Kamis, 10 Mei 2018

Kisah Nabi IBRAHIM 'Alaihissalam (7)


Pembangunan Baitullah Oleh Ibrahim dan Isma’il ‘alaihimussalam

بسم الله الر حما ن الر حيم


Allah Subhanahu wa  Ta’ala berfirman (artinya),
“Dan ingatlah ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman.  Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim[1] tempat shalat.  Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Isma’il, ‘Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang Thawaf, yang I’tiqaf, yang Ruku’ dan yang Sujud.’”
“Dan ingatlah ketika Ibrahim berdo’a, ‘Ya Tuhan-ku, jadikanlah negeri ini negeri yang aman sentosa dan berikanlah rezki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Allah dan Hari Akhir.’  Allah berfirman, ‘Dan kepada orang kafir pun Aku berikan kesenangan sementara, kemudian Aku paksa ia menjalani siksa neraka dan itulah seburuk-buruknya tempat kembali.’”
“Dan ingatlah ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Isma’il (seraya berdo’a), “Ya Tuhan kami, terimalah dari kami  (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Mahamendengar lagi Mahamengetahui.  Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada-Mu dan (jadikanlah) diantara anak-cucu kami ummat yang tunduk patuh kepada-Mu dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat Ibadah Haji kami, dan terimalah taubat kami.  Sesungguhnya Engkaulah Yang Mahapenerima taubat lagi Mahapenyayang.  Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka Ayat-ayat-Mu dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab (Al-Qur’an) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka.  Sesungguhnya Engkaulah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.”  (Al-Baqarah;  125-129)
Allah Subhanahu wa Ta’ala menceritakan tentang seorang Hamba, Rasul, sekaligus Kekasih-Nya, Orang Tua para Nabi, Ibrahim ‘alaihissalam.  Ia membangun Baitullah yang merupakan Masjid yang pertama kali dibangun di permukaan bumi untuk keseluruhan ummat manusia.  Di dalamnya mereka menyembah Allah Ta’ala.  Dan Dia telah menempatkan Beliau di sana serta membimbing dan mengarahkannya ke tempat itu.
Telah diriwayatkan dari Amirul Mukminin Ali bin Abu Thalib dan juga yang lainnya, bahwasanya Allah ‘Azza wa Jalla membimbing Ibrahim melalui wahyu yang diturunkan kepadanya.
Dan kami telah menyinggung sifat penciptaan langit, yaitu bahwa Ka’bah itu berada di hadapan Baitullah, dimana jika Baitullah itu runtuh, maka Ka’bah itu akan tertimpa olehnya, demikian pula halnya dengan tempat-tempat ibadah yang  terdapat di tujuh lapis langit.  Sebagaimana yang dikatakan sebagian ‘Ulama Salaf, “Sesungguhnya di setiap langit terdapat rumah yang dijadikan sebagai tempat menyembah Allah oleh setiap penduduk langit.  Rumah itu menyerupai Ka’bah bagi penduduk bumi.”
Maka Allah ‘Azza wa Jalla menyuruh Ibrahim membangun untuk-Nya rumah bagi penduduk bumi, seperti halnya tempat-tempat ibadah bagi para Malaikat di langit.  Dan Dia membimbing Ibrahim menuju ke tempat yang telah disiapkan baginya, yang sudah ditentukan untuk pembangunan Baitullah itu sejak awal penciptaan langit dan bumi.  Sebagaimana yang ditegaskan dalam kitab Shahihain, dimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (artinya),
“Sesungguhnya negeri ini telah disucikan Allah pada hari penciptaan langit dan bumi oleh-Nya.  Dengan demikian ia adalah tanah suci melalui penyucian oleh Allah sampai Hari Kiamat.”  (HR.  Al-Bukhari-Muslim)
Dan tidak ada satu pun hadits shahih yang menerangkan bahwa Baitullah itu dibangun sebelum zaman Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam.  Dengan demikian orang yang mempertahankan pendapat bahwa Baitullah dibangun sebelum zaman Ibrahim dengan firman-Nya, “Di tempat Baitullah,” maka yang demikian itu sama sekali tidak ada kejelasannya, karena yang dimaksudkan ayat tersebut adalah, bahwa tempat untuk pembangunan Baitullah tersebut telah ditetapkan melalui ilmu Allah ‘Azza wa Jalla serta sudah menjadi ketetapan dalam Takdir-Nya (sejak awal).
Dan Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, “Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk tempat beribadah manusia adalah Baitullah yang di Makkah yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.”  Yaitu, rumah ibadah yang pertama kali dibangun untuk tempat beribadah keseluruhan umat manusia, agar menjadi berkah dan petunjuk adalah rumah ibadah yang ada di Makkah.  Ada yang mengatakan yaitu tempat Ka’bah.  “Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata,” yakni, tanda-tanda yang menunjukkan bahwa rumah ibadah yang dibangun oleh Ibrahim, Orang Tua para Nabi setelah Beliau.  Oleh karena itu, Allah Ta’ala berfirman, “Diantaranya adalah Maqam Ibrahim.”  Yaitu, batu yang dijadikan tempat berpijak oleh Ibrahim 'alaihissalam ketika ia meninggikan bangunan Baitullah.  Batu tersebut dibawakan dan diletakkan oleh puteranya, Isma’il, sebagaimana yang telah disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas, yang matan-nya cukup panjang.
Batu itu melekat pada dinding Ka’bah sejak dari dahulu sampai pada zaman Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu.  Dan kemudian digeser sedikit menjauh dari dinding Ka’bah supaya tidak menyusahkan orang-orang yang shalat ketika orang-orang sedang berthawaf.  Dan Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu pun diikuti.  Dan Ia telah banyak disepakati oleh Allah ‘Azza wa Jalla dalam berbagai hal, diantaranya adalah ucapannya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Seandainya kita menjadikan maqam Ibrahim ini sebagai tempat shalat.”  Kemudian Allah menurunkan firman-Nya, “Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim sebagai tempat shalat.”  Dan dalam masalah pengharaman khamar secara mutlak (Pen.)  Dan lain-lain.
Kaki Nabi Ibrahim ‘alaihissalam menginjak sebongkah batu, sehingga bekasnya tetap melekat di sana, yang menggambarkan, bahwa ketika menginjak batu itu Ibrahim tidak mengenakan terompah.
Diantara permohonan Nabi Ibrahim 'alaihissalam kepada Allah Subhanahu wa ta’ala, “Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat-Mu dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab (Al-Qur’an) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka.  Sesungguhnya Engkaulah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.”  Maka permohonan Beliau itu pun dikabulkan oleh Allah Ta’ala.  Dimana Dia mengutus seorang Rasul  (Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam) ke tengah-tengah mereka.  Yaitu seorang Rasul yang menjadi penutup para Nabi dan Rasul yang sebelumnya.  Dengan Beliau, Allah Subhanahu wa Ta’ala menyempurnakan Agama-Nya, suatu hal yang tidak pernah diberikan kepada seorang Rasul pun dari Rasul-Rasul-Nya yang lain.  Dan pengutusannya ditujukan kepada penduduk bumi secara keseluruhan, dengan berbagai  Ras, Sifat dan Karakter mereka, sampai Hari Kiamat kelak.   Dan, yang demikian itu termasuk bagian dari keistimewaan (kesempurnaan) Beliau diantara Nabi-Nabi yang lainnya.  Berbagai keistimewaan itu Beliau miliki berkat kemuliaan yang terdapat pada diri Beliau, kesempurnaan Ajaran yang dibawanya, kemuliaan negerinya, kefashihan bahasanya, kesempurnaan kasih sayangnya kepada ummatnya, serta kelembutan dan rahmatnya bagi mereka.
Oleh karena itu, Nabi Ibrahim ‘alaihissalam berhak menempati kedudukan dan tempat yang berada di derajat dan tingkatan langit yang paling tinggi (ke-7), tepatnya di Ka’bah penduduk langit, yang masuk ke dalamnya setiap hari 70.000 orang Malaikat untuk beribadah.
Al-Sadi berkata, “Setelah Allah Ta’ala memerintahkan kepada Ibrahim dan Isma’il membangun Baitullah, keduanya tidak mengetahui dimana harus dibangun (lokasinya), sehingga Dia (Allah) mengutus angin yang disebut “Al-Khajuj” yang mempunyai dua sayap dan berkepala ular.  Angin tersebut menyapukan / membersihkan tempat di sekeliling Ka’bah yang menjadi dasar pembangunan Baitullah.  Kemudian keduanya mengikuti angin tersebut dengan menggali tanah dengan cangkul sehingga keduanya dapat meletakkan pondasi.  Yang demikian itu terjadi ketika Allah Ta’ala berfirman, “Dan ingatlah, ketika Kami memberikan tempat kepada Ibrahim di tempat Baitullah.”  (Al-Hajj;  26)
Setelah keduanya berhasil  membuat pondasi dan membangun tiang, Ibrahim berkata kepada Isma’il, “Hai puteraku, carikan batu yang baik utukku yang akan aku letakkan di sini.”  Isma’il menjawab, “Hai Ayahku, sesungguhnya aku benar-benar malas lagi lelah.”  “Ya sudah, berangkat saja,” papar Ibrahim.  Kemudian Malaikat Jibril membawakan untuknya “Hajar Aswad” dari India yang berwarna putih yang merupakan batu mulia seperti pohon Tsagamah[2].  Dan dahulu, Adam turun dengan membawa batu tersebut dari Surga.  Batu tersebut kemudian berubah warna menjadi hitam karena berbagai kesalahan dan dosa manusia.
Kemudian Jibril membawakan batu tersebut pada Ibrahim 'alaihissalam, lalu ia mendapatkan batu tersebut di dekat rukun.  Lalu Isma’il bertanya, “Hai Ayahku, siapa yang membawakan batu ini kepadamu?”  Ibrahim menjawab, “Dibawa oleh (orang) yang lebih bersemangat daripada  dirimu.”
Ka’bah itu dibangun Ibrahim dalam waktu yang cukup lama.  Setelah itu dibangun oleh kaum Quraisy.  Mereka mengurangi bangunan Ka’bah itu dari dasar-dasar yang dibangun oleh Ibrahim di bagian Selatan seperti yang ada sekarang ini.
Ka’bah itu juga pernah dibangun oleh Ibnu Zubair rahimahullah pada masa pemerintahannya, sesuai dengan apa yang diisyaratkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, berdasarkan apa yang diberitahukan oleh bibinya, ‘Ummul Mukminin, A’isyah radhiyallahu ‘anha.  Setelah Ibnu Zubair dibunuh oleh Al-Hajjaj pada tahun 74 H, kemudian ia (Al-Hajjaj) mengirimkan surat kepada Abdul Malik bin Marwan, khalifah pada saat itu.  Lalu mereka meyakini bahwa Ibnu Zubair melakukan hal itu berdasarkan pendapatnya sendiri.  Kemudian ia menyuruh agar  Ka’bah  dikembalikan seperti sebelumnya.
Kemudian mereka mendengar, bahwa Ibnu Zubair melakukan hal itu berdasarkan berita yang diperoleh dari A’isyah, ‘Ummul mukminin, mereka pun menyesal atas apa yang telah mereka lakukan itu.  Dan mereka menyesali, andai saja mereka dulu membiarkannya (Ibnu Zubair) melakukan hal itu.
Kemudian pada zaman Al-Mahdi bin Mansur, Mail bin Anas mengusulkan untuk mengembalikan bangunan seperti yang dibangun oleh Ibnu Zubair, ia berkata, “Aku khawatir hal ini akan jadi ajang permainan bagi para Sulthan (Kepala Pemerintahan).”  Maksudnya, setiap kali ada Raja yang baru, ia akan membangunnya sesuai dengan kehendaknya.  Hingga akhirnya Ka’bah itu tetap kokoh seperti yang ada sekarang.
(Bersambung, In-syaa Allah)

oOo
[1]  Maqam Ibrahim, adalah batu tempat berpijaknya Nabi Ibrahim 'alaihissalam ketika meninggikan bangunan Ka’bah.
[2]  Pohon Tsaqamah, adalah pohon yang mempunyai bunga dan buah yang berwarna putih.
(Disadur bebas dari kitab “Kisah para Nabi”, Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar