Rabu, 09 Mei 2018

Kisah Nabi IBRAHIM 'Alaihissalam (6)


Kisah Penyembelihan ISMA’IL ‘alaihissalam

بسم لله الر حما ن الر حيم


Allah Subhanahu wa Ta’ala menceritakan tentang kekasih-Nya, Ibrahim ‘alaihissalam, yaitu setelah Ibrahim hijrah dari negeri kaumnya (Babilonia), ia meminta kepada Tuhan-nya agar Dia mengaruniakan kepadanya seorang anak yang shalih.  Maka Allah Ta’ala pun memberikan khabar gembira kepadanya dengan kelahiran seorang anak yang sabar, yaitu Isma’il ‘alaihissalam.  Ia adalah puteranya yang pertama kali lahir di awal usianya yang ke-86 tahun.  Dan yang demikian itu tidak ada pertentangan diantara para penganut semua Agama.
Berkenaan dengan firman-Nya, “Maka ketika anak itu sampai pada umur sanggup berusaha bersama-sama Ibrahim.”  Mujahid berkata, yaitu ia semakin besar dan sanggup pergi mengerjakan pekerjaan dan usaha ayahnya.
Pada sa’at itu Ibrahim bermimpi diperintah Allah ‘Azza wa Jalla untuk menyembelih puteranya itu.  Dan dalam hadits yang diriwayatkan Ibnu Abbas sebagai hadits marfu’, disebutkan, “Mimpi para Nabi itu adalah wahyu.”  Hal yang sama juga dikemukakan oleh Ubaid bin Umair.
Yang demikian itu merupakan ujian dari Allah ‘Azza wa Jalla untuk kekasihnya, Ibrahim ‘alaihissalam.  Yaitu perintah untuk menyembelih anak yang mulia yang lahir ketika Beliau sudah berusia tua.  Setelah sebelumnya ia diperintahkan untuk meninggalkan puteranya itu tinggal di tempat yang sunyi, gersang lagi tandus, di sebuah lembah yang tidak ada rumput dan tidak juga manusia, tanaman maupun binatang.
Maka Ibrahim pun melaksanakan perintah itu dengan sebaik-baiknya, dan meninggalkan keduanya di sana deengan penuh keyakinan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan berserah diri kepada-Nya.  Sehingga Dia pun memberikan jalan keluar dan kemudahan bagi mereka berdua, serta memberikan rezki kepada keduanya dari arah yang tidak pernah mereka duga sebelumnya.
Setelah itu, Allah ‘Azza wa Jalla menyuruh Ibrahim menyembelih putera kesayangannya.  Hanya ia yang diperintah Tuhan untuk melakukan hal tersebut.  Dan ia pun memenuhi dan melaksanakan perintah-Nya dengan penuh keta’atan.
Kemudian Ibrahim menjelaskan hal itu kepada puteranya agar hatinya mau menerimanya dengan penuh keridhaan, sehingga tidak perlu menggunakan pemaksaan.  “Ibrahim berkata, ‘Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu.  Maka pikirkanlah apa pendapatmu.”  (Ash-Shaffat;  102)
Maka puteranya yang sabar itu segera memenuhinya dan membahagiakan ayahnya, Ibrahim ‘alaihissalam, dimana ia berkata, “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, In-sya Allah engkau akan mendapatkan diriku termasuk orang-orang yang sabar.”  Yang demikian itu merupakan jawaban yang benar-benar menunjukkan wujud keta’atan seorang anak kepada orang tua dan juga Rabb-nya.
Allah Ta’ala berfirman (artinya), “Ketika keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya di atas pelipisnya, nyatalah kesabaran keduanya.”  Ada yang mengatakan, “aslamaa”  berarti menyerahkan diri kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan berpendirian kuat untuk berbuat.  Tallahu lil jabin”, berarti membaringkan di atas wajahnya.
Al-Sadi dan juga ‘ulama lainnya mengatakan, “Ibrahim menggesekkan pedangnya di lehernya (Ismail), tetapi tidak melukainya sedikit pun.”
Pada saat itu Allah ‘Azza wa Jalla berseru, “Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu,” artinya, tujuan dari ujian itu telah tercapai.  Dan engkau telah bersegera memenuhi perintah Tuhan-mu, serta engkau ikhlaskan anakmu sebagai korban, sebagaimana engkau juga telah memperkenankan tubuhmu disentuh api, dan sebagaimana kekayaanmu telah engkau keluarkan untuk menjamu dua tamu (para Malaikat yang menemui Beliau).  Oleh karena itu Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya yang demikian ini benar-benar (merupakan) suatu ujian yang nyata.”  (Ash-Shaffat;  106)
Dan firman-Nya (artinya), “Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.”  Maksudnya Kami (Allah) mengganti penyembelihan puteranya dengan sesuatu yang lebih mudah baginya.
Yang popular menurut jumhurul (mayoritas) ‘ulama, adalah kambing putih yang bermata hitam dan mempunyai tanduk yang besar.  Ibrahim melihat kambing itu (dalam keadaan) terikat.
Hal ini menunjukkan dalil, bahwa yang di sembelih itu adalah Isma’il, karena ia tinggal di Makkah, sedangkan Ishaq tidak diketahui kehadirannya di Makkah ketika masih kecil.  Wallahu A’lam.
Dan yang demikian itulah yang tampak jelas di dalam Al-Qur’an, bahkan seolah-olah  Al-Qur’an menetapkan, bahwa yang disembelih itu adalah Isma’il, karena  Al-Qur’an menyebutkan kisah penyembelihan itu dan setelah itu mengemukakan, “Dan Kami beri ia khabar gembira dengan kelahiran Ishaq, seorang Nabi yang termasuk orang-orang yang shalih.”  (Ash-Shaffat;  112)
Dan pendapat yang mengatakan, bahwa yang disembelih itu Ishaq adalah berdasarkan kisah Israiliyat.  Di dalam kitab orang-orang yang berpendapat terakhir ini terdapat penyimpangan, karena kisah penyembelihan Isma’il ini sudah merupakan sesuatu yang pasti (Inilah pendapat Mayoritas ‘Ulama Salaf).  Sedangkan menurut mereka, Allah menyuruh Ibrahim menyembelih anak satu-satunya yaitu Ishaq, padahal sebenarnya kata Ishaq disini merupakan sesuatu yang mengada-ada dan tidak benar, karena yang dimaksud anak satu-satunya Ibrahim adalah Isma’il, bukan Ishaq.
Mereka berpendapat demikian itu karena  didasarkan pada kedengkian.  Sesungguhnya Isma’il adalah Bapak Bangsa Arab yang tinggal di Hijaz, termasuk diantaranya adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.  Sedangkan Ishaq, adalah orang tua Ya’qub, dimana orang-orang Israil dinisbatkan kepadanya.  Mereka bermaksud mengalihkan kemuliaan ini kepada mereka, sehingga mereka memutar-balikkan firman Allah serta menambah-nambah dan mengurang-nguranginya.  Mereka ini dimurkai dan tidak pernah mau mengakui, bahwa karunia itu hanya di Tangan Allah Ta’ala yang Dia berikan kepada siapa yang Dia kehendaki.
(Bersambung, In-syaa Allah)

oOo
(Dari kitab “Kisah para Nabi”, Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar