Selasa, 08 Mei 2018

Kisah Nabi MUSA 'Alaihissalam (7)


Dialog antara MUSA ‘Alaihissalam dengan RABB-nya

بسم الله الر حمان الر حيم


Berkata Al-Imam Qatadah rahimahullah,  “Musa berkata, ‘Ya Tuhanku, sesungguhnya aku mendapati di dalam Alwah (Lauh-lauh / Loh-loh) itu suatu ummat yang merupakan ummat terbaik yang dilahirkan untuk ummat manusia, yang menyuruh berbuat kebaikan dan mencegah kemungkaran.  Ya Tuhanku, jadikanlah mereka itu sebagai ummatku.’
Dia (Allah ‘Azza wa Jalla) menjawab, “Mereka itu adalah ummat Ahmad (Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam)
Lebih lanjut Musa berkata, “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku mendapati di dalam Alwah itu ummat, mereka adalah yang terakhir kali diciptakan dan yang pertama kali masuk ke dalam surga.  Ya Tuhanku, jadikanlah mereka itu sebagai ummatku.”
Dia (Allah) menjawab, “Mereka itu adalah ummat Ahmad (Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam).”
Kemudian Musa juga berkata, “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku mendapati di dalam Alwah itu suatu ummat yang kitab mereka berada di hadapan mereka sedang mereka membacanya.  Sesungguhnya Allah Ta’ala telah memberikan hafalan kepada mereka yang belum pernah diberikan kepada seorang pun.”  Ia (Musa) mengatakan, “Ya Tuhanku, jadikanlah mereka itu ummatku.”
Dia (Allah) menjawab, “Mereka itu adalah ummat Ahmad (Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam)
Musa juga berkata, “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku mendapati di dalam Alwah itu suatu ummat yang beriman kepada kitab yang pertama dan kitab yang terakhir.  Mereka itu juga memerangi kesesatan sehingga mereka memerangi seorang yang Buta Sebelah Matanya lagi Pendusta (Dajjal, pen.).  Maka jadikanlah mereka itu ummatku.”
Allah menjawab, “Mereka itu adalah ummat Ahmad (Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam)
Kemudian Musa berkata, “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku mendapati di dalam Alwah itu suatu ummat yang mengeluarkan sedekah dan sedekah itu mereka makan dan mereka tetap mendapatkan pahala atasnya.  Sedangkan ummat sebelumnya jika bersedekah, maka Allah mengirimkan kepada sedekah itu api untuk memakannya, dan jika sedekah itu ditolak, maka akan dibiarkan begitu saja dan dimakan binatang liar.  Dan sesungguhnya Allah telah mengambil sedekah dari mereka golongan yang kaya untuk diberikan kepada golongan yang miskin.”  Ia (Musa) berkata, “Ya Tuhanku, jadikanlah mereka itu ummatku.”
Maka Allah Ta’ala menjawab,  “Mereka itu adalah ummat Ahmad (Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam)
Musa juga berkata, “Ya Tuhanku, aku mendapati di dalam Alwah itu suatu ummat, yang jika salah seorang diantara mereka bermaksud mengerjakan kebaikan, lalu ia tidak jadi mengerjakannya, maka telah ditetapkan baginya 10 sampai 700 kali lipat kebaikan seperti itu.”  “Ya Tuhanku, jadikanlah mereka itu ummatku,” papar Musa.
Maka Allah Ta’ala menjawab, “Mereka itu adalah ummat Ahmad (Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam)
Musa berkata, “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku juga mendapati di dalam Alwah (Lauh-Lauh / loh-loh) itu suatu ummat yang dapat memberikan syafa’at dan akan mendapatkan syafa’at juga.  Maka jadikanlah mereka itu ummatku.”
Maka Dia (Allah) pun menjawab, “Mereka itu adalah ummat Ahmad (Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam)
Qatadah rahimahullah mengatakan, disebutkan kepada kami bahwa Musa ‘Alaihissalam melemparkan Alwah (Lauh-Lauh / loh-loh) seraya berucap, “Ya  Allah, jadikanlah aku termasuk ummat Muhammad.”
Lalu Musa bertanya kepada Rabb-nya, “Ya Tuhanku, siapakah penghuni Surga yang paling tinggi derajatnya?”
Dia (Allah ) menjawab, “Mereka itulah orang-orang yang Aku ingin menanam kehormatan mereka dengan Tangan-Ku dan memberikan tanda baginya, sehingga tidak ada mata yang melihat, tidak ada pula telinga yang mendengar, dan tidak pula terdetik di dalam hati seorang pun.”
Lebih lanjut ia (Qatadah) mengatakan, dan hal itu sesuai dengan firman-Nya,
“Seorang pun tidak mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka, yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyedapkan pandangan mata sebagai balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.”  (As-Sajdah;  17)
Imam Tirmidzi mengatakan, hadits tersebut berstatus Hasan Shahih.
Ibnu Hibban rahimahullah juga meriwayatkan, Abdullah bin Muhammad bin Muslim memberitahu kami di Baitul Maqdis, Harmalah bin Yahya memberitahu kami, Ibnu Wahab memberitahu kami, Amr bin Harits memberitahuku, bahwa Abu Samah pernah memberitahunya dari Ibnu Hujairah, dari Abu Hurairah, dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, Beliau bersabda (artinya),
“Musa pernah bertanya kepada Tuhan-nya ‘Azza wa Jalla, tentang enam kriteria yang ia (Musa) mengira keenamnya itu baginya murni, sedang yang ketujuh Musa tidak menyukainya.
Musa berkata, “Ya Tuhanku, siapakah hamba-Mu yang paling bertakwa?”
Rabb (Tuhan) menjawab, “Yaitu yang banyak berdzikir dan tidak lupa.”
“Lalu siapakah hamba-Mu yang paling banyak mendapatkan petunjuk?” Lanjutnya.
Rabb (Tuhan) menjawab, “Yaitu yang mengikuti petunjuk.”
“Dan siapakah hamba-Mu yang paling adil dalam memberikan keputusan?”  Tanya Musa lebih lanjut
“Yaitu orang yang menghakimi orang lain, seperti ia menghakimi dirinya sendiri,” papar Rabb (Tuhan)
Musa bertanya, “Siapakah hamba-Mu yang paling banyak pengetahuannya?”
Dia (Allah) menjawab, “Seorang ‘alim (berilmu), tetapi ia tidak pernah merasa puas dengan ilmunya, dimana ia banyak mengumpulkan ilmu orang lain untuk disatukan dengan ilmunya.”
“Lalu siapakah hamba-Mu yang paling perkasa?”  Tanya Musa.
Dia (Allah) menjawab, “Yaitu orang yang jika menetapkan ia juga memberi maaf.”
Kemudian Musa bertanya, “Lalu sipakah hamba-Mu yang paling kaya?”
Dia (Allah) menjawab, “Yaitu orang yang ikhlas dengan apa yang diberikan kepadanya.”
“Lalu siapakah hamba-Mu yang paling miskin?” Tanya Musa lebih lanjut
Tuhan (Rabb) menjawab, “Yaitu orang yang tidak pernah puas dengan apa yang ada (padanya).”
Dalam sebuah hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda (artinya),
“Orang kaya itu bukanlah orang yang banyak hartanya, tetapi orang kaya itu adalah orang yang kaya jiwa.  Dan jika Allah menghendaki kebaikan kepada seseorang, maka Dia akan menjadikan kekayaan di dalam jiwanya dan ketakwaan di dalam hatinya.  Dan jika Dia menghendaki keburukan kepada seseorang, maka Dia akan menjadikan kemiskinan di antara kedua matanya (selalu merasa kurang).”
Ibnu Jarir rahimahullah juga meriwayatkan, dari Ibnu Hamid, dari Ya’qub At-Timimi, dari Harun bin Hubairah, dari ayahnya, dari Ibnu Abbas, ia menceritakan;
Musa pernah bertanya kepada Tuhan-nya ‘Azza wa Jalla... lalu ia menceritakan hal yang seperti hadits sebelumnya.  Yang di dalamnya disebutkan;
Musa berkata, “Ya Tuhan-ku, siapakah hamba-Mu yang paling banyak pengetahuannya?”
Tuhan menjawab, “Yaitu yang menggali ilmu dari orang lain untuk disatukan dengan ilmunya, dengan harapan semoga ia mendapatkan satu kalimat yang dapat mengantarkannya kepada petunjuk atau menghindarkannya dari hal-hal yang tercela.”
Kemudian Musa bertanya, “Ya Tuhanku, adakah di muka bumi ini orang yang lebih pandai (‘Alim) daripada diriku?”
Dia (Allah) menjawab, “Ya, ada, yaitu Khidhir.”
Ibnu juga meriwayatkan, Ibnu Salamah memberitahu kami, Harmalah memberitahu kami, Ibnu Wahab memberitahu kami, Amr bin Harits memberitahuku, bahwa Daraj memberitahunya, dari Abu Haitsam, dari Abu Said, dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dimana Beliau bersabda (artinya);
Musa pernah berkata, “Ya Tuhan-ku, ajarkanlah kepadaku sesuatu yang dapat aku jadikan sebagai pegangan untuk mengingat-Mu dan berdo’a kepada-Mu.”
Katakanlah hai Musa, “Tidak ada Ilah (Dzat Yang di Ibadahi) selain Allah.”
Musa berkata, “Setiap hamba-Mu mengatakan hal itu.”
Dia berfirman, “Katakanlah, hai Musa ‘Tidak ada Ilah selain Allah’”
Lebih lanjut Dia berfirman (Artinya), “Sesungguhnya Aku hanya ingin engkau mengkhususkan Aku dengannya.”
Hadits tersebut diperkuat oleh hadits Bithaqah (kartu), dan lebih dekat maknanya dengan makna hadits yang diriwayatkan dalam kitab-kitab Sunan, dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, Beliau bersabda (artinya),
“Do’a yang paling afdhal adalah do’a Arafah.  Dan sebaik-baik apa yang kuucapkan dan para Nabi sebelumku adalah, Tiada Ilah selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya.  Kepunyaan-Nya segala Kerajaan dan Pujian, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.”
Dalam menafsirkan Ayat Kursiy, Ibnu Abi Hatim meriwayatkan, Ahmad bin Al-Qashim, Ibnu Athiyyah memberitahu kami, Ahmad bin Abdurrahman Ad-Dasuki memberitahu kami, ayahku memberitahuku, dari ayahnya, Asy’ats bin Ishaq memberitahu kami, dari Ja’far bin Abi Mughirah, dari Sa’id bin Jubair, dari Ibnu Abbas, bahwasanya Bani Israil pernah bertanya kepada Musa, “Apakah Tuhan-mu itu tidur?”
“Bertakwalah kalian semua kepada Allah,” ujar Musa.
Kemudian Rabb-nya ‘Azza wa Jalla berseru kepadanya, “Hai Musa, mereka bertanya kepadamu, apakah Tuhanmu itu tidur?  Jika demikian, ambillah dua buah kaca dan letakkan di kedua tanganmu, lalu bangunlah pada malam hari.”
Maka Musa pun mengerjakan apa yang diperintahklan Tuhan-nya itu.  Dan ketika sepertiga malam telah berlalu, Musa pun terkantuk hingga kepalanya tersandar pada kedua lututnya.  Lalu ia berusaha memegang kedua (kaca itu) dengan erat.  Dan ketika akhir malam tiba, ia benar-benar mengantuk hingga akhirnya kedua kaca itu terjatuh dan pecah.
Maka Tuhan-nya berkata, “Hai Musa, jika Aku tidur, niscaya langit dan bumi ini akan runtuh dan hancur  berantakan, seperti halnya engkau telah menghancurkan kedua kaca itu dari kedua tanganmu.”
(Bersambung, In-sya Allah)

oOo
(Disadur bebas dari Kitab “Kisah para Nabi”, Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar