Minggu, 06 Mei 2018

Kisah Nabi MUSA 'Alaihissalam (6)


{Keadaan Bani  Israil Sepeninggal Fir’aun (Berputar-putar / Tersesat di Padang Tiih 40 Tahun)}


بسم الله الر حما ن الر حيم


Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala (artinya),
“Kemudian Kami hukum mereka, maka Kami tenggelamkan mereka di laut disebabkan mereka mendustakan ayat-ayat Kami dan mereka adalah orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Kami itu.
Dan Kami pusakakan kepada kaum yang telah ditindas itu, negeri-negeri bagian Timur bumi dan bagian Baratnya yang telah Kami beri berkah padanya.  Dan telah sempurnalah keberkahan Tuhan-mu yang baik (sebagai janji) bagi Bani Israil disebabkan kesabaran mereka.  Dan Kami hancurkan apa yang telah dibuat Fir’aun dan kaumnya serta apa yang telah mereka bangun.
Dan Kami seberangkan Bani Israil ke seberang lautan itu, maka setelah mereka sampai kepada suatu kaum yang tetap menyembah berhala mereka, Bani Israil berkata, ‘Hai Musa, buatkanlah untuk kami sebuah tuhan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan (berhala).’  Musa menjawab, ‘Sesungguhnya kalian ini adalah kaum yang tidak mengetahui (Sifat-sifat Tuhan).
Sesungguhnya mereka itu akan dihancurkan kepercayaan yang mereka anut, dan akan batal apa yang selalu mereka kerjakan.
Musa menjawab, ‘Patutkah aku mencari Tuhan untuk kalian selain daripada Allah, padahal Dia-lah yang telah melebihkan kalian atas segala ummat.’
Dan (ingatlah,  hai Bani Israil), ketika Kami menyelamatkan kalian dari (Fir’aun) dan kaumnya, yang mengadzab kalian dengan adzab yang sangat jahat, yaitu mereka membunuh anak laki-laki kalian dan membiarkan hidup wanita-wanita kalian.  Dan pada yang demikian itu cobaan yang besar dari Tuhan-mu.”  (Al-A’raf;  136-141)
Allah Subhanahu wa Ta’ala menceritakan tentang ketenggelaman yang dialami Fir’aun dan bala tentaranya, juga menceritakan bagaimana Dia mengambil kembali kehormatan, harta kekayaan dari diri mereka.  Lalu Dia mewariskan semua kekayaan mereka itu kepada Bani Israil, sebagaimana yang difirmankan-Nya berikut ini (artinya),
“Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di Bumi (Mesir) itu, dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi (Bumi).”  (Al-Qashash;  5)
Disini Allah Azza wa Jalla berfirman (artinya),
“Dan Kami pusakakan kepada kaum yang telah tertindas itu, Negeri-negeri bahagian Timur Bumi dan Bahagian Baratnya yang telah Kami beri berkah padanya.  Dan telah sempurnalah perkataan Tuhan-mu yang baik (sebagai janji) untuk Bani Israil disebabkan kesabaran mereka.  Dan Kami hancurkan apa yang telah dibuat Fir’aun dan kaumnya serta apa yang telah mereka bangun.”  Maksudnya, Allah Ta’ala membinasakan semuanya itu, Dia ambil kembali kekuasaan, kehormatan, kewibawaan, kerajaan dan bala tentaranya, sehingga tidak ada yang tersisa di Mesir kecuali Rakyat Jelata.
Di dalam buku Sejarah Mesir, Ibnu Abdul Hakam menyebutkan, “Pada saat itu, kaum wanita bercampur- baur dengan kaum laki-laki, disebabkan karena para wanita mereka adalah anak-anak para umara dan pembesar negeri yang menikah dengan rakyat jelata, sedangkan para wanita tersebut berlaku sewenang-wenang terhadap kaum laki-laki mereka.  Keadaan ini akhirnya menjadi kebiasaan para wanita Mesir sampai sekarang ini.
Mereka (Bani Israil) mengatakan, ketika Allah Ta’ala menenggelamkan Fir’aun dan bala tentaranya, maka pada saat itu pula Musa ‘alaihissalam bertasbih dengan mengucapkan, “Kami mensucikan Tuhan Yang Mahaindah, yang telah mengalahkan pasukan bala tentara, melenyapkan para penunggang kuda dari kalangan mereka ke laut.  Dia Mahamenolak lagi Mahaterpuji.”
Lebih lanjut mereka mengemukakan, kemudian Maryam An-Nabiyah, saudara perempuan Harun mengambil rebana, lalu kaum wanita pun berhamburan keluar dengan memegang rebana dan gendang.  Dan Maryam mengumandangkan, “Mahasuci Allah, Tuhan Yang Mahaperkasa Yang telah membinasakan pasukan penunggang kuda dan mencampakkan mereka ke laut.”
Demikian itulah yang penulis baca dalam kitab mereka.  Dan mungkin itu pula yang disinyalir oleh Muhammad bin Ka’ab Al-Qurdzi, dimana ia mengemukakan, bahwa Maryam binti Imran yang merupakan Ibunda Isa  adalah saudara perempuan Harun (Menurut Ibnu Katsir, Harun yang dimaksud adalah saudara laki-laki senasab dengan Maryam, yang sangat ta'at beribadah dan banyak berbuat kebajikan, bukan Nabi Harun, karena antara keduanya; Nabi Harun dan Maryam terpaut jarak yang sangat jauh, pen.).  Yang mana hal tersebut didasarkan oleh Muhammad bin Ka'ab Al-Qurdzi pada firman Allah Ta’ala,
“Hai saudara perempuan Harun.”  (Maryam;  28)
Sebutan mereka An-Nabiyah, adalah seperti sebutan Malikah bagi wanita yang tinggal di kerajaan, atau Amirah bagi wanita yang tinggal di Emirat, meskipun mereka tidak berkaitan langsung dengan kerajaan tersebut.  Dengan demikian , sebutan itu sifatnya hanya sebatas sebutan saja dan Bukan Nabi yang sebenarnya yang mendapatkan wahyu dari Tuhan.
Mereka menceritakan, bahwa mereka berhasil menyeberangi laut dan pergi menuju ke Negeri Syam (Syiria) dan tinggal selama tiga hari tanpa mendapatkan air sama sekali.  Lalu mereka mendapatkan air beracun sehingga mereka tidak dapat meminumnya.  Lalu Allah ‘Azza wa Jalla menyuruh Musa ‘alaihissalam untuk mengambil sepotong kayu dan meletakkannya ke dalam air tersebut, sehingga air itu menjadi manis dan enak untuk diminum.  Di tempat itu Allah Ta’ala mengajarkan berbagai kewajiban dan hal-hal yang sunnah serta berbagai wasiat yang sangat banyak.
Di dalam kitab-Nya Al-Qur’an , Allah Subhanahu wa Ta’ala juga telah berfirman (artinya),
“Dan Kami seberangkan Bani Israil ke seberang lautan itu, maka setelah mereka sampai ke suatu kaum yang tetap menyembah berhala mereka, Bani Israil berkata, “Hai Musa, buatkanlah untuk kami sebuah tuhan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan (berhala).”  Musa menjawab, “Sesungguhnya kalian ini adalah kaum yang tidak mengetahui (Sifat-Sifat Tuhan).”
“Sesungguhnya mereka itu akan dihancurkan kepercayaan yang mereka anut dan akan batal apa yang selalu mereka kerjakan.”  (Al-A’raf;  138-139)
Mereka (sebahagian dari mereka) mengatakan suatu kebodohan dan kesesatan, padahal mereka telah menyaksikan dan melihat sendiri Tanda-Tanda Kekuasaan dan Kebesaran Allah ‘Azza wa Jalla, yang menunjukkan kebenaran apa yang dibawa oleh Rasul-Nya, Musa ‘alaihissalam.  Yang demikian itu hanya karena mereka berkesempatan melihat suatu kaum yang menyembah berhala.  Ada yang mengatakan, bahwa berhala itu berbentuk seekor sapi.  Dan seakan-akan mereka bertanya  kepada para penyembah berhala itu, “Kenapa mereka menyembah berhala?”  Lalu mereka menjawab, bahwa berhala-berhala itu dapat memberikan manfaat dan madharat kepada mereka.  Dan mereka juga meminta rezeki kepada berhala-berhala itu jika membutuhkan.  Sayangnya, diantara orang-orang bodoh dari kalangan Bani Israil itu mempercayai hal tersebut.  Lalu mereka meminta Nabi mereka, Musa ‘alaihissalam untuk membuatkan tuhan-tuhan bagi mereka, seperti tuhan-tuhan (para penyembah berhala) itu.  Maka dengan maksud memberikan penjelasan kepada mereka, Nabi Musa mengatakan, seraya menyebutkan bahwa mereka itu tidak berakal dan tidak mendapat petunjuk, “Sesungguhnya mereka itu akan dihancurkan kepercayaan yang dianutnya dan akan batal apa yang selalu mereka kerjakan.”
Selanjutnya Musa ‘alaihissalam mengingatkan mereka akan nikmat Allah ‘Azza wa Jalla yang telah dikaruniakan kepada mereka, yaitu berupa pengutamaan mereka atas orang-orang lainnya pada masa itu dengan ilmu dan syari’at serta seorang Rasul yang berada di tengah-tengah mereka.  Yang lebih jelas lagi adalah penyelamatan mereka dari kekuasaan dan kekejaman Fir’aun dan bala tentaranya, serta pembinasaan mereka oleh Allah Ta’ala sedangkan mereka ikut menyaksikan secara langsung.  Selain itu, mereka juga telah dijadikan sebagai pewaris harta kekayaan Fir’aun serta bala tentaranya.
Setelah meninggalkan Negeri Mesir, dan mereka memasuki Kota Baitul Maqdis,  Musa ‘alaihissalam mendapati di dalam kota tersebut suatu kaum dari kalangan orang-orang perkasa (kuat) lagi tegar yang berasal dari suku Hitsan, Fazar, Kan’an, dan lain-lain.
“Dan ingatlah ketika Musa berkata kepada kaumnya, ‘Hai kaumku, ingatlah nikmat Allah atas kalian, ketika Dia mengangkat Nabi-Nabi di antara kalian, dan dijadikan-Nya kalian orang-orang  merdeka, dan diberikan-Nya kepada kalian apa yang belum pernah diberikan-Nya kepada seorang pun di antara ummat-ummat yang lain.”  (Al-Maidah;  20)
Maksudnya, setiap kali seorang Nabi wafat, maka aka nada Nabi lain yang mucul dari kalangan kalian, yang berlangsung sejak Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dan Nabi-Nabi setelahnya.  Di tengah-tengah mereka terus tetap ada Nabi yang menyeru mereka kepada Allah serta memperingatkan mereka akan adzab-Nya, hingga ditutup oleh Nabi Isa bin Maryam ‘alaihissalam.
“Hai kaumku,  masuklah ke Tanah Suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah bagi kalian, dan janganlah kalian lari ke belakang (karena takut kepada musuh), maka kalian menjadi orang-orang yang merugi.”
“Mereka berkata, ‘Hai Musa, sesungguhnya di dalam negeri itu ada orang-orang yang perkasa, sesungguhnya kami sekali-kali tidak akan memasukinya sebelum mereka keluar darinya.  Jika mereka keluar daripadanya, pasti kami akan memasukinya.’”
“Berkatalah dua orang diantara orang-orang yang takut (kepada Allah) yang Allah telah memberi nikmat atas keduanya berkata, ‘Serbulah mereka dengan melalui pintu gerbang (kota) itu, maka bila kalian memasukinya niscaya kalian akan menang.  Dan hanya kepada Allah hendaknya kalian bertawakkal jika kalian benar-benar orang-orang yang beriman.’”
“Mereka berkata, ‘Hai Musa, kami sekali-kali tidak akan memasukinya selama-lamanya, selagi mereka ada di dalamnya, karena itu pergilah kamu bersama Tuhan-mu, dan berperanglah kalian berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja.’”  (Al-Maidah;  21-24)
Mereka takut kepada orang-orang perkasa tersebut, padahal mereka telah menyaksikan sendiri kebinasaan Fir’aun, sedang dia itu (Fir’aun) lebih perkasa dan lebih kejam dari mereka (orang-orang perkasa tersebut), dan memiliki pasukan yang lebih banyak.  Dan ini menunjukkan, bahwa mereka dicela dalam ungkapan ini dan terhina dengan kondisi seperti itu.
Padahal mereka juga telah diberi petunjuk oleh dua orang yang shalih dari kalangan mereka, agar mereka berani, dan melarang mereka bersikap pengecut.  Ada yang berpendapat, kedua orang tersebut adalah Yusha’ bin Nun dan Khalib bin Yaufana.  Demikian yang dikatakan Ibnu Abbas, Mujahid, Ikrimah, Athiyyah, Rabi’ bin Anas dan lain-lain.
Kedua orang tersebut berkata, “Serbulah mereka dengan melalui pintu gerbang (kota) itu, maka bila kalian memasukinya niscaya kalian akan menang.  Dan hanya kepada Allah hendaknya kalian bertawakkal, jika kalian benar-benar orang-orang yang beriman.”  Maksudnya, jika kalian benar-benar bertawakkal kepada Allah dan kalian juga mau menta’ati perintah-Nya serta mengikuti Rasul-Nya, pasti Allah akan memenangkan kalian atas musuh-musuh kalian, mendukung dan memperkuat kalian dalam melawan mereka, sehingga kalian dapat memasuki negeri  yang oleh Allah Ta’ala telah ditetapkan menjadi milik kalian.  Namun seruan itu tidak membawa manfaat sama sekali.
Yang demikian itu merupakan bentuk penolakan mereka untuk berjihad, sekaligus sebagai bentuk penentangan terhadap Rasul mereka.  Dan mereka enggan memerangi musuh.
“Musa berkata, ‘Ya Tuhan-ku, aku tidak menguasai kecuali diriku sendiri atau saudaraku.  Sebab itu pisahkanlah antara kami dengan orang-orang yang fasik itu.’”  (Al-Maidah;  25)
Maksudnya, berikanlah keputusan antara  diriku dengan mereka.  Yakni, ketika Bani Israil enggan berperang, maka Musa ‘alaihissalam marah kepada mereka.  Dengan mendo’akan keburukan bagi mereka, Musa berucap, “Ya Tuhanku, aku tidak menguasai kecuali diriku sendiri atau saudaraku.”  Maksudnya, tidak ada seorang pun dari mereka yang menta’atiku, lalu melaksanakan perintah Allah serta menyambut seruanku, kecuali aku dan saudaraku Harun.  “Sebab itu pisahkanlah antara kami dengan orang-orang yang fasik itu.”  Dari Ibnu Abbas, Al-Aufi menceritakan, “Yakni, putuskanlah persoalan antara kami dengan mereka, serta buatlah tabir antara kami dengan mereka.”  Hal senada juga dikemukakan oleh Ali bin Abi Thalhah, dari Ibnu Abbas.  Demikian yang dikatakan oleh Ad-Dhahak, “Berikanlah putusan antara kami dan mereka.”  Sedangkan ‘ulama lainnya berkata, “Pisahkanlah antara kami dan mereka.”
“Allah berfirman, ‘(Jika demikian), maka sesungguhnya negeri itu diharamkan atas mereka selama 40 Tahun, (selama itu) mereka akan berputar-putar kebingungan di Bumi( Padang Tiih) itu.  Maka janganlah kamu bersedih hati (memikirkan nasib) orang-orang yang fasik itu.’”  (Al-Maidah;  26)
Setelah Musa ‘alaihissalam mendo’akan keburukan bagi mereka karena mereka enggan berperang, maka Allah mengharamkan mereka memasuki Baitul Maqdis selama 40 Tahun.  Hingga akhirnya mereka terdampar di Padang Tiih, mereka terus-menerus berjalan dan tidak menemukan jalan keluar dari Padang Tiih tersebut.
Kisah ini mengandung celaan bagi orang-orang Yahudi, sekaligus menjelaskan rahasia mereka, keingkaran mereka kepada Allah dan Rasul-Nya, dan keengganan mereka menta’ati apa yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya kepada mereka, yaitu perintah berjihad, sehingga diri mereka tidak mampu bersabar menghadapi, bersikap keras, dan  menyerang semua musuh.  Padahal di tengah-tengah mereka terdapat Rasul  sekaligus Kalimat Allah pada zaman Nabi Musa ‘alaihissalam.  Dia menjanjikan pertolongan dan kemenangan atas musuh-musuh mereka.  Hal itu terjadi bersamaan dengan apa yang dilakukan Allah ‘Azza wa Jalla terhadap musuh mereka, yaitu Fir’aun, berupa adzab, siksaan, dan ketenggelaman Fir’aun bersama bala tentaranya ke dasar laut, sedang mereka melihat, agar mata mereka merasa puas, dan jejak langkah Fir’aun sangat dekat sekali dengan Bani israil tersebut.
Mereka diberi siksaan berupa pencampakan mereka ke Padang Pasir yang tandus.  Mereka  berjalan kesana-kemari  tanpa arah dan tujuan, pada siang maupun malam hari, sore dan pagi harinya selama 40 Tahun.  Ada yang mengatakan, tidak ada seorang pun yang masuk ke Padang tersebut dapat keluar.  Dan akhirnya mereka semua mati dalam 40 Tahun, dan tidak seorang pun yang tersisa kecuali Yusha' bin Nun dan Khalib ‘alaihimussalam.  Segala Puja dan Puji hanya milik-Nya.
(Bersambung, In-sya Allah)

oOo
(Disadur bebas dari kitab “Kisah para Nabi”, Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar