بسم الله الرحمان الرحيم
ZAKAT MAAL (Lanjutan)
Zakatut Tijaarah (Zakat Perniagaan)
Adalah, segala sesuatu yang dia persiapkan untuk usaha dan niaga, baik berupa properti, hewan, otomotif, makanan, dan minuman, dan lain-lainnya.
Atau, segala sesuatu yang dia persiapkan dengan jual-beli untuk tujuan mencari keuntungan. Kata-kata ini menjadi penting, karena menandakan untuk tujuan jual-beli.
Bila ada orang yang membeli sesuatu bukan untuk tujuan (niat) perdagangan (mencari keuntungan), maka bila ia terpaksa menjualnya untuk suatu keperluan (hajat), maka tidak ada zakatnya. Misalnya, seseorang membeli sebidang tanah. Tanah tidak ada zakatnya - beberapa waktu kemudian dia perlu uang dan menjual tanahnya, maka tidak ada zakat padanya.
Adapun, orang orang yang membeli tanah, mobil, rumah, makanan - minuman, pakaian, dan lain-lain untuk tujuan meraih keuntungan (dijual kembali) - inilah yang terkena Zakat Tijaarah. Ketentuannya ada 3 (tiga);
1. Terpenuhinya Nishab.
2. Cukup Haul.
3. Barang yang diperjual- belikan tersebut memang belum terkena zakat.
Untuk Zakat Tijaarah ini ada perbedaan pendapat di antara para 'ulama, namun hampir semuanya, baik ulama terdahulu maupun yang sekarang, menyatakan bahwa Zakat Tijaarah ini ada. Dan, pendapat Jumhur ini yang diamalkan pada zaman sekarang.
HAL-HAL YANG DIHITUNG DALAM ZAKAT TIJAARAH
1. Modal Usahanya (Ra'shul Maal)
2. Keuntungan-keuntungan yang dia dapatkan (Al-Arbah).
3. Nominal dari barang-barang yang dia simpan - yang siap untuk dijual.
4. Nominal dari barang-barang yang telah dia edarkan.
5. Piutang-piutang yang bisa diharapkan dibayar (piutang berjalan), bukan piutang yang macet.
Adapun, peralatan-peralatan produksi, bangunan, alat transportasi, etalase, rak-rak, meja - kursi, dan lain-lain tidak terkena zakat.
Poin 1 sampai 5 di atas dikumpulkan dan dihitung jumlahnya, bila mencapai nishab dan haul - maka dikeluarkan 2,5 persen dari keseluruhan nominal yang ada.
Patokan yang bisa diambil untuk menentukan harga adalah harga saat itu (pendapat mayoritas Fuqaha), bukan harga "kula'an" (harga ketika beli). Jadi, nominal pada saat zakat dikeluarkan, bukan harga ketika barang tersebut dibeli.
Nishab yang Mashur digunakan oleh para 'ulama adalah nishab emas murni 24 karat, sekitar 85 - 87 gram (sekitar 50-an juta Rupiah).
Jumhur ulama mengatakan, bahwa yang dikeluarkan adalah nominal uangnya, bukan dalam bentuk barang. Alasannya, bahwa nishab itu Mu'tabar dalam bentuk nominal.
Adapun pendapat Abu Hanifah dan Asy-Syafi'i dikeluarkan dalam bentuk barang. Sedangkan Al-Imam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, tergantung pada kemaslahatannya, bila lebih mashlahat dalam bentuk uang - maka dikeluarkan dalam bentuk uang. Bila mashlahatnya lebih besar dalam bentuk barang, maka dikeluarkan dalam bentuk barang.
Hal lain yang dipertimbangkan oleh para 'ulama adalah, apakah hutang-hutangnya dikeluarkan dulu baru dihitung Nishabnya, atau tidak.
Sebagian berpendapat bahwa semua hutang-hutangnya dikeluarkan dulu. Adapun pendapat Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin menyebutkan, bahwa hutang-hutangnya tidak dipotong (dikeluarkan), karena itu merupakan masalah tersendiri - mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta'ala melancarkan usahanya.
Ada pula yang memperinci jenis hutangnya, bila berkaitan dengan perputaran uang dalam perdagangan nya, maka dikeluarkan dulu hutang-hutang tersebut. Tetapi, bila hutang tersebut tidak berkaitan dengan perputaran uang dalam perdagangannya - maka ini tidak dipotong.
oOo
(Disarikan dari kajian Al-Ustadz Muhammad Afifuddin hafizhahullah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar