Selasa, 19 Mei 2020

MAJALIS SINGKAT RAMADHAN 1441 H / 2020 M (Hari ke-26)

بسم الله الرحمان الرحيم

8 (Delapan) Ashnaf (Golongan) yang Berhak Menerima Zakat Harta (Lanjutan)

5. Ar-Riqab (Budak)
Kategori Ar-Riqab;
* Adalah budak Al-Mukadab, yang berusaha membebaskan diri dari tuannya dengan membayar sejumlah uang yang telah disepakati.
*  Seseorang yang membeli budak dengan uang zakat - kemudian ia bebaskan.
*  Para tawanan perang dari kaum muslimin.  Dalam hal ini, kaum muslimin, atau pemerintah dapat menggunakan uang zakat untuk memerdekakannya.
Harap dibedakan antara budak dengan Pembantu Rumah tangga - karena Pembantu Rumah tangga tidak termasuk budak.

6. Al-Ghaarim
Adalah, seseorang yang sedang memikul beban hutang.  Kategori nya ada 2 (dua) macam, dijelaskan oleh Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah;
a. Seseorang yang sedang menanggung beban hutang (beban biaya) untuk mendamaikan  dua kelompok yang bertikai, atau untuk mencegah timbulnya fitnah di tengah masyarakat.  Maka, diperbolehkan orang ini untuk menerima harta zakat sesuai tanggungannya - guna melembutkan hati masyarakat, atau untuk meredam fitnah.
Disebutkan dalam makna hadits Riwayat Muslim, dari Qabishah Al-Hilaliy (artinya),
"Aku pernah menanggung sebuah beban hutang untuk mendamaikan dua pihak yang bertikai.  Maka, akupun datang kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam meminta harta zakat terkait dengan itu.  Maka, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam berkata, 'Bangkitlah - sampai datang kepada kami harta shadaqah, lalu kami akan perintahkan untuk membayar tanggunganmu.
Dan Rasulullah bersabda, 'Wahai Qabishah, sesungguhnya meminta -minta harta itu tidak halal - kecuali atas 3 (tiga) orang; Di antaranya;  Pertama, seseorang yang menanggung beban hutang (beban biaya) karena ingin mendamaikan dua kelompok yang bertikai - lalu dia menahan diri untuk tidak meminta lagi.  Kedua, orang yang mempunyai hutang (tanggungan) untuk keperluan pribadinya, dan tidak punya kemampuan sama sekali untuk melunasi / mencicilnya (bangkrut) - meskipun jumlahnya cukup besar."

7. Fiy Sabilillah
Didefinisikan oleh para 'ulama, adalah orang-orang yang berjihad (Mujahidin) di jalan Allah, agar kalimat Allah-lah yang paling tinggi, bukan untuk kepentingan duniawi, fanatisme kelompok, kesukuan, atau kepentingan lainnya.
Atau, harta zakat bisa juga juga untuk membeli peralatan, perlengkapan (senjata) perang jihad Fiy Sabilillah.  
Namun, sebagian 'ulama memaknai Fiy Sabilillah ini secara umum, termasuk para penuntut ilmu, para du'at (da'i), meskipun makna dasarnya mengacu pada para Mujahidin.

8. Ibnu Sabil (Anak Jalan)
Adalah seseorang musafir yang terputus safarnya karena habis perbekalannya, meskipun di tempat asalnya dia adalah orang kaya.  Atau, meskipunpun ada yang mau meminjamkan uang, dan dia dia juga mampu mengembalikannya di kemudian hari.  Orang seperti ini diberikan kepada nya harta zakat yang cukup untuk menyampaikannya ke tempat asalnya, tidak boleh lebih dari itu.
Contoh konkrit lainnya dalam hal ini, adalah orang yang sedang berangkat haji, tidak memiliki tiket untuk pulang - apakah karena kecurian, perbekalan yang kurang dan lain sebagainya.

Beberapa poin tambahan penting dari Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin, tentang orang-orang yang tidak berhak (tidak bisa) diberi harta zakat;
a. Harta zakat itu tidak bisa diberikan kepada orang kafir, kecuali bila orang tersebut termasuk Mu'allaf.
b. Harta zakat itu tidak bisa diberikan kepada orang yang berkecukupan, baik yang mencukupi nya itu perniagaannya, gajinya, atau di bawah tanggungan orang lain.  Kecuali bila ia termasuk 'Amil Pemerintah, Mujahidin Fiy Sabilillah.  Atau, dia termasuk Gharim (orang yang menanggung beban Ishlah), atau dia termasuk musafir yang terputus safarnya (tidak bisa kembali ke negaranya).
c. Harta zakat tidak boleh disalurkan untuk menggugurkan kewajiban selain dari Bab Zakat.  Misalnya, untuk menjamu tamu - harta zakat tidak boleh digunakan untuk menjamu tamu - karena itu adalah kewajiban Tuan Rumah.
d. Harta zakat juga tidak boleh digunakan seseorang untuk menggugurkan kewajiban menafkahi keluarga, anak, dan isterinya.  Karena, nafkah itu adalah kewajiban pribadi, tidak ada sangkut-pautnya dengan zakat.
e. Harta zakat juga tidak bisa digunakan untuk pembangunan, tapi harus digunakan untuk orang yang termasuk mustahiq zakat.

Bagaimana bila seseorang membantu kerabatnya yang memiliki hutang yang tidak mampu dia bayar.  Jawabanbannya, adalah boleh.  Dia bisa menggunakan harta zakatnya untuk membayarkan hutang saudaranya yang tidak mampu membayar.  Atau, boleh juga untuk membantu orang tuanya, asal bukan untuk menggugurkan kewajibannya terhadap orang tua.  Tapi, untuk selain nafkah yang wajib diperbolehkan. 

Permasalahan lain adalah, pembayaran zakat yang dilakukan sebelum cukup HaulAsy-Syaikh Ibnu Utsaimin menjelaskan, bahwa beliau memperbolehkan dengan persyaratan, yaitu bila sudah ada kejelasan tentang Nishabnya, dan dipastikan dalam satu Haul itu Nishabnya tidak berubah, bisa dikeluarkan secara keseluruhan, atau dengan cara dicicil.  Hal ini bisa dilakukan pada orang-orang yang telah jelas pemasukan dan pengeluarannya (tetap) setiap bulannya, sehingga dia bisa menentukan jumlah hartanya di akhir tahun.

oOo
(Disarikan dari kajian Al-Ustadz Muhammad Afifuddin hafizhahullah)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar