Rabu, 10 Februari 2021

MENJAWAB SYUBHAT SIFAT "TURUN" ALLAH PADA SEPERTIGA MALAM TERAKHIR

 


بسم الله الرحمان الرحيم

 Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah ditanya;

Pertanyaan;

Telah maklum bahwasanya malam itu beredar diatas bumi yg bulat.  Dan, Allah itu Turun ke langit dunia ketika tersisa sepertiga malam terakhir. Maka, konsekuensi dari hal itu setiap malam Dia (Allah) berada di langit dunia (Syubhat).  Bagaimana jawaban atas hal itu?


 Jawaban Asy-Syaikh;

"Yang wajib bagi kita semua adalah beriman dengan apa yang Allah sifatkan dan namakan DiriNya di dalam kitabNya, atau melalui lisan RasulNya :

1. Tanpa Tahriif (menyelewengkan makna).

2. Tanpa Ta’thiil (menolak SifatNya).

3. Tanpa Takyiif (membagaimanakan / tata cara-Nya).

4. Tanpa Tamtsiil (menyerupakan dengan makhluk-Nya).

Maka Tahrif *(menyelewengkan makna) dalam nash-nash.

Ta’thiil (menolak) di dalam keyakinan.

Takyif (membagaimanakan / tata cara) di dalam sifat-Nya.

Tamtsil (menyerupakan) di dalam sifat juga.  Hanya saja Tamtsil ini lebih khusus daripada Takyif, karena Tamtsil itu adalah Takyif yang terikat dengan yang dipermisalkan (dengan sesuatu / makhluk, pen blog).

Maka kita wajib membersihkan aqidah kita dari empat perkara yang terlarang (besar keharamannya) ini.

Wajib bagi setiap Insan untuk mencegah diri dari bertanya tentang: “mengapa” dan “bagaimana” dalam apa-apa yang berkaitan dengan Asma Allah dan Sifat-Nya.

Demikian pula, ia wajib mencegah dirinya untuk berfikir menghayalkan Bagaimana Sifat Allah itu.

Dan apabila seorang insan menempuh jalan ini - niscaya dia akan banyak mengalami ketenangan.

Dan, beginilah keadaannya para Salaf (Generasi Pendahulu kita yang Shalih).  Semoga Allah merahmati mereka.  Oleh karena itu, pernah ada seseorang yang datang menghadap kepada Imam Malik bin Anas rahimahullah, lalu bertanya;

Wahai Aba Abdillah, tentang ayat:

الرحمن على العرش استوى

“Dzat Yang Maha Pengasih beristiwa dibatas Arsy.”

(QS. Thaha;  5) 

Bagaimana itu Istiwa-Nya (bersemayam-Nya) Allah?

Maka Imam Malik langsung menundukkan kepalanya dan berkeringat, lalu Beliau berkata:

'Istiwa (bersemayam) itu tidaklah majhul, [Yakni telah diketahui maknanya]

Dan bagaimana-Nya itu tidak bisa dijangkau oleh akal-pikiran kita.

Beriman kepada hal ini hukumnya wajib,

Dan bertanya tentang bagaimana bersemayamnya (Istiwa) Allah itu adalah bid’ah.  Dan tidaklah aku melihat dirimu, kecuali seorang Ahli Bid'ah.”

Inilah orang yang mengatakan :

'Sesungguhnya Allah itu turun ke langit dunia ketika tersisa sepertiga malam terakhir pada setiap malam, maka keharusan dari hal ini - setiap malam Allah itu berada di langit dunia.  Karena malam itu senantiasa berputar di seluruh bumi.

Maka sepertiga malam itu berpindah-pindah dari tempat yang ini ke tempat yang lainnya.'

🎙 Jawabannya, kita katakan kepadanya;

Ini adalah pertanyaan yang tidak pernah ditanyakan oleh para Sahabat, yang semoga Allah meridhai Mereka semuanya.

Seandainya hal itu terbetik di dalam hati seorang mukmin yg tunduk kepada Allah, niscaya Allah dan Rasul-Nya akan menjelaskannya.

Dan kita katakan; Selama sepertiga malam terakhir itu ada di arah ini, maka sifat "Turun" di sana itu benar-benar ada.  Setiap malam telah berakhir - maka sifat "Turun" itu berhenti.

Dan kita tidak bisa menjangkau hakikat sifat Turun-Nya Allah.  Dan ilmu kita tidak mampu meliputi-Nya.

Dan kita mengetahui, bahwasanya Allah itu - tidak ada sesuatupun yg menyerupai Dia, dan yang wajib bagi kita adalah memasrahkan diri.

Dan hendaknya kita mengatakan:

'Kami patuh, dan kami beriman, kami mengikuti, dan kami taat.  Inilah tugas kita.'" 

📑 Fatwa Arkan Al-Islam, 94-95


oOo

Disalin dengan editan dari;

@ahlussunnahposo

🌎 simpellink.com/salafyonline



Tidak ada komentar:

Posting Komentar