Kamis, 21 Mei 2020

MAJALIS SINGKAT RAMADHAN 1441 H / 2020 M (Hari ke-28)


بسم الله الرحمان الرحيم

TAUBAT DI PENGHUJUNG RAMADHAN
Disadari atau tidak, setiap manusia tidak akan luput dari berbagai kesalahan / dosa / kemungkaran.  Atau, sesuatu yang kurang tepat, kurang adab.  Atau, kurang dalam pelaksanaan amal-amal keta'atan dalam momentum Ramadhan ini, sehingga dengan banyak bertaubat dan melakukan istighfar - mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta'ala mengampuni kita.
Karena, orang-orang yang berbahagia adalah orang-orang yang diampuni dosa-dosanya oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala ketika Ramadhan usai.  Dan, sungguh sengsara orang-orang yang belum diampuni oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dosa-dosanya - sementara Ramadhan telah usai.  Seperti yang disebutkan dalam makna hadits yang masyhur, ketika Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam mengaminkan do'a Malaikat Jibril 'Alaihissalam terhadap 3 (tiga) orang, di antaranya adalah orang yang bertemu dengan bulan Ramadhan, sementara dosa-dosanya belum diampuni tatkala Ramadhan telah usai.
Banyak sekali ayat-ayat Al-Qur'an maupun hadits Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam yang menganjurkan kepada kita untuk bertaubat.  Di antaranya,
"Dan hendaklah kalian bertaubat kepada Allah semuanya wahai orang-orang yang beriman, agar kalian beruntung."  (An-Nur; 31), dan
"Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus semua kesalahan-kesalahanmu, dan memasukkan kamu ke dalam Surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai..."  (At-Tahrim; 8)
Dengan Taubat semua dosa-dosa seseorang akan diampuni, dan sekaligus merupakan sebab seseorang dimasukkan ke dalam Surga Allah 'Azza wa Jalla.  Dan makna surat Al-Baqarah; 222,
"Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan mensucikan diri."  Dalam ayat terakhir ini disebutkan 2 (dua) makna Thaharah;  Thaharah Hissiyyah (Bersuci dari hadats besar maupun hadats kecil), dan Thaharah Maknawiyah yaitu bertaubat terhadap semua dosa dan kesalahan-kesalahan.
Disebutkan pula dalam makna hadits yang shahih, bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam sehari sebanyak 100 (Seratus) kali, dan dalam riwayat lain 70 (Tujuhpuluh) kali.
Taubat adalah, ruju' (kembali) dari perbuatan dosa kepada keta'atan Terhadap Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Taubat itu hukumnya wajib atas setiap manusia dengan segera dan langsung dikerjakan, tidak boleh ditunda-tunda, karena merupakan perintah dari Allah Subhanahu wa Ta'ala dan Rasul-Nya.
Dan, dikhawatirkan orang yang suka menunda-nunda taubat akan mendapati akhir hidup yang buruk, dan menunda-nunda taubat juga menyebabkan kerasnya hati, semakin jauh dari Allah, semakin lemah imannya, sehingga akan semakin sulit mendapatkan Hidayah Taufiq dari Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Dampak buruk lainnya dari menunda-nunda taubat akan mengakibatkan dia terbiasa melakukan berbagai maksiat (dosa).
Taubat yang sangat dianjurkan dalam Islam adalah Taubatan Nashuha, bertaubat dari semua dosa dan kesalahan-kesalahan.  Meskipun tetap sah orang yang bertaubat dari satu atau beberapa (sebagian) dosanya (At-Taubah Al-Juz'iyyah).
Disebutkan oleh Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah ("Majalis Syahri Ramadhan"), bahwa Taubatan Nashuha itu meliputi 5 (lima) syarat;
1. Taubatnya ikhlas karena Allah 'Azza wa Jalla.
Yang memotivasinya adalah rasa takut, cinta, dan berharap ampunan dan pahala dari Allah 'Azza wa Jalla.  Bukan karena tendensi duniawi atau makhluk Allah yang lainnya.
2. Dia harus betul-betul menyesali, dan sedih terhadap dosa-dosa masa lalunya.  Tampak dari guratan-guratan (raut) wajahnya، dan dari gestur tubuhnya.
3. Dia bersegera meninggalkan tindakan maksiat tersebut.  Bila maksiatnya berupa pelanggaran - maka langsung dia tinggalkan perbuatan tersebut.  Dan, bila maksiatnya meninggalkan apa yang diperintahkan - maka dia harus langsung mengerjakannya.  Tidak sah taubat seseorang yang terus-menerus berada di atas kemaksiatan. 
Bila kesalahannya tersebut berkaitan dengan hak-hak makhluk, maka dia harus mengembalikannya. Dan melepaskan diri / bebas dari
hak-hak orang lain tersebut.  Bila orang yang diambil haknya tersebut telah meninggal dunia - diserahkan kepada ahli warisnya, bila ahli warisnya tidak ada - maka diserahkan kepada Baitul Maal, atau disedekahkan dengan niat (atas nama) orang tersebut.
Bila kesalahannya tersebut dalam bentuk mengghibahi (menggunjing), atau berkaitan dengan kehormatan seseorang dan diketahui oleh yang bersangkutan, maka dia harus meminta maaf dan memohon keridhaan orang tersebut.  Bila orang yang dighibahi tersebut tidak mengetahuinya, tidak perlu dia sebutkan kesalahannya - karena akan menyakitkan hati orang yang dighibahi tersebut, cukup dia sebutkan kebaikan-kebaikannya sebagai ganti ghibah yang pernah dia lakukan.
Bila Taubat nya Juz'iyyah (sebagian), tetap sah taubatnya bila memenuhi semua ketentuan-ketentuan di atas.  Akan tetapi, dia tetap dituntut untuk bertaubat dari dosa (kesalahan) lainnya.
4. Ber'azzam (bertekad) kuat untuk tidak mengulangi lagi kesalahan yang pernah dia lakukan.
Hal ini merupakan buahnya taubat, dan bukti kejujuran dia dalam bertaubat.
5. Tidak diterima taubat seseorang bila dilakukan pada masa habisnya penerimaan taubat.
Misal, bila nyawa sudah di kerongkongan (Sakaratul maut), berlaku khusus pada individu.  Atau, matahari terbit dari sebelah Barat (berlaku secara umum).

Maka, manakala terpenuhi semua ketentuan (persyaratan) di atas, dan taubatnya sah - Allah akan mengampuni semua dosa-dosa seseorang meskipun sepenuh langit dan bumi, termasuk dosa kufur.  Seperti disebutkan dalam makna firman Allah Subhanahu wa Ta'ala,
"Katakanlah kepada hamba-hamba Ku yang melampaui batas, janganlah kalian berputus asa dari Rahmat Allah - Sesungguhnya Allah mengampuni semua dosa."  (Al-Ayah)

oOo
(Disarikan dari kajian Al-Ustadz Muhammad Afifuddin hafizhahullah)





Tidak ada komentar:

Posting Komentar