Senin, 18 Mei 2020

MAJALIS SINGKAT RAMADHAN 1441 H / 2020 M (Hari ke-25)


بسم الله الرحمان الرحيم

ZAKAT (Lanjutan)
Beberapa perkara yang perlu ditambahkan tentang zakat;
* Orang yang menerima pembayaran piutang setelah sekian lama macet (telah mencapai haul dan Nishabnya), maka begitu dia menerima pembayaran - langsung dikeluarkan 2,5 persen dari keseluruhan yang dia terima pada tahun itu - satu kali saja.
* Seseorang yang menerima harta warisan dari orang tuanya, atau dari ahli waris yang lain - akan tetapi penerimaannya tertahan karena kendala tertentu - sehingga melebihi satu tahun, maka begitu ia menerima harta warisan tersebut, dia harus mengeluarkan 2,5 persen dari keseluruhan harta warisan yang diterima, tidak sebatas nishab.
* Harta - benda  seseorang yang diwaqafkan fii Sabilillah, atau untuk dakwah tidak ada zakatnya (kesepakatan 'ulama).  Meskipun nishab dan jumlahnya terus bertambah setiap tahun, misalnya diinvestasikan (dialokasikan) ke suatu bentuk usaha tertentu (sesuai niatan waqifnya / orang yang mewaqafkan).  Hal ini, karena harta yang telah diwaqafkan tersebut telah menjadi milik kaum muslimin, bukan merupakan milik orang tertentu (Fatwa Lajnah Da'imah).

MUSTAHIQ ZAKAT (ORANG-ORANG YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT)
Telah ditetapkan berdasarkan nash-nash yang ada, sehingga tidak diperbolehkan keluar dari ketentuan-ketentuan tersebut.
1. Untuk Zakat Maal (Zakat Harta)
Ada 8 (delapan) Ashnaf yang berhak menerimanya (Mu'ayyanun / telah ditetapkan dalam Islam);
Sebagaimana makna firman Allah Subhanahu wa Ta'ala,
"Sesungguhnya, shadaqah itu hanya untuk Fakir, Miskin, 'Amil, Mu'allaf, Riqab, Gharim, Budak, Fii Sabilillah (Ibnu Sabiil)."  (At-taubah;  60)
Telah difardhukan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala seperti makna ayat di atas (Mu'ayyanun), sehingga tidak diperbolehkan membuat mustahiq baru (yang lain).
a. Fakir -Miskin
Ada di antara para 'ulama yang membedakan antara Faqir dengan Miskin, ada pula yang menganggapnya sama.  Ada yang mengatakan Fakir lebih parah daripada Miskin.
Definisi (Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin);
"Adalah mereka-mereka yang tidak mendapati kecukupan dalam hidupnya, tidak pula kecukupan pada keluarga yang ditanggungnya.
Tidak memiliki uang di tangan yang mencukupinya, tidak pula gaji (pendapatan) yang mencukupinya.  Atau, tidak pula produksi barang-barang yang mencukupinya, atau hasil-hasil perkebunan yang mencukupinya.
Dan, tidak ada pula orang lain yang menanggung nafkahnya."
Jadi, intinya adalah, bisa saja mereka punya rumah, uang, punya gaji (income), punya usaha - tetapi tidak mencukupi bagi keluarganya.
Standar cukup ini diambil dari tingkat pertengahan masyarakat di mana mereka berada (misalnya sekitar 2 juta Rupiah / perbulan, untuk sepasang suami istri dan dua orang anak.  Bila pendapatan nya sebulan kurang dari itu, maka dia berhak terhadap harta zakat.
Maka, para 'ulama mengatakan untuk keluarga yang seperti ini diberikan Zakat untuk keperluannya selama 1 (satu) tahun penuh, atau kurang dari itu hingga datang masa haul berikutnya.
Orang yang fakir ini bisa juga dikasih sejumlah uang untuk biaya pernikahannya secara sederhana.
Seorang penuntut ilmu juga berhak mendapatkan bantuan untuk membeli kitab-kitab pelajarannya.
Adapun orang-orang yang telah cukup kebutuhan hidup sehari-harinya (kebutuhan primer) tidak diperbolehkan menerima zakat.
'Amil Zakat, adalah orang yang ditunjuk oleh Waliyul Amr (Pemerintah) untuk mengambil zakat dari Ahlinya, mengumpulkannya, serta membagikan nya kepada orang-orang yang berhak menerimanya.
Maka para 'Amil ini diberi zakat seukuran (sebanding) dengan pekerjaan mereka - meskipun dia orang kaya.
Akan tetapi, orang (individu) tertentu yang membantu menyalurkan zakat Maal (Wukala / wakil-wakil) dari orang-orang tertentu bukanlah 'Amil Zakat, sehingga dia tidak berhak menerimanya, akan tetapi karena keikhlasannya dia mendapatkan pahala seperti orang yang berzakat.
Mu'allaf, adalah orang sedang dilembutkan hatinya (Al-Mu'allafatu quluubuhum).  Kategori Mu'allaf;
a. Orang-orang yang lemah sekali hatinya (imannya).  Dia muslim, tapi memiliki iman yang sangat lemah.  Maka, ia diberi zakat untuk menguatkan keimanannya.
b. Seseorang yang dikhawatirkan keburukannya menimpa kaum muslimin, maka dikasih harta zakat untuk meredam keburukan-keburukan mereka.
c. Orang-orang yang baru masuk islam, diberikan harta zakat agar mereka lebih mencintai Islam.
Atau, bisa juga orang Kafir yang diharapkan masuk Islam.
Timbul pertanyaan, bagaimana dengan orang-orang yang tidak diketahui keberadaannya meminta zakat, apakah termasuk Fakir-Miskin atau bukan, maka menurut Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin - diberikan saja, sambil diberikan nasihat-nasihat.
Adapun orang terlihat (tampak) guratan kemiskinan padanya jangan ragu untuk memberikan.

oOo
(Disarikan dari kajian Al-Ustadz Muhammad Afifuddin hafizhahullah)





Tidak ada komentar:

Posting Komentar