al-Baqarah;  185)

KELIMA, Ibadah harus dilandasi Kecintaan, Khusyu’ dan Merendahkan diri kepada Allah, serta Rasa Takut dan Harap kepada-Nya.  Seperti firman-Nya (artinya),
“Katakanlah, ‘Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.’  Allah Mahapengampun lagi Mahapenyayang.  Katakanlah, ‘Ta’atilah Allah dan Rasul-Nya, jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir.”  (Ali-Imran;  31-32)
“Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam perbuatan-perbuatan baik dan mereka berdo’a kepada Kami dengan harap dan cemas.  Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ kepada Kami.”  (Al-Ambiya’;  90),
“Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Rabb mereka, siapa diantara mereka yang lebih dekat kepada Allah dan mengharapkan rahmat-Nya dan Takut akan adzab-Nya.  Sesungguhnya adzab Rabb-mu adalah sesuatu yang (harus) ditakuti.”  (Al-Isra’;  57)
Di dalam ayat di atas Allah ‘Azza wa Jalla menjelaskan tanda kecintaan seseorang kepada Allah, dan hasil yang akan ia peroleh.  Tanda kecintaan seseorang kepada Allah adalah mencontoh (mengikuti) Rasul-Nya, serta ta’at kepada Allah dan Rasul-Nya.  Dan hasil yang akan mereka dapat adalah Kecintaan dan Ampunan, serta Rahmat dari Allah ‘Azza wa Jalla.

KEENAM, Kewajiban Ibadah tidak akan pernah gugur pada diri seseorang, semenjak ia Baligh hingga meninggal dunia.  Sebagaimana makna  firman-Nya,
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah (dengan) sebenar-benar Takwa kepada-Nya, dan janganlah sekali-kali kamu mati, melainkan dalam keadaan beragama Islam.”  (Ali-Imran;  102), dan
..Dan sembahlah Rabb-mu hingga datang kepadamu Yang diyakini (Maut).  (Al-Hijr;  99)

Sumber;
حقيقة التصو ف و مو قف الصو فية من اصو ل العبا دة والدين لفضي لة (الشيخ صا لح بن عبد الله الفو زا ن عضو هياءة كبا ر العلماء)

oOo
(Disusun oleh Ust Ibnu Mukhtar, diedit oleh Abu Reyhan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar