Senin, 11 Mei 2020

MAJALIS SINGKAT RAMADHAN 1441 H / 2020 (Hari ke-18)


بسم الله الرحمان الرحيم
Mufthiratus shaum / Hal-Hal yang Membatalkan Puasa (Lanjutan)

Mengeluarkan darah dengan cara berbekam.  Ada khilaf di antara para 'ulama.  Ada yang mengatakan puasanya tidak batal, namun dikhawatirkan melemahkan kondisinya - sehingga dikhawatirkan batal puasanya.  Ada pula yang mengkhawatirkan darah orang yang dibekam masuk ke mulut - disebabkan orang dulu berbekam dengan cara dihisap melalui mulut menggunakan semacam tanduk hewan.  Namun, di zaman sekarang ini tmenggunakan
 alat vakum yang berbeda.
Hal-hal lain yang mengeluarkan darah dari tubuh adalah Al-Fasdu (dialirkan darahnya)
Sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam (artinya),
"Telah Ifthar (berbuka) orang yang membekam, dan orang yang dibekam." (HR.  Ahmad, Abu Daud, dari Tsauban. Dan yang lainnya)
Pendapat ini dirajihkan oleh Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin, sama dengan Al-Fasdu.  Maka, untuk mencari aman dari khilaf 'ulama - lakukanlah bekam di malam hari.
Demikian pula dengan orang-orang yang mendonorkan darahnya pada saat darurat - maka ia harus berbuka, dan menggantinya di hari yang lain.
Adapun orang yang keluar darah dari badannya tanpa sengaja, seperti tersayat, gusi berdarah tidak membatalkan puasa.
Hal lain yang membatalkan puasa adalah muntah dengan dengan sengaja, baik berupa makanan atau minuman melalui mulut.  Tapi bila tidak sengaja tidak membatalkan.  Disebutkan dalam makna hadits riwayat Ahmad, At-Tirmidzi dan lain-lain,
"Barangsiapa yang tertimpa muntah tanpa sengaja - maka tidak ada qadha baginya.  Tetapi, bila muntah dengan sengaja maka dia harus mengqadha."
Kesengajaan muntah bisa dilakukan dengan memasukkan jari ke dalam tenggerokan.
Masalah lain yang membatalkan puasa adalah keluarnya darah haid atau nifas.
Sebagaimana makna sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam,
"Bukankah wanita tidak puasa dan shalat ketika mereka haid?"
Orang yang berpuasa wajib berdosa besar bila dia sengaja memasukkan makanan atau minuman ke mulutnya.  Berbeda dengan puasa Sunnah, dia tidak berdosa karena membatalkan puasanya.
Orang yang membatalkan puasanya karena ketidak tahuan (jahil), atau karena baru masuk islam - maka hal ini dimaafkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Ketentuan lain adalah karena lupa, bahwa ia tengah berpuasa - maka hal ini tidak mbatalkan puasanya, tetapi ketika ia ingat bahwa tengah berpuasa, maka ia harus menahan dirinya, dari makanan dan minuman yang ada dihadapannya, dan mengeluarkan (melepeh) kembali sisa makanan yang ada di mulutnya.
Maka kewajiban bagi orang-orang yang ada di sekitarnya untuk mengingatkan.
"Tolong menolong dalam kebaikan dan takwa, janganlah tolong menolong kesalahan dan dosa."  (Al-Ayah)
Ketentuan lain adalah, bila dia dipaksa, ada konsekwensi besar yang harus dihadapi - maka puasanya tidak batal, dan tidak ada qadha.
"Sesungguhnya Allah memaafkan ummatku atas sesuatu kesalahan atau dosa, karena lupa, atau karena dipaksa mengerjakannya."  (HR. Ibnu Majah dan lainnya, dari Abdullah bin Abbas)


oOo

(Disarikan dari kajian Al-Ustadz Muhammad Afifuddin hafizhahullah)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar