بسم
الله الر حمن الر حيم
Komisi Tetap untuk Riset dan Fatwa Kerajaan Saudi
Arabia ditanya tentang pengertian IBADAH.
Maka Lembaga tersebut memberikan penjelasan sebagai berikut;
Pertanyaan, “Apakah Ibadah itu?”
Jawaban,”Ibadah itu adalah menyembah dan merendahkan diri
kepada Allah serta tunduk-patuh pada-Nya dengan mengerjakan apa-apa yang
diperintahkan dan meninggalkan apa-apa yang dilarang. Para ‘ulama mendefinisikan IBADAH dengan; "Sebutan
yang mencakup semua yang di-Cintai Allah dan di-Ridhai-Nya, baik perkataan maupun perbuatan, secara lahir maupun yang batin" (Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah rahimahullah)
Berkata Ibnu Abbas rhadhiyallahu 'anhu (artinya),
"Semua kata Ibadah dalam Al-Qur'an makananya adalah Tauhid, yaitu Tauhid yang diserukan para Rasul, yang orang-orang musyrik enggan untuk menerima (mematuhinya)."
(Majmu'atul Tauhid dalam fii ta'riifil 'ibadati wa tauhiduhaa / pengertian Ibadah dan mentauhidkan-Nya, hal 98).
(Baca juga artikel tentang, TAUHIDULLAH)
Berkata Ibnu Abbas rhadhiyallahu 'anhu (artinya),
"Semua kata Ibadah dalam Al-Qur'an makananya adalah Tauhid, yaitu Tauhid yang diserukan para Rasul, yang orang-orang musyrik enggan untuk menerima (mematuhinya)."
(Majmu'atul Tauhid dalam fii ta'riifil 'ibadati wa tauhiduhaa / pengertian Ibadah dan mentauhidkan-Nya, hal 98).
(Baca juga artikel tentang, TAUHIDULLAH)
KAIDAH-KAIDAH IBADAH YANG BENAR
Ibadah itu adalah hak Allah atas hamba-Nya dan faidahnya
akan kembali kepada diri mereka sendiri.
Maka, siapa yang enggan beribadah kepada Allah Jalla Jalaaluhu berarti
dia adalah orang yang sombong. Dan siapa
yang beribadah kepada Allah Jalla Jalaaluhu, namun ia juga menyembah
selain-Nya maka ia adalah seorang yang Musyrik. Dan siapa yang menyembah Allah dengan tidak
mengikuti Syari’at-Nya maka ia adalah seorang Mubtadi’ (Ahlul Bid’ah). Dan siapa yang beribadah kepada Allah
Jalla Jalaaluhu semata berdasarkan apa-apa yang disyari’atkan-Nya maka ia
adalah seorang Mu’min Muwahhid (Mukmin yang bertauhid, bersih
dari Syirik dan Bid’ah).
Ibadah yang telah disyari’atkan Allah Jalla Jalaaluhu
harus dibangun di atas Pokok dan Dasar-Dasar yang Kokoh yang teringkas sebagai
berikut;
PERTAMA, Ibadah bersifat Tauqifiyyah (Baku, tidak ada peranan akal di dalamnya).
Ibadah itu hanya Allah Jalla Jalaaluhu Yang berhak membuat aturannya,
sebagaimana firman-Nya (artinya),
“Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar (lurus), sebagaimana
diperintahkan kepadamu.” (Huud; 112) dan,
“Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu
Syari’at (Aturan) dari urusan Agama itu, maka ikutilah Syari’at itu dan
janganlah kamu mengikuti Hawa Nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.” (Al-Jatsiyah; 18) dan perkataan Nabi-Nya (maknanya),
“Aku (Muhammad) tidak lain hanyalah mengikuti apa yang diwahyukan
kepadaku.” (Al-Ahqaaf; 9)
KEDUA, Ibadah harus dilakukan dengan ikhlas
hanya kepada Allah Jalla Jalaaluhu, dan ia harus dibersihkan dari
noda-noda syirik.
Allah Jalla Jalaaluhu berfirman (maknanya),
“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabb-nya,
maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan
seorang pun dalam beribadah kepada Rabb-nya.”
(Al-Kahfi; 110)
Jika Ibadah bercampur dengan Kemusyrikan sedikit saja,
maka ia menjadi Bathil. Allah Jalla
Jalaaluhu berfirman (artinya),
“Itulah petunjuk Allah, yang dengannya Dia memberi
petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya diantara hamba-hamba-Nya. Jikalau mereka mempersekutukan Allah,
niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan.” (Al-An’am; 88) dan,
“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada
yang sebelummu, ‘Jika kamu mempersekutukan Allah, niscaya akan hapuslah
amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.’ Karena itu, maka hendaklah Allah saja yang
kamu sembah dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur.” (Az-Zumar; 65-66)
(Baca juga artikel, SYIRIK, dan KEIKHLASAN ITU TIDAK BERDASARKAN AKAL-AKAL MANUSIA)
(Baca juga artikel, SYIRIK, dan KEIKHLASAN ITU TIDAK BERDASARKAN AKAL-AKAL MANUSIA)
KETIGA, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah pemberi peringatan dan penjelasan terhadap Syari’at dan
Suri Tauladan dalam Ibadah, sebagaimana firman-Nya (artinya),
“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu Suri
Tauladan yang baik bagimu, bagi orang-orang yang mengharap Allah dan Hari
Kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (Al-Ahzab; 21), dan
“...Dan apa-apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka
terimalah. Dan apa-apa yang dilarangnya
bagimu, maka tinggalkanlah. Dan
bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya
Allah amat keras hukuman-Nya.” (Al-Hasyr; 7)
Bersabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
(artinya),
“Barangsiapa yang mengamalkan suatu amalan yang tidak ada
perintahnya dari kami, maka amalan itu tertolak.” (HSR. Muslim dari A’isyah radhiyallahu
‘anha), dan
“Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihatku
shalat.” (HSR. Al-Bukhari), dan
“Pelajarilah dariku manasik haji kalian.” (HSR. Muslim)
Dan banyak lagi Nash-Nash lain yang semakna yang
menjelaskan perkara tersebut.
(Baca artikel, MENJADIKAN RASUL SEBAGAI PEMBUAT KEPUTUSAN MERUPAKAN SYARAT WAJIB IMAN)
(Baca artikel, MENJADIKAN RASUL SEBAGAI PEMBUAT KEPUTUSAN MERUPAKAN SYARAT WAJIB IMAN)
KEEMPAT, Ibadah itu dibatasi oleh Waktu dan Ukuran (Tata-Cara) yang telah ditetapkan. Tidak boleh dilanggar dan dilampaui.
Contohnya Shalat, seperti yang difirmankan-Nya (artinya),
“Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan
waktunya atas orang-orang yang beriman.”
(An-Nisaa’; 103)
Demikian pula dengan Ibadah Haji,
“Haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi.” (Al-Baqarah; 197)
Demikian pula dengan Ibadah Puasa,
“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan
Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi
manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda. Karena itu, barangsiapa diantara kamu hadir
pada bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu.” (Al-Baqarah; 185)
KELIMA, Ibadah harus dilandasi Kecintaan,
Khusyu’ dan Merendahkan diri kepada Allah, serta Rasa Takut
dan Harap kepada-Nya. Seperti
firman-Nya (artinya),
“Katakanlah, ‘Jika kamu mencintai Allah,
ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.’ Allah Mahapengampun lagi Mahapenyayang. Katakanlah, ‘Ta’atilah Allah dan Rasul-Nya,
jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
kafir.” (Ali-Imran; 31-32)
“Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu
bersegera dalam perbuatan-perbuatan baik dan mereka berdo’a kepada Kami dengan harap
dan cemas. Dan mereka adalah
orang-orang yang khusyu’ kepada Kami.”
(Al-Ambiya’; 90),
“Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri
mencari jalan kepada Rabb mereka, siapa diantara mereka yang lebih dekat kepada
Allah dan mengharapkan rahmat-Nya dan Takut akan adzab-Nya. Sesungguhnya adzab Rabb-mu adalah sesuatu
yang (harus) ditakuti.” (Al-Isra’; 57)
Di dalam ayat di atas Allah ‘Azza wa Jalla
menjelaskan tanda kecintaan seseorang kepada Allah, dan hasil yang akan ia
peroleh. Tanda kecintaan seseorang
kepada Allah adalah mencontoh (mengikuti) Rasul-Nya, serta ta’at kepada Allah
dan Rasul-Nya. Dan hasil yang akan
mereka dapat adalah Kecintaan dan Ampunan, serta Rahmat dari Allah ‘Azza wa
Jalla.
KEENAM, Kewajiban Ibadah tidak akan pernah
gugur pada diri seseorang, semenjak ia Baligh hingga meninggal dunia. Sebagaimana makna firman-Nya,
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada
Allah (dengan) sebenar-benar Takwa kepada-Nya, dan janganlah sekali-kali kamu
mati, melainkan dalam keadaan beragama Islam.”
(Ali-Imran; 102), dan
“..Dan sembahlah Rabb-mu hingga datang kepadamu Yang
diyakini (Maut).” (Al-Hijr; 99)
Sumber;
حقيقة التصو ف و مو قف الصو فية من اصو ل العبا دة والدين لفضي لة
(الشيخ صا لح بن عبد الله الفو زا ن عضو هياءة كبا ر العلماء)
oOo
(Disusun oleh Ust Ibnu Mukhtar, diedit oleh Abu Reyhan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar