Rabu, 06 Mei 2020

MAJALIS SINGKAT RAMADHAN 1441 H / 2020 M (Hari ke-13)


بسم الله الرحمان الرحيم

HUKUM-HUKUM PUASA DITINJAU DARI KEADAAN ORANG YANG BERPUASA

Kewajiban Ramadhan dapat dibagi atas beberapa keadaan orang yang berpuasa;
1. Seseorang yang Muslim, Baligh, Mukim, Mampu, dan selamat dari penghalang-penghalang puasa.  Sepakat kaum muslimin adanya kewajiban atas orang ini pada waktunya.
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala (artinya),
"Bulan Ramadhan yang diturunkan Al-Qur'an - sebagai petunjuk bagi umat manusia, dan penjelasan-penjelasan petunjuk itu, dan pembeda (antara al-haq dan al-bathil).
Karena itu, barangsiapa di antara kalian yang hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah dia berpuasa pada bulan itu."  (Al-Baqarah; 185)

Adapun orang yang Kafir tidak ada kewajiban baginya.  Bila dia berpuasa maka puasanya tidak sah, karena dia tidak tercakup dalam kriteria-kriteria di atas.  Tetapi, nanti di Akhirat dia akan diadzab oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala, karena kekufurannya, dan karena tidak melaksanakan bimbingan-bimbingan syari'at Islam.
Bila ada, orang yang dulunya Kafir, dan di tengah-tengah Ramadhan masuk Islam (Mu'allaf), maka wajib baginya langsung melakukan ibadah Puasa pada bulan itu.  Dan, tidak ada kewajiban mengqsdha (mengganti) puasa pada bulan-bulan yang lalu.
Sebagaimana makna firman Allah Subhanahu wa Ta'ala,
"Katakanlah kepada orang-orang Kafir itu, 'Bila mereka berhenti dari kekufurannya - akan diampuni bagi mereka apa-apa yang telah lalu."  (Al-Anfal; 38)
Bila dia masuk Islam di tengah Pelaksanaan puasa, diterangkan oleh Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin,
"Bila orang kafir tersebut masuk Islam di tengah Puasa, maka dia wajib menahan diri (Imsak) dari makan dan minum pada sisa hari tersebut, sebab ia termasuk orang-orang yang telah terkena kewajiban berpuasa."

2. Anak kecil, Bayi, yang belum baligh tidak ada kewajiban berpuasa bagi mereka - hingga ia mencapai usia baligh.
Sebagaimana makna sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam,
"Pena takdir diangkat dari 3 (tiga) perkara (tidak berlaku hukum syariat);
Orang tidur hingga ia bangun.  Dan, anak kecil hingga ia baligh.  Dan, orang gila hingga ia siuman (sadar)."  (HR. Ahmad, Abu Daud, An-Nasa'i, dari A'isyah)
Namun demikian, sangat dianjurkan bagi orang tua (wali)nya untuk melatih sesuai kadar kemampuan dan usianya, tidak dipaksakan (ditekan) dan tidak pula dibiarkan.
"Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam mengutus utusan pada pagi 'Asyura ke desa-desa kaum Anshar untuk menyampaikan, "Barangsiapa yang pagi ini telah berbuka, hendaklah dia menyempurnakan puasa pada sisa harinya, dan barangsiapa yang paginya berpuasa - hendaklah melanjutkan (menyempurnakan).  Maka, kamipun berpuasa.  Dan, kami melatih anak-anak kecil kami berpuasa.  Rubayi' berkata, 'kami buatkan mereka mainan anak-anak (dari kapas yang dipintal).  Ketika salah seorang di antara mereka menangis karena lapar - maka kami berikan mainan itu sampai tiba waktunya berbuka."
(HR. Al-Bukhari - Muslim, dari Rubayi' bintu Mu'awwidz)
Catatan;
* Puasa Asyura pada waktu itu difardhukan, namun setelah datang Ramadhan, hukumnya menjadi Sunnah.
* Tanda-tanda baligh pada anak laki-laki adalah mimpi basah, sekira umur 15 tahun.

3. Orang Gila
Dapat dibedakan menjadi dua bagian;
a. Orang yang gila seutuhnya, tidak pernah sadar sama sekali.  Maka tidak ada kewajiban berpuasa atasnya, bebas dari beban-beban syari'at.  Bila dia tetap berpuasa, maka puasanya tidak sah.
b. Orang yang terkadang gila dan terkadang sadar (siuman).
Jadi, penyakit gilanya tidak terus-menerus.
Dijelaskan oleh Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin,
"Bila dia kadang-kadang gila dan terkadang sadar (siuman).  Maka wajib baginya berpuasa ketika dia sadar, dan tidak ada kewajiban berpuasa ketika dia gila.  Bila penyakit gilanya kambuh pada saat ia sedang berpuasa, maka puasa yang telah dijalaninya tidak batal, karena dia telah berniat dengan benar ketika sedang sehat, tidak ada dalil yang menunjukkan bahwa puasanya batal - hendaklah meneruskan puasanya hingga Maghrib, terkhusus bila telah diketahui penyakit gilanya itu muncul pada waktu-waktu tertentu."
Maka, berkaitan dengan keadaan di atas - tidak ada baginya kewajiban mengqadha puasanya yang tertinggal, seperti halnya anak kecil yang belum baligh, atau orang yang baru masuk Islam (Mu'allaf).


oOo
(Disarikan dari kajian Al-Ustadz Muhammad Afifuddin hafizhahullah)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar