Pembangunan Baitullah Oleh Ibrahim dan Isma’il ‘alaihimussalam
بسم
الله الر حما ن الر حيم
Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman (artinya),
“Dan ingatlah ketika Kami menjadikan rumah itu
(Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim[1]
tempat shalat. Dan telah Kami
perintahkan kepada Ibrahim dan Isma’il, ‘Bersihkanlah rumah-Ku untuk
orang-orang yang Thawaf, yang I’tiqaf, yang Ruku’ dan yang Sujud.’”
“Dan ingatlah ketika Ibrahim berdo’a, ‘Ya Tuhan-ku,
jadikanlah negeri ini negeri yang aman sentosa dan berikanlah rezki dari
buah-buahan kepada penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Allah dan
Hari Akhir.’ Allah berfirman, ‘Dan
kepada orang kafir pun Aku berikan kesenangan sementara, kemudian Aku paksa ia
menjalani siksa neraka dan itulah seburuk-buruknya tempat kembali.’”
“Dan ingatlah ketika Ibrahim meninggikan (membina)
dasar-dasar Baitullah bersama Isma’il (seraya berdo’a), “Ya Tuhan kami,
terimalah dari kami (amalan kami),
sesungguhnya Engkaulah Yang Mahamendengar lagi Mahamengetahui. Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang
yang tunduk patuh kepada-Mu dan (jadikanlah) diantara anak-cucu kami ummat yang
tunduk patuh kepada-Mu dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat
Ibadah Haji kami, dan terimalah taubat kami.
Sesungguhnya Engkaulah Yang Mahapenerima taubat lagi Mahapenyayang. Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang
Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka Ayat-ayat-Mu dan
mengajarkan kepada mereka Al-Kitab (Al-Qur’an) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta
mensucikan mereka. Sesungguhnya
Engkaulah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.”
(Al-Baqarah; 125-129)
Allah Subhanahu wa Ta’ala menceritakan tentang
seorang Hamba, Rasul, sekaligus Kekasih-Nya, Orang Tua para Nabi, Ibrahim ‘alaihissalam. Ia membangun Baitullah yang merupakan Masjid
yang pertama kali dibangun di permukaan bumi untuk keseluruhan ummat manusia. Di dalamnya mereka menyembah Allah Ta’ala. Dan Dia telah menempatkan Beliau di sana
serta membimbing dan mengarahkannya ke tempat itu.
Telah diriwayatkan dari Amirul Mukminin Ali bin Abu
Thalib dan juga yang lainnya, bahwasanya Allah ‘Azza wa Jalla membimbing
Ibrahim melalui wahyu yang diturunkan kepadanya.
Dan kami telah menyinggung sifat penciptaan langit, yaitu
bahwa Ka’bah itu berada di hadapan Baitullah, dimana jika Baitullah itu runtuh,
maka Ka’bah itu akan tertimpa olehnya, demikian pula halnya dengan
tempat-tempat ibadah yang terdapat di
tujuh lapis langit. Sebagaimana yang
dikatakan sebagian ‘Ulama Salaf, “Sesungguhnya di setiap langit terdapat
rumah yang dijadikan sebagai tempat menyembah Allah oleh setiap penduduk
langit. Rumah itu menyerupai Ka’bah bagi
penduduk bumi.”
Maka Allah ‘Azza wa Jalla menyuruh Ibrahim membangun
untuk-Nya rumah bagi penduduk bumi, seperti halnya tempat-tempat ibadah bagi
para Malaikat di langit. Dan Dia
membimbing Ibrahim menuju ke tempat yang telah disiapkan baginya, yang sudah
ditentukan untuk pembangunan Baitullah itu sejak awal penciptaan langit dan
bumi. Sebagaimana yang ditegaskan dalam
kitab Shahihain, dimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda (artinya),
“Sesungguhnya negeri ini telah disucikan Allah pada hari
penciptaan langit dan bumi oleh-Nya.
Dengan demikian ia adalah tanah suci melalui penyucian oleh Allah sampai
Hari Kiamat.” (HR. Al-Bukhari-Muslim)
Dan tidak ada satu pun hadits shahih yang menerangkan bahwa
Baitullah itu dibangun sebelum zaman Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam. Dengan demikian orang yang mempertahankan
pendapat bahwa Baitullah dibangun sebelum zaman Ibrahim dengan firman-Nya, “Di
tempat Baitullah,” maka yang demikian itu sama sekali tidak ada
kejelasannya, karena yang dimaksudkan ayat tersebut adalah, bahwa tempat untuk
pembangunan Baitullah tersebut telah ditetapkan melalui ilmu Allah ‘Azza wa
Jalla serta sudah menjadi ketetapan dalam Takdir-Nya (sejak awal).
Dan Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, “Sesungguhnya
rumah yang mula-mula dibangun untuk tempat beribadah manusia adalah Baitullah
yang di Makkah yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.” Yaitu, rumah ibadah yang pertama kali
dibangun untuk tempat beribadah keseluruhan umat manusia, agar menjadi berkah
dan petunjuk adalah rumah ibadah yang ada di Makkah. Ada yang mengatakan yaitu tempat Ka’bah. “Padanya terdapat tanda-tanda yang
nyata,” yakni, tanda-tanda yang menunjukkan bahwa rumah ibadah yang
dibangun oleh Ibrahim, Orang Tua para Nabi setelah Beliau. Oleh karena itu, Allah Ta’ala berfirman,
“Diantaranya adalah Maqam Ibrahim.”
Yaitu, batu yang dijadikan tempat berpijak oleh Ibrahim 'alaihissalam ketika
ia meninggikan bangunan Baitullah. Batu
tersebut dibawakan dan diletakkan oleh puteranya, Isma’il, sebagaimana yang
telah disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas, yang matan-nya
cukup panjang.
Batu itu melekat pada dinding Ka’bah sejak dari dahulu sampai
pada zaman Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu. Dan kemudian digeser sedikit menjauh dari
dinding Ka’bah supaya tidak menyusahkan orang-orang yang shalat ketika
orang-orang sedang berthawaf. Dan Umar
bin Khattab radhiyallahu ‘anhu pun diikuti. Dan Ia telah banyak disepakati oleh Allah ‘Azza
wa Jalla dalam berbagai hal, diantaranya adalah ucapannya kepada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Seandainya kita menjadikan maqam Ibrahim
ini sebagai tempat shalat.” Kemudian
Allah menurunkan firman-Nya, “Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim
sebagai tempat shalat.” Dan
dalam masalah pengharaman khamar secara mutlak (Pen.) Dan lain-lain.
Kaki Nabi Ibrahim ‘alaihissalam menginjak sebongkah
batu, sehingga bekasnya tetap melekat di sana, yang menggambarkan, bahwa
ketika menginjak batu itu Ibrahim tidak mengenakan terompah.
Diantara permohonan Nabi Ibrahim 'alaihissalam kepada Allah Subhanahu
wa ta’ala, “Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang Rasul dari
kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat-Mu dan
mengajarkan kepada mereka Al-Kitab (Al-Qur’an) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta
mensucikan mereka. Sesungguhnya
Engkaulah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.”
Maka permohonan Beliau itu pun dikabulkan oleh Allah Ta’ala. Dimana Dia mengutus seorang Rasul (Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam)
ke tengah-tengah mereka. Yaitu seorang
Rasul yang menjadi penutup para Nabi dan Rasul yang sebelumnya. Dengan Beliau, Allah Subhanahu wa Ta’ala
menyempurnakan Agama-Nya, suatu hal yang tidak pernah diberikan kepada seorang
Rasul pun dari Rasul-Rasul-Nya yang lain.
Dan pengutusannya ditujukan kepada penduduk bumi secara keseluruhan,
dengan berbagai Ras, Sifat dan Karakter
mereka, sampai Hari Kiamat kelak. Dan, yang demikian itu termasuk bagian dari keistimewaan (kesempurnaan) Beliau diantara Nabi-Nabi
yang lainnya. Berbagai keistimewaan itu
Beliau miliki berkat kemuliaan yang terdapat pada diri Beliau, kesempurnaan Ajaran
yang dibawanya, kemuliaan negerinya, kefashihan bahasanya, kesempurnaan kasih
sayangnya kepada ummatnya, serta kelembutan dan rahmatnya bagi mereka.
Oleh karena itu, Nabi Ibrahim ‘alaihissalam berhak
menempati kedudukan dan tempat yang berada di derajat dan tingkatan langit yang
paling tinggi (ke-7), tepatnya di Ka’bah penduduk langit, yang masuk ke
dalamnya setiap hari 70.000 orang Malaikat untuk beribadah.
Al-Sadi berkata, “Setelah Allah Ta’ala memerintahkan kepada
Ibrahim dan Isma’il membangun Baitullah,
keduanya tidak mengetahui dimana harus dibangun (lokasinya), sehingga Dia (Allah)
mengutus angin yang disebut “Al-Khajuj” yang mempunyai dua sayap dan
berkepala ular. Angin tersebut
menyapukan / membersihkan tempat di sekeliling Ka’bah yang menjadi dasar
pembangunan Baitullah. Kemudian keduanya
mengikuti angin tersebut dengan menggali tanah dengan cangkul sehingga keduanya
dapat meletakkan pondasi. Yang demikian
itu terjadi ketika Allah Ta’ala berfirman, “Dan ingatlah, ketika
Kami memberikan tempat kepada Ibrahim di tempat Baitullah.” (Al-Hajj; 26)
Setelah keduanya berhasil
membuat pondasi dan membangun tiang, Ibrahim berkata kepada Isma’il, “Hai
puteraku, carikan batu yang baik utukku yang akan aku letakkan di sini.” Isma’il menjawab, “Hai Ayahku, sesungguhnya
aku benar-benar malas lagi lelah.” “Ya
sudah, berangkat saja,” papar Ibrahim.
Kemudian Malaikat Jibril membawakan untuknya “Hajar Aswad” dari India
yang berwarna putih yang merupakan batu mulia seperti pohon Tsagamah[2]. Dan dahulu, Adam turun dengan membawa
batu tersebut dari Surga. Batu tersebut
kemudian berubah warna menjadi hitam karena berbagai kesalahan dan dosa
manusia.
Kemudian Jibril membawakan batu tersebut pada Ibrahim 'alaihissalam, lalu
ia mendapatkan batu tersebut di dekat rukun.
Lalu Isma’il bertanya, “Hai Ayahku, siapa yang membawakan batu ini
kepadamu?” Ibrahim menjawab, “Dibawa
oleh (orang) yang lebih bersemangat daripada
dirimu.”
Ka’bah itu dibangun Ibrahim dalam waktu yang cukup
lama. Setelah itu dibangun oleh kaum
Quraisy. Mereka mengurangi bangunan Ka’bah
itu dari dasar-dasar yang dibangun oleh Ibrahim di bagian Selatan seperti yang
ada sekarang ini.
Ka’bah itu juga pernah dibangun oleh Ibnu Zubair rahimahullah
pada masa pemerintahannya, sesuai dengan apa yang diisyaratkan oleh Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, berdasarkan apa yang diberitahukan oleh bibinya, ‘Ummul
Mukminin, A’isyah radhiyallahu ‘anha.
Setelah Ibnu Zubair dibunuh oleh Al-Hajjaj pada tahun 74 H, kemudian ia
(Al-Hajjaj) mengirimkan surat kepada Abdul Malik bin Marwan, khalifah pada saat
itu. Lalu mereka meyakini bahwa Ibnu
Zubair melakukan hal itu berdasarkan pendapatnya sendiri. Kemudian ia menyuruh agar Ka’bah dikembalikan seperti sebelumnya.
Kemudian mereka mendengar, bahwa Ibnu Zubair melakukan hal
itu berdasarkan berita yang diperoleh dari A’isyah, ‘Ummul mukminin,
mereka pun menyesal atas apa yang telah mereka lakukan itu. Dan mereka menyesali, andai saja mereka dulu
membiarkannya (Ibnu Zubair) melakukan hal itu.
Kemudian pada zaman Al-Mahdi bin Mansur, Mail bin Anas
mengusulkan untuk mengembalikan bangunan seperti yang dibangun oleh Ibnu
Zubair, ia berkata, “Aku khawatir hal ini akan jadi ajang permainan bagi para
Sulthan (Kepala Pemerintahan).” Maksudnya,
setiap kali ada Raja yang baru, ia akan membangunnya sesuai dengan
kehendaknya. Hingga akhirnya Ka’bah itu
tetap kokoh seperti yang ada sekarang.
(Bersambung, In-syaa Allah)
oOo
[1] Maqam
Ibrahim, adalah batu tempat berpijaknya Nabi Ibrahim 'alaihissalam ketika meninggikan bangunan
Ka’bah.
[2] Pohon Tsaqamah,
adalah pohon yang mempunyai bunga dan buah yang berwarna putih.
(Disadur bebas dari kitab “Kisah para Nabi”, Al-Imam
Ibnu Katsir rahimahullah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar