بسم الله الرحمان الرحيم
KEADAAN ORANG YANG BERPUASA (Lanjutan)
Hukum- Hukum yang Berkaitan dengan Masalah Qadha
Orang-orang yang diperbolehkan, bahkan diwajibkan untuk Ifthar (berbuka), baik secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan dibagi atas 2 (dua) keadaan;
1. Bila sebab-sebab yang membolehkan seseorang itu Sababun Dhzahir (sebab-sebab yang tampak) - seperti orang yang sakit, tua renta. Maka, tidak diingkari atas dia bila terang-terangan Ifthar, karena asbabnya zhahir - semua orang mengetahui nya, sehingga tidak ada keraguan orang terhadapnya.
2. Sababun Khafi, seperti orang yang menyelamatkan (menolong) orang yang tertimpa musibah, kebakaran, tenggelam dan sebagainya. Maka, Iftharnya harus dilakukan secara sembunyi-sembunyi, sehingga tidak menimbulkan kecurigaan-kecurigaan, terutama bagi orang-orang yang tidak faham (jahil).
Beberapa hukum lain yang perlu diperhatikan terkait masalah qadha;
1. Dia harus mengqadha sebanyak hari-hari yang dia tinggalkan.
2. Segera untuk mengqadha puasanya (tidak ditunda-tunda) setelah udzurnya hilang. Alasannya adalah, bersegera (berlomba-lomba) melakukan amalan terbaik. Dan lebih cepat untuk menunaikan tanggung jawabnya. Sehingga, dia juga akan punya kesempatan untuk melakukan puasa-puasa Sunnah.
3. Diperbolehkan untuk menunda qadhanya antara dua Ramadhan.
"Allah menghendaki kemudahan untuk kalian, dan tidak menghendaki kesusahan untuk kalian." (Al-Baqarah; 185)
Dan hadits dari A'isyah (artinya),
"Aku dahulu punya tanggungan puasa Ramadhan, dan aku tidak sanggup mengqadhanya kecuali pada bulan Sya'ban." (HR. Al-Bukhari)
4. Tidak diperbolehkan menunda-nunda qadha puasanya hingga pada Ramadhan yang ketiga (Tanpa udzur syar'i)
5. Bila orang memiliki beban qadha puasa sampai dia meninggal (belum) terbayar. Maka, dalam hal ini ada 2 (dua) keadaan yang disebutkan para 'ulama;
a. Kalau penyebab udzurnya tidak hilang sampai dia meninggal. Maka, Asy-Syaikh Utsaimin mengatakan tidak ada tanggung jawab apapun atasnya. Keadaan ini disamakan oleh para 'ulama dengan orang yang meninggal sebelum masuknya bulan Ramadhan.
b. Bila udzurnya telah hilang, tetapi dia menunda-nunda sampai dia meninggal tidak terbayar. Maka, walinya berkewajiban mengqadhanya semampunya.
Disebutkan dalam hadits Al-Bukhari - Muslim (artinya),
"Barangsiapa yang memiliki tanggungan puasa, tetapi sampai dia meninggal tidak mengqadhanya, maka walinya yang harus mengqadhanya."
Wali yang dimaksud di sini adalah Ahli Warisnya, atau kerabatnya.
Diperbolehkan kewajiban itu dilakukan oleh satu orang, atau "keroyok-an" oleh beberapa orang. Kalau tidak ada orang yang berpuasa untuk dia maka kewajiban nya adalah membayar fidyah.
c. Qadha Shiyam tidak bisa digabung dengan puasa-puasa Sunnah. Karena hukumnya berbeda, qadha hukumnya wajib, sedangkan puasa Sunnah hukumnya Sunnah. Demikian pula puasa Kafarah tidak bisa diqadha dengan puasa Sunnah.
Tetapi bila puasa Sunnah dengan puasa Sunnah digabung niatnya boleh, misalnya puasa Arafah dengan Senin -Kamis, puasa Syawal dengan Senin - Kamis, dan sebagainya.
oOo
(Disarikan dari kajian Al-Ustadz Muhammad Afifuddin hafizhahullah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar